6.

2.6K 84 1
                                    

"Thal?"

"hm?" Aku sedang berjalan bersama Moureen menuju kantin dan tiba tiba Ayana menghampiriku. "Kenapa Ay?"

Ayana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal yang kuketahui sebagai gerak geriknya ketika sedang gugup, "Lo masih marah Thal?"

Dengan segera, aku menghentikan langkahku. Moureen pun ikut menghentikan langkahnya disebelahku dan memasang wajah bingung. "Enggalah Ay. Kita berantem kan udah biasa, dan lo tau kalo gue ngga bisa marah lama lama ke lo. Gue ngga pernah tahan meskipun gue mau."

Ayana kembali menampakkan senyumnya. Setelah insiden kemarin, kami berdua masih belum berbicara satu sama lain seperti biasanya dan tadi pagi aku merasa kami berada dalam satu mobil yang penuh ketegangan saat menuju sekolah. "Terus kenapa dari tadi pagi ngga ngajak gue ngomong?"

Aku melihat kesekeliling karena merasa ada orang yang memperhatikanku. Dan benar saja hampir setiap orang yang melewati tempat Aku, Ayana dan Moureen berdiri, tatapannya mendarat ke arah wajahku dan Ayana kemudian aku membaca gerak bibirnya yang mengatakan 'mereka kembar?' dan sebelahnya menyahut 'iya, gue denger denger sih gitu' kemudian mengembalikan fokusku ke Ayana. "Kan biasanya lo duluan yang mulai ngomong. Udah deh Ay, intinya gue ngga marah. Sekarang gue mau jajan, laper hehe." Aku mengembangkan senyumku selebar mungkin kepada Ayana yang juga tersenyum dan mengangguk.

Ayana melangkah pergi dari hadapanku dan membiarkanku melihat seseorang di sudut kantin bersama gerombolannya yang ternyata sedari tadi menatapku dari balik punggung Ayana. Its him. Aku segera menarik Moureen ke arah sudut lain kantin dan aku sangat bersyukur karena kali ini Moureen tidak protes saat aku menyeretnya pergi.

"Lo marahan sama Ayana?" Moureen menyikutku saat kami sedang mengantri membeli bakso. Kedai bakso yang aku dan Moureen beli letaknya diujung kantin jadi aku merasa lega karena bisa menghindar dari tatapan Satria.

Aku merogoh saku ku untuk mengambil selembar duapuluh ribuan yang akan disodorkan kepada Pak Mamat si penjual bakso. "Yaa, gitu deh Mou."

Kini giliran Aku dan Moureen di barisan pertama sekaligus barisan terakhir yang akan membeli bakso. Yep! Hampir semua meja kantin sudah terisi penuh dengan siswa siswi dan makanannya. Pak Mamat memberiku nampan yang berisi pesanan aku dan Moureen kemudian memberiku uang recehan sebagai kembalian. "Yah, Pak ko recehan sih?"

Pak Mamat yang sedang mengelap meja menatapku, "Uang kembaliannya tinggal receh neng. Lagian si eneng istirahat sudah mau habis, baru pesan makanan." Pak Mamat malah menyalahkanku.

"Iya tadi saya ke kamar mandi dulu." Aku melirik Jam tanganku dan benar saja waktu istirahat tinggal sepuluh menit lagi. "Ih, yaudah deh makasih ya pak. Ayo Mou cari tempat, dikit lagi bel masuk."

Namun saat kami berada di tengah tengah kantin, kami baru menyadari bahwa tidak ada meja yang kosong. "Yah, penuh semua Thal. Mau dikelas aja?"

"Jangan dikelas juga kali, waktu sepuluh menit mah abis dijalan doang. Kelas kita kan diatas."

"Iya sih." Kami terus menyusuri koridor kantin namun tetap tidak melihat meja yang kosong untuk dua orang. Sampai akhirnya kami berada di sudut kantin yang lain, "Thal situ aja deh, itu ada 2 bangku kosong." Moureen menunjuk ke arah meja Satria dan gengnya.

Belum sempat aku merespon, Moureen telah beranjak dari sisiku dan menghampiri mereka. Dan saat ini juga aku sangat ingin ditelan oleh bumi.

Aku tidak mendengarkan percakapan Moureen dan meraka tapi yang jelas gerombolan Satria berdiri dari kursinya berjalan melewatiku. Aku hanya bisa tersenyum meminta maaf atas kelakuan Moureen. Dan saat Satria melewatiku, Moureen mengambil nampan yang kubawa dan membuat uang recehan yang kupegang jatuh berserakan. Beberapa orang mengalihkan perhatiannya kearahku. Untuk kedua kalinya di hari ini, aku ingin sekali bumi menelanku.

