12 - Heartbeat

322 63 18
                                    

***

Mungkin ini yang namanya takdir.

Setelah sekian lamanya tidak bertemu, secara tidak sengaja kami bertemu lagi dengan cara yang sama seperti dulu.

Aku tak pernah mengira hal ini akan terjadi dalam hidupku. Aku kira kita takkan bertemu lagi karena aku pergi jauh ke Canada.

Aku lupa, bahwa Jiyeon seonsaengnim adalah orang Korea. Aku lupa!

Bedanya sekarang dan dulu adalah jadwal olahraga kami itu sekarang hari Senin. Jiyeon seonsaengnim juga nampaknya lebih banyak waktu untuk di sini, kira-kira apa ya pekerjaannya sekarang? Apa dia jadi guru honor?

"Eyy tidak mungkin! Dia 'kan lulusan S2, masa jadi guru honor!"

"Kenapa Mark?" Tanya Taeyong hyung padaku.

Aku menggeleng cepat dan memakan buah potong yang disiapkan oleh Ibuku. Ah iya kalian sudah tahu kalau rumah kami pindah? Kami pindah ke rumah yang lebih besar dari yang sebelumnya, bahkan ada kolam renangnya! Keren 'kan?!

"Kau memikirkan apa sih?"

"Rumah."

"Rumah? Kenapa kau memikirkan rumah?"

"Rumahnya sangat luar biasa besar dan bagus, aku jadi merasa takjub dan tak henti-hentinya membicarakan rumah ini." Kataku sambil makan buah lagi.

"Ah begitu. Lalu bagaimana dengan sekolahmu? Sayang ya padahal kamu tetap sekolah disana dan tak usah pakai acara pindah segala."

"Aku merindukan kalian jadi aku ingin pindah."

Taeyong hyung mengerutkan dahinya, dan tak lama tersenyum misterius padaku. Aneh.

"Ada apa dengan senyumanmu Hyung? Kau sedang memikirkan hal yang tidak-tidak ya?"

"Merindukan kami atau merindukan Jiyeon?"

"UHUK!!! UHUK!!! A-apa katamu?!"

"Tuh kan! Kau kemari hanya karena merindukan Jiyeon! Ya bocah tengik! Lupakan Jiyeon dan fokus sekolah! Kau itu baru menetas dari kepompong jadi ulat, jangan so deh!"

"Apa sih yang kau bicarakan? Aku kemari memang karena merindukanmu! Bukan karena hal lainnya, lagian disana tidak seperti disini, teman-temannya membosankan."

Benar, aku merindukan Taeyong hyung, Ibu dan Ayah, dan juga yang lainnya. Tapi ... Aku lebih merindukan Jiyeon noona.

"Hyung, apa kau percaya pada takdir?"

"Tentu saja! Kalau kau tidak percaya pada takdir berarti sama saja tidak percaya pada Tuhan. Kenapa memangnya?"

"Aku merasa ini adalah takdirku."

"Cih, apa sih yang kau bicarakan? Aku sungguh tidak mengerti! Oh! Jangan-jangan kau habis berbuat dosa sehingga kau jadi aneh seperti ini? Begitu ya?"

"Tidak! Bukan begitu!"

Yah kurasa ini memang takdirku untuk bertemu lagi dengan Park saem.

.

.

.

Besoknya, Mark berangkat ke sekolah diantar oleh Taeyong, sekalian ke tempat kerja katanya.

"Jangan lupa nanti sore ada acara pertemuan keluarga."

"Entahlah, aku tidak bisa menjamin akan datang. Soalnya aku ada latihan basket, aku ini anggota baru di tim." Jawab Mark sambil menggendong tasnya sebelah.

Taeyong mengangguk paham, dan kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari dompetnya.

"Ini kartu bus dan kartu kredit."

My First and Last✔ || Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang