24. Lihat aku

4.1K 196 1
                                    

Typo bertebaran, happy reading.

***

Sia mencegah Lenuel yang akan pergi keluar dengan membawa rantang berisi makananya. Sia berusaha untuk tetap tenang dikala hatinya menjerit sakit seakan tidak terima. Memandang lenuel ke depan, Sia mencoba untuk menggapai tangan sang pria tapi apa yang didapatkanya? Hanya sebuah penolakan kasar yang berujung dengan geraman marah.

"Kenapa kamu jadi kaya gini Lenuel? Apa salah aku? Kenapa kamu berubah jadi kaya gini cepet banget? Aku mau kamu yang lama bukan Lenuel yang dingin kaya gini."

"Gue berubah kaya gimana pun bukan urusan lo, jadi minggir kalo gamau gue seret pake satpam."

Sia menggeleng tegas, ia tidak mau menyerah begitu saja, ia menginginkan Lenuel seperti sedia kala walaupun hati menjadi taruhanya.

"Dimana cincin kamu Lenuel!"

Cincin pertunangan mereka sudah tidak ada dijari-jari panjang dan gagah milik Lenuel. Sia menatap Lenuel dengan tatapan kecewa dan tajamnya, jika sudah seperti ini Sia tau bahwa Lenuel sudah menginginkan jenjang hubungan mereka berakhir.

"Gue bilang minggir! Lo itu sebenernya budek atau bodoh sih?! Gue bilang awas ya awas bukan malah berdiri di depan gue dengan wajah tolol lo!"

"Kaka!" teriak suara lebih kecil tetapi sudah terlihat bahwa suara itu sudah menentukan bagaimana ke depanya. Suara lantang dan juga tegas.

Adinata. Sia melihat Adinata tengah mengeram menatap Lenuel dengan tajam kontras sekali dengan kali-kali sebelumnya yang tampak menghormati Lenuel apapun yang dikatakan Kakanya.

Setelah permintaan maaf Sia kali kemarin, Sia langsung pulang dan menginap di hotel tak berbintang tetapi nyaman untuk dirinya mengasingkan diri. Dan sekarang, Sia mulai berteman dengan Adinata yang tampak benar-benar sudah menerimanya.

Tetapi saat ia memasuki rumah Lenuel hari ini, ia sedikit terkejut mendapati Adinata tengah duduk tenang dengan ponsel ditanganya, dengan game Ludo yang tengah dimainkanya.

"Apa Kaka yakin apa yang Kaka lakuin sekarang? melempar Ka Sia kesana-kemari dengan mudah tanpa memikirkan perasaanya? Adinata fine-fine aja kalo apa yang Kaka lakuin semua ini dengan keadaan bener-bener sadar tapi kalo sampe Kaka nyesel nantinya, Adinata gaakan bisa bantu Kaka."

Sia tersentuh mendengar apa yang diucapkan oleh anak berusia 7 tahun untuk membelanya, tetapi dibalik itu juga Sia tahu bahwa Adiata benar-benar menekan perkataanya walaupun ia sedikit takut terhadap Lenuel.

"Hell Adinata! Kamu masih tujuh tahun, ga pantes kamu ngomong dan ikut campur sama urusan Kaka. Kaka gatau apa yang buat kamu bener-bener jadi dewasa sebelum waktunya kaya gini!"

Adinata hanya diam seperti menulikan telinganya. "Jangan pikirkan tentang aku Ka, pikirin perasaan Ka Sia, dia udah ngasih kepercayaanya ke Kaka tapi apa yang sekarang Kaka kasih ke dia? Mana kata-kata romantis yang sering Kaka ucapin dulu?"

"Kaka bilang stop! Kaka tau apa yang Kaka lakuin jadi kamu gausah ikut campur. Dan hentikan ucapan dewasa kamu."

"Oke, aku bisa menyimpulkan kalo Kaka udah ngelepas Ka Sia, aku yang bakalan ngelindungin dia dari Kaka. Dan satu yang harus Kaka tau, Kaka itu sama sekali bertindak tanpa berfikir!"

***

Sia yang saat itu tengah termenung di dalam kamarnya dikejutkan oleh kedatangan Paulo yang membuka pintu dengan kasar dan wajah datarnya. Melihat raut datar Paulo membuat Sia mengingat kembali Lenuel yang setelah mendengar perkataan Adinata ia pergi begitu saja.

"Lo dipanggil Papa."

Setelah menganggukan kepala, Sia menuju lantai bawah dan mendapati Windu tengah menonton berita yang menayangkan sebuah pesawat.

Pilot and Flight Attendant [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang