42 | Ricuh (5)

113 19 11
                                    

"Aahhhhhh!" jerit Ayu dan Panji karena kecepatan Panca menyetir yang luar biasa. Masih jelas di ingatan mereka berdua dengan ucapan Panca yang menyatakan bahwa seorang pengemudi harus bertanggung jawab apapun yang terjadi pada penumpangnya. Namun, kenyataannya justru berbeda 180 derajat. Panca sama sekali tidak memperhatikan keselamatan penumpang dan malah kesetanan dengan terus menambah kecepatan.

"Ke kanan! Ke kiri!" Ayu yang duduk di sebelah Panca langsung menjadi navigator dadakan. Panca sudah seperti pembalap profesional. Tangannya lincah memainkan kemudi. Salip kanan, salip kiri. Benar-benar sangat lihai dan terampil. Sementara itu, kondisi Panji yang duduk di belakang sungguh memprihatikan. Meskipun sudah memakai sabuk pengaman, tetapi posisi duduknya tetap tidak beraturan akibat Panca yang terus membanting setir ke kanan dan kiri mengikuti navigasi dari Ayu. Properti yang dikenakannya pun berhamburan ke mana-mana.

"Awas, Mas Panca!" teriak Ayu saat melihat seorang ibu-ibu pengendara sepeda motor dengan lampu sen ke kiri, tetapi berbelok ke kanan. Panca langsung dapat mendeteksi situasi yang sangat berbahaya itu. Dengan cepat, Panca menghindar dan melanjutkan perjalanan meninggalkan ibu-ibu beserta sepeda motornya yang berbelok ke kanan memasuki gang.

"Hampir saja." Ayu mengelus dada—bersyukur Panca bisa sigap dan menyelamatkan mereka semua.

Walaupun berkali-kali bahaya mengintai, Panca tetap bertahan dengan menyetir seperti itu dan tidak sadar telah melewati batas kecepatan.

"Karena Bapak tidak membawa surat-surat kendaraan dengan lengkap, maka kami akan melakukan tilang," ucap seorang anggota polisi yang sedang merazia seorang pengendara sepeda motor di tepi jalan.

Wushhhhh!

Masih dengan kecepatan tinggi Panca mengemudi, mobil van yang dikemudikannya melintas begitu saja di depan sekelompok anggota kepolisian yang sedang melakukan razia. Perhatian para anggota kepolisian pun beralih pada mobil van yang melaju ugal-ugalan.

"Cepat kejar mobil van hitam itu!" seru seorang anggota polisi. Dua orang anggota polisi bergegas naik ke mobil, kemudian mengejar mobil van yang sudah melenggang pergi.

"B 111 J! Anda telah melanggar batas kecepatan! Harap menepi!" himbau seorang anggota polisi di dalam mobil melalui pengeras suara. Sirine mobil polisi pun dibunyikan. Namun, Panca yang terlalu fokus pada perjalanan masih belum sadar. "B 111 J! Harap menepi!" ulangnya kembali memperingatkan.

Ayu adalah orang pertama yang menyadari kesalahan fatal Panca. Mata Ayu melihat ke kaca spion samping dan mendapati mobil polisi sedang mengejar di belakang mereka.

"Polisi!" seru Ayu terkejut. "Polisi mengejar kita, Mas Panca!"

Panca menoleh ke kaca spion samping. Mobil polisi tampak mengejar mereka dengan suara peringatan yang terus memintanya untuk berhenti. Tak lama kemudian, suara GPS mengalihkan perhatian Panca. Sontak Panca berpaling dari kaca spion ke monitor GPS yang menunjukkan bahwa ada kemacetan sekitar 700 meter lagi ke depan.

"Sial!" umpat Panca. "Mengapa harus macet segala?"

Situasi yang menjepit membuat Panca kebingungan. Mereka terjebak. Di hadapan mereka ada kemacetan sedangkan polisi terus mengejar di belakang. Panca tidak mau berhenti menuruti peringatan polisi. Ia ingin cepat-cepat sampai di rumah Judo. Kalau berhenti, maka urusannya akan panjang. Sambil terus fokus menyetir, Panca berpikir keras. Matanya kembali pada monitor GPS, menelusuri kemungkinan ada jalan alternatif yang bisa dilalui agar mereka tidak terjebak kemacetan.

"Kita lewat jalan alternatif!" Akhirnya, Panca menemukan jalan alternatif yang dapat menyelamatkan mereka sekaligus membuat jarak perjalanan menjadi lebih dekat.

"Di mana?" tanya Ayu menatap monitor GPS, mencari jalan alternatif yang dimaksud Panca.

"Di sana! Sebelum jembatan!" tunjuk Panca ke bagian kiri atas pada monitor GPS.

"Mas Panca gila?" Ayu terbelalak. " Di sana ada pasar! Kita tidak mungkin lewat sana!"

"Jangan macam-macam, Panca!" ancam Panji. "Sudah cukup dengan rencana gila ini! Aku tidak mau berurusan dengan hal lain lagi! Polisi sedang mengejar kita! Mungkin kita bisa menghindari kemacetan, tapi apa kau yakin bisa lolos dari kejaran polisi dengan mobil sebesar ini menerobos pasar yang ramai? Masalah akan bertambah panjang! Kita bisa diseret ke kantor polisi!"

