" Aku percaya skenario Tuhan. Pasti berjalan sesuai kemampuan. "
____________________________________
#masuk sekolah
Berminggu minggu akhirnya masuk sekolah pun tiba. Ticha yang baru turun dari kamarnya, langsung menuju kamar Bundanya. Ia membuka pelan pintu Bundanya. Dari ambang pintu, Ticha melihat Bundanya sedang memeluk figura yang berisi gambar foto Ayahnya. Dan kedua matanya menatap pandangan lurus yang kosong.
Ticha tak tega, jika Bundanya akan terus bersedih tentang kehadiran serta keadaan Ayahnya. Ia segera melangkah pelan menghampiri Bundanya.
"Bunda...Ticha berangkat ya?" tanya nya sopan sambil duduk menyamakan kepalanya dengan Bundanya. Bundanya hanya menggangguk.
Tetapi tatapan matanya masih kosong. Ticha segera memeluk Bundanya erat. Hampir. Tetesan hangat mengalir di pipinya. Ia segera mengusap pelan dan mencium dahi orang kesayangan satu satunya.
Ia bernafas sabar. Sabar akan cobaan yang diberikan Tuhan. Ia yakin. Ini adalah ujian dimana keluarganya yang selalu harmonis tanpa gangguan. Dan Tuhan ingin mengetahui tingkat kesabaran pada keluarganya.Ticha segera berbalik dan menuju sekolah bersama Agatha. Disepanjang perjalanan, Ticha tak henti hentinya menangis.
"Kak, ngapain sih nangis mulu. Sekarang itu udah masuk sekolah. Ya kali? Waktunya seneng seneng malah senep!" celoteh Agatha yang membuat Ticha menghentikan tangisnya"Lo bilang apa? Seneng seneng Tha? Lo nggak liat keadaan Bunda sekarang kaya apa?'' bentak Ticha.
"Kak! Gue juga sedih. Gue malahan nangis nya itu dihati. Perihnya kaya apa coba?" protes Agatha yang lagi lagi membuat Ticha termangu akan ucapannya.Tak terasa, perjalanan mereka sudah sampai. Agatha segera memarkirkan mobilnya dan turun menemui ke empat kawanannya. Hari masih pagi. juga sepi.
"Gue kekelas dulu gitu bagus kali ya?Nanti kan nggak ada yang tahu, kalo Agatha itu adek gue. Apalagi Rivan? Bisa diintro tuh bocah!" entah mengapa pikiran hati Ticha seakan mendapat ilham.
Ia segera berlari menuju kelasnya yang terletak dilantai dua.
"Ticha....."teriak orang yang ada dibelakangnya. Ticha menoleh.
"Allea...." balasnya juga. Mereka langsung berpelukan. Menumpahkan segala rasa kangennya selama berminggu minggu tidak bertemu. Kalau Ticha mungkin bisa. Tapi Allea ada di bogor di rumah neneknya.
Mereka segera masuk ke kelas. Bertemu dengan Ziva juga. Mereka langsung bercerita tentang pengalamannya selama liburan. Semuanya merasa senang. Tapi Ticha menyembunyikan kesedihan itu dengan senyum samarnya.
Hari pertama masuk sekolah, mungkin pelajaran belum akan dimulai. Bisa besok atau lusa.
"Eh ayo ke kantin yuk!" ajak Ziva.
"Ziv, lo nggak bisa liat ini jam berapa? Masih pagi nih?" tanya Ticha yang begitu malas berjalan ke kantin."Gue belom sarapan! Nih perut gue dari tadi berkokok tau nggak?" balas Ziva dengan wajah memelasnya.
Akhirnya, Ticha dan Allea mengalah. Mereka berjalan beriringan menuju kantin. Di tengah koridor, banyak anak perempuan yang menatap lapangan basket. Ticha cs lalu mendekati mereka. Dan bertanya."Ada apa? Kenapa pada teriak teriak?" tanya Ticha.
"Eh, itu ada adek kelas gantengggg bangettt!" teriak anarkis.Ticha, Allea maupun Ziva melirik ke bawah. Ticha melotot sempurna.
'Baru hari pertama udah bikin ulah. Caper banget jadi bocah...!" pikir Ticha."Cha..!" teriak Ticha dan Ziva bebarengan. Ticha langsung membungkam mulut keduanya dan membawanya ke bangku kantin.
"Auuh...sakit tauk..!" gerutu Allea.
"Bahaya...! Gue mau cerita sama kalian. Menurut lo lo kalo gue jadi kakak rahasia Agatha gimana menurut kalian?" tanya Ticha seserius mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
360 Derajat [Completed] ✔️
Teen Fiction"Percayalah, berhentinya putaran itu karena elo." Kata orang, cinta itu seperti matahari. Tenggelam di satu tempat, terbit ditempat yang lain. Tapi bagi Rivan Aditya Putra, kalimat itu sama sekali tidak berlaku buat mantan satu-satunya yang bernama...