'Tanpa judul'
Reava terdiam dan menunduk dalam. Ingin sekali rasanya dia berlari sekencang mungkin tanpa tau arah. Agar perasaannya lebih tenang.
Kenapa, ya Tuhan? Kenapa waktu gue menyadari perasaan gue, dia berencana buat nembak sahabat gue? Seandainya dia bilang ini lebih cepat, mungkin gue gak akan jatuh ke pesona lo, Kak.
"Re... Hey, back to earth." Reova melambaikan tangannya di depan wajah Reava. Reava mengerjapkan matanya dan menatap Reova.
"Jadi.. Lo mau bantu?" Ucapnya. Reava menahan nafas dan mengangguk. Dan tebak apa yang dia lakukan berikutnya.. Dia memberikan senyum palsu terbaiknya untuk Reova.
"Thanks." Reova tersenyum lebar dan refleks memeluk Reava. Reava membelalakkan matanya. "Eumm.. Kak.."
"Sorry sorry.. Gue kelewat seneng." Ucap Reova melepaskan pelukannya sambil tetap tersenyum lebar.
"Jadi.. Gue rencana nembak Evelyn sebulan lagi, pas liburan sekolah. Lo bantu gue ngurusin detailnya ya? Secara kan lo sahabatnya. Berhubung lo kerja di rumah gue, semuanya bakal jadi gampang." Ucap Reova. Reava mengangguk paham. Dia bangkit berdiri untuk mencuci piring dan gelas kotor yang masih dia tinggalkan -karena langsung ditarik Reova- tadi.
"Lo mau kemana?" Tanya Reova. "Cuci piring, Kak. Habisnya Lo main tarik tarik langsung sih." Sahut Reava sedikit berteriak.
"Hmm... Santai aja kali, gue kan tarik tangan lo. Lo boleh teriak kalo gue tarik p--- Sakit woy!!!" Reova bersungut sungut saat Reava menendang tulang keringnya keras.
"Salah lo. Omongan najis kayak gitu masih aja dibawa bawa. Udah deh, mending gue cuci piring." Reava menutupi rasa malu dengan marah. Kemudian dia segera berlalu ke dapur dengan langkah cepat, agar aktingnya menjadi sempurna.
"Eh, eh.. Jangan marah dong. Ah, ngambekan lo. Re!!" Panggil Reova sambil menyusul Reava menuju ke dapur.
"Ree..." Panggil Reova manja yang malah terasa gatal gatal jijik di telinga Reava.
"Jijik." Ucap perempuan itu sambil membilas piring piring kotor. Reova hanya mendengus. "Re.. Beneran ya lo mau bantuin gue? Tapi jangan bilang bilang sama Evelyn."
"Kalo gue bilang?" Tantang Reava sambil melirik Reova.
"Ke laut aja lo." Dengus lelaki itu lagi. Reava terkekeh. "Ngapain gue ke laut? Cari ikan?"
"Cariin Princess Ariel buat gue." Sahut lelaki itu. "Buat apaan?" Tanya Reava kemudian. "Gue mau tanya dia pup lewat mana." Setelah itu Reova melengos pergi. Reava tertawa kecil memikirkan ucapan Reova.
Eh, tapi iya juga ya... Ariel pupnya lewat mana?
★★★★★★★★
"Re.. Sini bentar deh. Lo udah selesai kerja, kan?" Panggil Reova saat Reava baru saja selesai menjemur pakaian.
"Hm?" Tanya Reava mendekat sambil duduk di hadapan Reova. Dia mengipas ngipas dirinya dengan tangannya karena rasa gerah melingkupi tubuhnya.
"Gimana kalo ngobrolnya di kamar aja. Lo kepanasan, kan? Di kamar gue ada AC." Ucap Reova.
"Bukannya kalo kepanasan gak boleh pake AC ya? Ntar masuk angin." Tolak Reava halus. Reova bangkit berdiri dan menarik lengan Reava menuju kamarnya. Mengabaikan teori yang diberikan Reava barusan.
"Udah.. Gak usah kebanyqkan teori. Sekali aja gapapa kali." Ucap Reova sambil membuka pintu kamar.
"Kak... Kalo gue masuk angin, semuanya salah lo." Ancam Reava. Reova terdiam sambil menghela nafas panjang.
"Yaudah lah.. Tapi tetep aja di kamar gue itu adem. Lebih adem dari diluar, walaupun gak nyalain AC. Sebenernya gue kasian sama muka lo. Merah banget. Sampe leher segala." Ucapnya menyerah.
"Ya emang biasanya kalo kepanasan atau kecapean emang gini. Kalo malu juga merah. Gue heran kenapa banyak cewek yang pengen punya pipi yang bisa merah. Sama sekali gak enak. Malu dikit, ketauan." Cerocos Reava saat Reova menutup pintu kamar.
"Soalnya, menurut mereka pipi yang bisa merah itu menarik perhatian laki laki. Yah.. Menurut gue lucu sih emang." Reova duduk di samping Reava yang sudah duduk terlebih dahulu di tempat tidurnya.