"Tidak ada pilihan lain lagi. Hanya itu satu-satunya jalan alternatif terdekat sebelum lokasi kemacetan," sahut Panca.

"Mas Panji benar! Kita tidak bisa lewat sana! Kita bisa membahayakan orang-orang!" balas Ayu berusaha mencegah Panca dengan keputusannya yang amat gila.

"Kita terjebak Ayu! Hanya ini satu-satunya jalan! Kau tinggal pilih, lewat pasar atau ditangkap polisi!"

Ayu memandang Panca sejenak. Kedua pilihan yang diberikan Panca membuatnya tidak bisa berpikir. Perlahan, Ayu beralih dari Panca ke jalanan di depannya, lalu kembali ke monitor GPS dengan posisi mereka yang sudah mendekati jalan alternatif sebelum menghadapi kemacetan. "Hati-hati ya, Mas Panca. Jangan sampai melukai siapapun," ucap Ayu setuju dengan penuh rasa khawatir.

Panca mengangguk mendengar keputusan Ayu, kemudian membanting setir dengan cepat memasuki jalan alternatif. Sesuai dengan ucapan Ayu, dari kejauhan terlihat ada pasar yang sedang ramai. Banyak pedagang menjajakan barang dagangannya, mulai dari bahan makanan pokok hingga pakaian. Pembeli berlalu lalang, sibuk berbelanja ini itu. Ayu mulai merasa ragu. Sepertinya, ia akan menyesali keputusannya menyetujui ide gila Panca.

Seorang ibu hendak menyeberang dari sisi pasar yang satu ke sisi pasar yang lain. Samar-samar, ia melihat sebuah mobil van hitam besar di kejauhan. Langkahnya terhenti memperhatikan mobil van. Lama-kelamaan, ia menyadari mobil van yang dilihatnya menuju ke arah pasar, melaju dengan kecepatan tinggi. Tak lama kemudian, matanya terbelalak. "Awas! Ada mobil!" teriaknya yang tanpa pikir panjang langsung berlari menyelamatkan diri.

Mendengar seseorang berteriak, orang-orang dengan cepat menyadari bahaya yang akan datang. Mereka ramai-ramai menoleh dan melihat mobil van melaju sangat kencang mulai menerobos pasar. Mereka sontak menghentikan kegiatan dan memilih untuk menyelamatkan diri. Ada pedagang yang sempat membawa barang dagangannya. Namun, ada pula yang meninggalkan tempatnya berjualan begitu saja. Para ibu yang membawa anak-anak mereka berbelanja pun berlari dengan menggendong buah hati mereka masing-masing, tidak peduli dengan banyaknya barang belanjaan yang berat. Mereka kalang-kabut berlarian ke segala arah. Sayuran berserakan. Ikan-ikan segar menggelepar, ayam-ayam beterbangan ke mana-mana.

"Ahhhhhhh! Mas Panca!" teriak Ayu sambil menutup mata dengan kedua telapak tangan—tidak sanggup menyaksikan kekacauan di hadapannya, sedangkan Panji memejamkan matanya rapat-rapat sembari terus berpegangan untuk menahan guncangan. Mulutnya terus komat-kamit merapal doa agar bisa selamat dan tidak mati konyol.

Panca memegang erat kemudi. Matanya memandang tajam ke depan dengan orang-orang yang berlarian menghindari mobil van. Fokus menyetir terus dipertahankan. Sesuai permintaan Ayu, ia berusaha agar perbuatannya tidak melukai siapapun. Tak berselang lama, jalanan kosong tanpa kios pun terlihat. Sebentar lagi mereka akan keluar dari pasar.

Awalnya, Panca merasa semua ini akan berhasil. Namun, rintangan lain menghadang. Seorang nenek tengah menyeberang dengan berjalan sangat lambat. Dengan santai, ia menyeberang tanpa menengok ke kanan dan kiri—tanpa sedikitpun mengkhawatirkan keselamatannya. Panca merasa tidak mungkin bisa menghindari nenek itu dengan kecepatan yang ia gunakan. Nenek itu tidak akan selamat. Panca berusaha menurunkan kecepatan sebelum mereka bertabrakan. Ayu dan Panji menahan napas mereka. Selang beberapa detik sebelum peristiwa tabrakan terjadi, sang nenek akhirnya tiba di tepi jalan, selamat dari tabrakan maut yang hampir merenggut nyawanya.

Orang-orang di pasar kembali berkumpul. Mereka memandang mobil van yang kini sudah melenggang pergi meninggalkan pasar dan kekacauannya. Semua terdiam. Tidak ada seorangpun yang bicara. Suasana pasar yang semula ramai, sekarang menjadi hening. Peristiwa mengerikan yang baru saja terjadi membuat mereka syok.

"Itu pembalap Formula-1!" seru seorang anak laki-laki memecah keheningan. Mobil van yang melaju dengan kecepatan tinggi mengingatkan ia pada acara balapan mobil favoritnya di televisi. "Keren sekali!" lanjutnya mengangkat tangan tinggi-tinggi kemudian disambut tepuk tangan dari anak kecil lainnya.

Get In Touch (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang