Namira’s POV
“NAMIRAAAA!”
Secepat kilat Namira memalingkan wajahnya, dan tidak salah lagi, Ayah dan Ibu sudah berdiri di depan pintu kamarnya dengan senyum tiga jari yang terpancar di wajah mereka.
“Kenapa kamu nggak kasih tau Ibu sih kalo kamu lagi hamil! Untung Dani buru-buru nelfon Ibu sama Ayah tadi.” Ibu langsung memeluk tubuh mungil Namira dan mengguncang-guncang tubuh putrinya itu ke kanan dan kiri tanpa melepaskan senyum dari wajahnya sedetikpun.
“Dani! Kamu harus jaga anak kesayangan Ayah ya. Kalo sampe ada apa-apa sama Nami dan calon cucu pertama Ayah, Ayah jamin kamu bakal Ayah gantung di depan tiang bendera apartemen ini!”
“Ayah, Ibu… tenang dong…” ucap Namira sambil tersenyum. Ia sudah mengira akan seperti ini respon kedua orangtuanya saat mereka mendengar kabar kehamilannya.
“Gimana bisa tenang, dari hari pertama rencana Ibu ngejodohin kalian, Ibu udah nggak sabar mau gendong cucu pertama Ibu, tau nggak!”
“Ayah juga! Tadi kita juga sempet-sempetin mampir sebentar ke baby shop untuk ngebeliin kado kabar kehamilan kamu lho Nami.”
Mata Namira langsung terbelalak, kado kabar kehamilan? Bukannya biasanya kado dikasih pada saat melahirkan?
“Dani! Cepetan dong bawa kesini kado dari Ayah sama Ibu!”
Dani hanya tersenyum menahan tawa melihat kelakuan mertuanya itu. Namira mengikuti tubuh Dani yang keluar dari kamar tidurnya, tidak butuh waktu lama untuk Namira menangkap kehadiran tubuh Dani kembali di kamarnya.
“OH MY GOD!” Namira tercengang, matanya terbelalak tidak lepas dari dua benda yang ditenteng Dani dengan susah payah ke dalam kamar mereka. “Ayah! Ibu! Oh my god! Itu semua buat siapa?”
“Ya buat cucu pertama Ibu lah Nami! Kamu ini kok udah mau jadi ibu masih error aja. Ibu yakin anak kamu sama Dani nanti pasti perempuan, makanya Ibu beliin boneka teddy bear itu. tapi, ada yang ngotot gitu deh kalo anak kalian laki-laki.” Jawab Ibu sambil melirik kea rah suaminya.
“Karena itu Ayah juga beliin cucu pertama Ayah mobil-mobilan itu!”
“Dan, kamu yakin ada tempat yang cukup untuk naro barang-barang itu di apartemen ini?”
Dani melirik kea rah boneka teddy bear yang tingginya kurang lebih menyampai dadanya itu, lalu matanya beralih ke mobil-mobilan yang dilengkapi dengan aki dan mesin sungguhan untuk berjalan layaknya bom-bom car.
“Tenang aja Sayang, nanti aku yang atur.” Jawab Dani tidak bisa menutupi kebingungannya. “Ayah, Ibu, tadi Dani pesenin makan siang untuk kita semua. Gimana kalo kita makan siang dulu biar sekalian Namira nya juga makan siang.”
“DANIIIIIIIII”
Namira menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Kedua orangtuanya masih heboh di dalam kamarnya mengenai kandungannya, kini Ia sudah dapat menebak siapa yang sedang teriak-teriak di depan pintu apartemennya.
“NAMIRA NAMIRA NAMIRA!” Suara teriakan Mamanya Dani sudah menggelegar ke seluruh penjuru ruangan apartemennya. Dan begitu Namira dapat melihat wajah Mama mertuanya itu, bukan langsung memeluk Namira, Mama malah memeluk Ibu sambil berputar-putar dan menggoyakan tubuh mereka ke kanan dan kiri sambil bernyanyi-nyanyi yang hanya berisikan lirik ‘Kita punya cucu’ berulang-ulang itu.
“Dani, cepet bukain pintu, itu pasti tukang yang tadi Papa suruh bawain kado buat cucu Papa kesini, buruan!”
“Kado?” Tanya Namira yang langsung menatap Papa mertuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We A Couple?
Romance"Oh my god! Diem kamu, jangan pernah sentuh aku atau..." Namira melirik ke sekelilingnya, "Aku panggil security!" Namira bertahan di posisinya, di ujung balkon apartemennya dengan Dani, yang kini sudah sah menjadi suaminya, dua belas jam yang lalu...