Membiarkan kehampaan membuatku terombang-ambing dalam ketidakpastian. Hingga arusnya membawa kesadaranku kembali. Aku menarik napas dalam satu tarikan panjang. Kedua mataku membelalak lebar. Dalam kegelapan yang samar, dari cahaya lilin aku melihat bayang-bayang perabotan yang berantakan di dalam ruangan ini.
Apa aku masih berada dalam alam bawah sadarku?
Apa aku kini tengah bermimpi?Kembali pertanyaan yang tak terjawab memenuhi otakku. Saat kesadaranku perlahan terkumpul sepenuhnya. Aku mencoba bangun dengan rasa sakit yang luar biasa menghantam kepalaku. Pada akhirnya, aku memilih untuk diam bersandar pada punggung ranjang.
"Kau sudah bangun, putri?" Aku terenyak mendengar suara itu. Sesosok wanita tua bertubuh kerdil, berjalan menghampiriku.
"Siapa kau?" tanyaku dengan waspada. Dia meletakkan nampan diatas meja sisi tempat tidur.
"Dimana teman-temanku? Apa yang kau lakukan pada mereka?"Dia mengukir senyum di wajah penuh keriputnya.
"Namaku Gretta. Teman-temanmu baik-baik saja. Mereka sudah menunggumu."Aku menautkan alisku. Menatapnya tajam. Lagi-lagi dia tersenyum. "Kau tidak percaya padaku? Bukankah kedatangan kalian disini untuk mencari Sang Peramal?"
Kalimatnya sontak membuatku menatapnya penuh tanya. "Bagaimana kau tahu? Apa kau tahu dimana Sang Peramal?"
Dia berjalan pergi, mengabaikan pertanyaanku.
"Ikutlah denganku maka kau akan tahu," katanya tanpa berbalik. Dengan ragu, aku bangkit dari posisiku dan berjalan mengikutinya. Terlebih dahulu aku meraih pedang Fairiesku dan menyelipkannya dibalik jubahku.Sesampainya di sebuah ruangan, aku mendapati yang lain sudah menungguku dengan wajah cemas.
"Lyra ..." Pangeran Lean memanggilku tanpa embel-embel putri seperti biasa. Dia yang pertama menghampiriku lalu memelukku protektif.
Aku terkejut menerima perlakuan tak terduganya ini. Membuat seluruh pasang mata diruangan ini menatap kami dengan berbagai ekspresi.
Pangeran Lean melepaskan pelukannya dan menatapku lekat. Dia memperhatikan sekujur tubuhku dengan cermat, membuatku berdiri dengan gugup.
"Syukurlah kau baik-baik saja, putri," ujarnya dengan nada lega. Jemarinya membelai wajahku dengan lembut."Ya ..," jawabku singkat seraya mengangguk pelan. Entah mengapa jantungku justru meletup-letup tak terkendali saat ia menatapku tanpa berkedip.
"Ku pikir, aku tidak akan bisa melihatmu lagi, putri." Suaranya terdengar pelan, nyaris seperti bisikkan.
"Ehem!" Suara deheman itu menyadarkan kami, membuat Lean menjauhkan tangannya dari wajahku. Lantas kami segera menarik diri dengan canggung.
Oh sial! Kenapa dia selalu membawaku dalam situasi seperti ini?
Aku berpaling pada yang lain. Valdish, Artemis, dan Legolas menatapku dengan senyum menyebalkan. Vader hanya menunjukkan ekspresi biasanya. Sedangkan Pangeran Alfried menunjukkan wajah dingin dengan tatapan menyorot tajam pada Pangeran Lean.
Apa itu artinya dia cemburu?
Aku hanya tersenyum kecil dalam hati."Kalian baik-baik saja?" kataku berusaha membawa kembali suasana. Aku memandang mereka satu-persatu.
"Ah! Tentu saja, kami baik-baik saja, putri. Mungkin sedikit pusing dan sakit kepala yang luar biasa," sahut Valdish memecah suasana. "Ah ... Aku benci jika harus menggunakan portal. Membuat perutku mual, aku hampir saja memuntahkan seluruh isi perutku setelah melewati portal itu." Valdish mengoceh panjang lebar. Tanpa sadar membuatku tersenyum kecil.
"Hentikan ocehanmu, Valdish. Kau pengganggu suasana," sindir Legolas yang diikuti tawa kecil dari yang lain. Kecuali Pangeran Alfried tentunya.
"Tapi, aku melihat kalian menghilang bersamaan dengan asap hijau itu," kataku dengan heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLERYA : Legend of Fairies
FantasyAilyra Nixy Cansaster, seorang gadis bangsawan yang sangat ceroboh dan menginginkan kebebasan. Suatu hari, tanpa sengaja ia membuka portal dalam buku kuno yang menghubungkannya ke dimensi lain. Membawanya ke sebuah negeri bernama Fallerya. Ia tertah...