Aurora Castleine pov . . .
Jam di tanganku menunjukkan pukul 15.00. Aku bersender pada dinding sekolahku. Mengarahkan mataku menelusuri setiap halaman sekolah. Sesekali kuayunkan ke dua kakiku. Sekolah terlihat sangat sepi. Wajar saja, pembelajaran selesai sejak satu jam yang lalu. Jika kau bertanya mengapa aku masih berada di sekolah ini, itu karena aku sedang menunggu jemputan. Dan payahnya adalah, handphoneku mati disaat yang tidak tepat. Untung saja masih ada beberapa murid yang juga belum pulang. Dan itu termasuk, Harry?
Berulangkali aku mengucek mataku. Hanya memastikan jika orang yang sedang duduk tak jauh dariku itu memang Harry. Dan ternyata aku benar, itu memang Harry. Untuk apa Harry duduk di sana? Menunggu jemputan? Oh tidak, Ia selalu membawa mobil saat berangkat sekolah. Alicia? Gadis itupun tak sedang bersamanya.
Sebenarnya ini kesempatan yang bagus untukku. Maksudku, kesempatan untuk meminta maaf padanya. Tapi, apa harus aku yang meminta maaf terlebih dulu?
Ya. Karena memang aku yang salah.
Aku beranjak dari duduk santaiku dan melangkahkan kakiku perlahan mendekati Harry yang sedang duduk beberapa meter di depanku. Jujur saja, aku sangat gugup.
“Harry,” ucapku saat aku telah berdiri tepat di belakang Harry. Ia menoleh dan mengernyit, “Aku...umm...maafkan aku soal tadi, aku tak bermaksud,” lanjutku membuatnya tersenyum tipis. Untuk apa Ia tersenyum? Itu hanya akan membuatku semakin sulit untuk bergerak.
Ia mengangkat alis kanannya, “Aku yang seharusnya minta maaf padamu. Lalu untuk apa kau masih berdiri? Duduklah.”
Aku menggigit bibir bagian bawahku. Perlahan aku melangkahkan kakiku mendekati kursi yang sedang Ia duduki. Kuharap Harrry tak menoleh ke arah bawah, karena aku akan sangat malu jika Ia melihat kakiku yang saat ini benar-benar gemetar. Aku tak tau bagaimana cara mengontrol kakiku sendiri.
Mungkin aku terlalu bahagia karena akhirnya Harry tak marah padaku.
Aku menoleh ke arahnya setelah aku mendaratkan tubuhku di atas kursi. Aku menghela nafas panjang, “Kau tak pulang?” tanyaku membuatnya menoleh. Sungguh, aku sangat yakin bahwa wajahku benar-benar berantakan saat ini. Bagaimana bisa, jarak wajahku dengan wajah Harry hanya beberapa jengkal. Percaya tak percaya, ini adalah pertama kalinya aku mengobrol dengan Harry di tempat sesepi ini.
Ia mengerutkan keningnya, “Belum.”
Jawaban yang sangat singkat dan berhasil membuatku bingung. Untuk apa Harry hanya duduk diam di sini? Ia seperti tak mempunyai kesibukan, “Bukankah kau membawa mobil? Kau bisa pulang dan mengerjakan hal penting bukan? Karena kulihat kau hanya duduk dan melamun saja di sini tanpa ada hal lain yang kau lakukan sama sekali.”
Kau tau apa respondnya? Ia kembali tersenyum kecil ke arahku, “Bagaimana denganmu? Apa Niall tak mengantarmu pulang? Kau berangkat dengannya dan seharusnya kau pulang juga dengannya. Itu ciri pasangan yang baik.”
Mataku membulat seketika. Pasangan? Konyol sekali dia, “Niall ada keperluan jadi dia harus pulang cepat. Dan hey! Aku dan Niall hanya berteman. Umm, mungkin bersahabat. Dan itu artinya, kami tak harus pulang bersama. Lagipula, kau tak mengantar Alica pulang bukan? Itu berarti kau bukan pasangan yang baik.”
Ia terkekeh setelah mendengar ucapanku. Apa ada yang salah?
“Bukankah kau sendiri yang bilang? Jika kita berteman, tak harus pulang bersama,” balasnya membuatku terdiam. Tetapi jujur saja, aku cukup senang. Maksudku sangat senang. Harry hanya menganggap Alica sebagai teman.
“Kau mencintai Alica? Atau mungkin menyukainya?” tanyaku pelan. Entah mengapa seperti ada dorongan dari diriku sendiri untuk menanyakan hal ini. Walau sebenarnya aku kurang yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Black Dress {pending}
Подростковая литератураJujur saja, percaya tak percaya, aku belum pernah sekalipun memakai dress. Bukan karena aku membencinya. Hanya saja menurutku skinny jeans itu lebih nyaman. Tapi aku berjanji akan memakai nya saat aku sudah menemukan apa arti cinta sesungguhnya. c...