"Thal, Sorry – sorry. Gue naro nampan dulu dimeja ntar gue bantu ambilin." Aku berjongkok dan mengambil uang kembalian dari Pak Mamat yang berserakan. Menyadari ada seseorang yang membantuku, aku kemudian memperhatikannya yang tak lain dan tak bukan adalah Satria. Oh my godness!

"Gue Satria." Setelah memberikan uang yang tadi berjatuhan padaku, Satria dengan segera melenggang pergi. Aku hanya bisa menatap kepergiannya sambil menahan napas. Kemudian baru teringat bahwa aku belum mengucapkan terimakasih. 'thanks!' batinku berteriak.

Moureen kembali menghampiriku dan berjongkok. "Sorry ya Thal, ngga sengaja. Eh udah bersih aja, cepet banget kerja lo kalo masalah duit." Moureen menarik tanganku namun aku hanya bisa diam. "Thal, Ayo makan. Tinggal 3 menit lagi! sampe kapan lo mau jongkok disitu?"

"HAH! 3 menit?"

^^^^^

"Duh Mou, leher gue masih sakit nih."

"Ya lagian lo makan bakso pedes banget dan dalam waktu 3 menit, gimana ngga keselek? Ih gue si ngga tahan."

"Gue juga ngga nyangka kalo jam istirahat tinggal 3 menit."

"Lo nya kelamaan jongkok. Gue sempet mikir lo kesambet gara gara uang receh Pak Mamat. Emang kenapa si tadi? Lo kesemutan apa gimana?"

Aku menghembuskan napas lega karena Moureen tidak mengetahui tentang insiden Aku dan Satria tadi kemudian aku tertawa kecil. Kalo dia sudah mengetahuinya, pasti topik pembicaraan selama beberapa hari kedepan akan menjadi aku dan Satria. Aku belum siap untuk bercerita kepada siapapun selain Ayana. Dan sekarang aku membutuhkannya.

"OHH tadi, iya kayanya gue kesemutan. Yaudah yuk, balik." Aku mengalihkan pembicaraanku.

Sesampainya digerbang mobil jemputanku sudah ada di parkiran, aku mengucapkan selamat tinggal kepada Moureen yang langsung menuju ojek jemputannya di sebrang jalan.

Membuka pintu mobil, aku melihat Ayana yang sudah berada didalam. Dia tersenyum ketika melihatku. "Hey."

Melompat masuk, aku berteriak histeris mengingat kejadian bersama Satria."Ay, gue seneng bangettttttt." Aku mengguncang guncang tubuh Ayana, "Gue mau ceritaaaaaa."

Namun suara Pak Kasim menghentikan aksi histerisku, "Langsung pulang kan non?"

"Iya pakkkk." Pak Kasim langsung menjalankan mobilnya membelah jalanan depan sekolah yang penuh dengan siswa siswi SMA Cempaka.

Masih dengan cengiran diwajahku, aku mulai bercerita kepada Ayana yang juga terlihat sangat antusias untuk mendengarkannya.

"Dia cuma ngomong gitu doang? 'gue Satria' abis itu pergi?"

"Iyaaa, Misterius banget."

"Gue penasaran orangnya yang manaaaa."

"Hahaha, ntar kalo ketemu gue tunjukkin. Terus tadi pas lo nyamperin gue waktu istirahat, gue ngerasa ada yang liatin. Selain dari yang ngelewatin kita di koridor, ternyata si Satria ngeliatin gue dari balik punggung lo. Pantes gue ngga nyadar. Gue nyadarnya pas lo udah pergi, ahhhhhh gue malu tapi gue seneng." Aku menyandarkan kepalaku di pundak Ayana masih sambil tersenyum.

"Gue seneng liat lo seneng Thal. Listen, i dont know what he wants and i dont know what does he meant by staring at you. but as long as it makes you happy, i hope he will keep doing it and maybe does something more that makes you even happier."

Saat itu juga aku terenyak mendengar kata kata yang keluar dari mulut Ayana. Aku merasa sangat beruntung memiliki seseorang seperti dirinya dikehidupanku. I feel extremely lucky.

^^^^^

Hello my peeps:) long time no see, i just want to thank y'all for the support and im so sorry for the waiting! kemarin kemarin masih sibuk sama urusan sekolah, dan gapunya waktu buat nerusin cerita Athala hehe:D maaf juga kalo chapter ini kependekkan, akan diusahain semaksimal mungkin buat kedepannya menjadi lebih baik lagi!!!!

big thanks -t

AthalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang