Selasa lalu, setelah gue nyuruh Yumna menerima ajakan Nino, nggak tahu kenapa, ada bagian hati gue yang nggak ikhlas. Well, ini bukan perasaan masih suka atau sebagainya. Tapi, gue nggak ikhlas aja kalau misalkan Nino tersakiti karena Yumna masih berusaha move on dari gue. Secara, Nino teman SD gue. Walaupun sekarang nggak terlalu dekat, rasanya gue masih wajib untuk menjaga pertemanan kami.
Sejak Selasa lalu, Yumna dan Nino sering pulang bareng. Kadang, walaupun hujan turun mereka suka maksain buat pulang. Padahal, setahu gue, Yumna suka gampang sakit. Tapi ini nggak.
Apa guenya aja yang nggak tahu?
By the way, kurang dari seminggu lagi, gue melaksanakan Ujian Nasional. Waktu itu berjalan cepet banget. Dari awal gue masuk sekolah hobinya bikin onar, sampai mau lulus, gue sedikit taubat.
Dan selama persiapan UN pula, gue sibuk dengan kertas-kertas pastel yang selalu gue bawa kemana-mana. Isinya ya ...sebuah ungkapan.
Cielah.
Tapi serius, isi hati gue. Yang udah lama sulit tersampaikan, dan buat orang yang sudah jauh dari gue. Buat orang–yang sepenuhnya gue yakin–membenci gue. Tapi, semua ini gue lakukan bukan semata-mata hanya permintaan maaf. Ini merupakan isi hati terdalam, tentang apa-apa yang belum sempat gue sampaikan kepada dia.
Gue harap, dia menerimanya. Nggak peduli akhirnya kertas pastel itu mau dibuang kek, dibakar kek, yang penting gue sudah berusaha menyampaikan.
"Bro, lo cowok 'kan? Ngapain sih nulis-nulis mulu dikertas. Warna pastel pula. Kayak cewek aja lo."
Ucapan Erick sedikit nyelekit sih. Tapi mau bagaimana lagi? Toh ini juga buat cewek, bukan buat gue. Sekarang kami sedang berada di tempat bimbel. Gue dan Erick berada dalam satu kelas. Bisa dibilang, Erick-lah teman yang paling dekat sama gue.
"Berisik lah. Lagian ini juga buat cewek." Jawab gue tanpa sedikit melirik ke arah Erick.
Kemudian Erick bangkit dari duduknya dan langsung menghampiri gue. Gue menatap Erick dengan sinis. "Mau apa lo? Kepo ya?" Gue bergurau.
"Idih. Penasaran doang. Buat siapa, sih? Cepet banget move on dari Yumna."
"Nggak usah banyak bacot, ketek kebo."
Erick mencebik sebal akibat perkataan gue. Tapi, masa bodoh juga. Bukan urusan gue.
Hingga akhirnya guru pembimbing memasuki kelas, gue buru-buru membereskan kertas-kertas pastel tadi. Saking terburu-burunya, gue nggak sengaja menjatuhkan satu kertas berwarna pink. Tapi, gue kalah cepat. Kertas itu diambil Erick, dan Erick membacanya sedikit nyaring.
"Untuk Yumna, gadis yang sempat aku sakiti..."
Gue berusaha merebut kembali kertas tersebut. Namun sayang, guru pembimbing nggak bisa diajak kompromi.
"Fannan, kalau sekiranya kamu nggak mau ikut bimbel hari ini, silahkan keluar kelas."
Akhirnya, gue mengalah. "Maaf, bu. Saya ikut belajar kok hari ini."
Akhirnya, kartu as gue dipegang oleh Erick sialan.[]
***
Yeay! Akhirnya update😝
Semoga suka, dan selamat membaca!
Terimakasih untuk kannanpan yg udh bikinin cover yg super duper lucu! Suka banget💕 Cover lainnya ada di media ya!
YOU ARE READING
Last
Short Story"How long our heart will last?" Copyright © 2017 by Yasmin Nur Azizah #1 on #TrueShortStory (17/11/2018)