"Lo gak bawa baju lain emangnya? Baju lo basah gitu." Tunjuk Reova pada seragam Reava. Hari ini Reava memang tak membawa baju ganti, karena dia terburu buru berangkat tadi pagi -takutnya telat- saat berpikir bahwa sepedanya tertinggal di apartemen Reova.
"Pinjem baju gue mau gak?" Tanya Reova. Reava menggeleng. "Oh. Yaudah." Reova mengangkat bahu.
"Lo mau ngomong apaan tadi, Kak?" Tanya Reava. Reova bangkit menuju dispenser yang ada di kamarnya.
"Kalo gue nembak Evelyn, cocoknya kayak gimana ya?" Tanya Reova. Di menekan tombol dispenser dan air keluar dari sana.
"Mmm.. Evelyn itu suka suasana sejuk, sama langit malam." Ucap Reava. Dia berpikir sejenak. Sambil menggertakkan gigi menahan rasa sakit yang menusuk jantungnya.
"Terus?" Reova berdiri di hadapan Reava sambil menyerahkan segelas air yang diambilnya tadi. Reava mengambilnya dan meminumnya dalam beberapa teguk.
"Thanks." Ucapnya. "Gimana kalo lo nembaknya di rooftop apartemen ini?" Usul Reava.
"Lo yakin?" Reava mengangguk. "Agak mainstream sih. Tapi namanya cewek kalo udah ditembak juga gak bakal liat suasana. Pasti dag-dig-dugnya dulu yang dipikirin." Lanjutnya sambil menangkat bahu.
"Emang iya?" Reava mengangguk sambil menatap Reova yang berbalik badan setelah menaruh gelas kosong ke sebelah dispenser mini di kamarnya.
"Lo tau darimana? Pernah ditembak?" Tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.
Karena gimanapun situasinya kalo lo nembak gue, Kak, gue bakal seneng banget. Untuk saat ini. Ucapnya dalam hati.
"Gak pernah sih, Kak. Tapi kan kalo di novel novel biasanya gitu." Jantung Reava serasa dipacu untuk berdetak sangat cepat saat Reova duduk di sebelahnya.
"Gue gak percaya perempuan secantik lo gak pernah ditaksir cowok."
"Yahh.. Karena gue bergaul sama anak anak sekelas Olivia sama Evelyn, gue keliatan biasa aja diantara mereka. Kan mereka juga aktris sama anak yang punya sekolah. Jadi.. Apalah gue." Reova tertawa setelah menyelesaikan ucapannya.
"Oke, so.. Back to the topic... Selain suasana sejuk sama langit malam, apalagi yang dia suka? Mmm.. Bunga apa gitu?" Tanya Reova untuk kesekian kalinya.
"Mmm.. Dia gak pernah bilang sih suka bunga apa, tapi gimana kalo kita cari bunga yang melambangkan karakter dia aja?" Sahut Reava. Reova tampak berpikir sejenak sebelum mengangguk. Lelaki itu membuka ponselnya dan menoleh ke Reava lagi. "Emang, dia itu kayak gimana ya?"
"Elahh.. Mau nembak gak tau karakternya. Gimana sih?" Seru Reava. "Evelyn itu ceria, apa adanya, hatinya mudah simpatik, dan dia mau ngelakuin apa aja cuma demi orang yang dia sayang." Lanjutnya. Reova mengutak atik layar ponselnya sejenak.
"Bunga matahari sama edelweiss. Gimana kalo bunga mataharinya dibuat di pot di sekelilingnya, sementara yang lo bawa bunga edelweiss-nya?" Reova membaca layar ponsel yang menunjukkan kecocokan sifat Evelyn dengan bunga matahari dan edelweiss.
"Ide bagus. Eh.. Udah sore nih, lo gak pulang? Kan naik sepeda, nanti kalo kesorean banyak penjahat kelamin lho." Ucap Reova saat melihat langit yang menunjukkan warna orange kemerahan pertanda senja dari jendela balkon kamarnya.
"Apaan.. Lo tuh penjahat kelamin." Ucap Reava. "Yaudah, gue pulang ya, Kak." Reova bangkit dan membuka pintu kamar.
"Gue anterin sampe bawah." Reova menyusul langkah Reava keluar dari kamar.
★★★★★★★★
Hai hai... New chapter..:))
Update lagi mungkin sekitar hari selasa.. Soalnya Senin masih ujian IPA... IPA... IPA...:'(
Vomments yaa biar aku makin semangat nulis..:D
Callista
KAMU SEDANG MEMBACA
Reova & Reava
Любовные романыReova Edward Julian, aktor muda terkenal yang sudah melangkah ke dunia internasional. Devan Enrico Stevenson, sahabat sang aktor muda, Reova, yang juga seorang model. Dia berurusan dengan Reava karena ingin Reava berkarier sama dengannya. Reava Vale...