I miss you, Freya

33 1 1
                                    


Satu minggu berlalu. Aku masih disini. Memainkan peranku sebagai anak yang baik bagi papa dan matir (*sebutanku untuk mama tiri. Maksudku untuk istri papa). Mama tiriku lebih muda 10 tahun dari papa. Namanya Onna. Kulitnya sangat putih. Tubuhnya tinggi dan langsing. Pantas saja papa mengaguminya. Uppss.. maafkan anakmu ini mama. Mama tetap Mama terhebat yang aku punya.

"Freya.. selamat pagi. sekolah kamu gimana?" Matir menghampiriku disisi taman.

"Baik bu.." aku menjawab seadanya. Tak ingin kelebihan kata. Atau bahkan kekurangan kata.

"Kalo cinta?" Tanya matir lagi. Kali ini dia memberiku senyuman.

Cinta? Bagaimana mungkin seorang wanita yang mengambil papa dariku mengerti arti cinta? Kau hanya tahu keegoisanmu, matir.

"Freya.. Handphone kamu getar" teriak matir. Tampaknya matir telah memanggilku berulang kali. Aku terlarut dalam pikiranku sendiri.

"WHAT?" Aku histeris. Pengirim pesan itu adalah  itu Nando.

"Aku permisi bu." Aku segera menghilang ke kamarku.

From : Nando Leman
Freya.. where are you. I've been looking for you.

Jadi sekarang kau mencariku? Great boss!!

From : Me
I here. Still.

Aku membalas pesan Nando secepat mungkin. Aku hanya tak ingin dia menunggu terlalu lama.

"Nando.. aku masih disini. Bertanya-tanya apa aku masih mencintaimu.." Aku berbisik tanpa ada siapapun disana.
Handphoneku kembali bergetar.

From : Nando Leman
Go home please.

Apa yang aku harapkan saat kembali ke sana, Nando? Aku mengharapkan kau hanya menatapku. Hanya saja kenyataannya kau menatap gadis lain tepat dihadapanku.

Handphone itu kembali bergetar. Tampaknya Nando serius menginginkan kepulanganku.

From : Nando Leman
I miss you, Freya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Bisakah kau akhiri saja?

From : Me
Really?

Freya menatap keluar kamar. Papanya sedang duduk bersama matir. Mereka terlihat sangat bahagia. Mereka seperti sedang membicarakan sesuatu. Sesekali mereka melihat kearah Freya.

"Papa.. can i ask you something?" Freya mendekati papa. Papa menganguk pelan dan mempersilahkan Freya duduk di sebelah kanan papa.

"Ibu permisi ambil cemilan dulu ya Freya." Tanpa basa-basi matir segera beranjak meninggalkan ruang keluarga dan menyisakan Freya dan papa.

"Pa.. aku bisa pulang hari ini? Nando mau ketemu Freya." Freya memohon.

"Freya.. kamu dan Nando..." papa mengerutkan kening. Freya tahu maksud perkataan papa. Ya.. ya.. yaa papa  .. seandainya aku bisa bilang ke papa kalo aku memang berharap jadi pacarnya. Huftt.. sayangnya kami bahkan sangat jauh dari pacaran atau apapun itu.

"Teman Pa.. " Freya menatap papanya kesal.

"Ok.. kalo ada yang mau Fre cerita ke papa dan mama Onna, kita siap dengerin. Ok sayang?" Papa mengecup kening Freya.

Papa.. aku benci kalimat itu. Kau tahu aku punya mama. Bahkan untuk mengharapkan kau disisiku saja sulit. Aku tak bisa memimpikan memilikimu secara utuh, papa. Kau milik Onna. Tak akan pernah jadi milikku ataupun mama, ataupun milik kami.

"So.. i'm ready to go." Freya beranjak dari sofa berwarna merah maron itu.

"Where you wanna go?" Matir meletakan 2 toples kaca berisi keripik di meja.

"Home?" Freya tersenyum. Lalu pergi mengambil ranselnya.

Dimanapun tempatnya bisa menjadi rumah, jika kau bersama orang-orang yang kau cintai. Itulah rumah bagi Freya Keen. Ya, rumah itu saat Freya bersama mama dan papa. Atau mungkin seharusnya seperti itu. Namun Freya harus menerima kenyataan bahwa rumahnya akan selalu tak sempurna.

"Freya, ibu akan merindukanmu" Matir tersenyum dari depan rumah bernuansa alam itu.
Ya, rumah Papa sangat keren menurutku. Cat dindingnya berwarna putih dengan dihiaskan bambu-bambu di sekitarnya seperti hutan bambu. Kemudian dinding pembatas antar ruangannya diganti dengan kaca transparan dengan pemandangan taman ditengah rumah yang penuh dengan bambu dan bunga. Hijau. Rasanya seperti berada di alam bebas.

"Thanks bu." Aku membalas senyumnya.

Hari ini berlalu dengan cukup baik. Berawal dari Nando dan I miss you Freya darinya, dan di sinilah Freya. Duduk memandang Lensy dengan sangat bosan.

"You know what? Freya ini sudah terlalu larut." Lensy memandang sahabatnya yang duduk dengan wajah memelas.

"Ya.. mungkin ini sudah terlalu larut untuk mamanya Nando ngizinin dia keluar." Freya menatap keluar pagar rumah Lensy. Tak ada tanda Nando akan datang.

"Freya.."

"Mungkin kamu harus berhenti menunggu" Lensy mendekati gadis malang dihadapannya.

"Iya.. maaf ya buat kamu juga ikut-ikutan nunggu Nando." Freya mengikat rambutnya yang sejak tadi dibiarkan terurai.

"Freya.. maksudku.. kamu benar-benar harus berhenti menunggu Nando.." Lensy menatap Freya lekat-lekat. Ada penegasan dalam kalimat Lensy.

"Kenapa .. "

"Tapi dia bilang dia merindukan aku"

"Dia memintaku untuk menunggunya, Lensy"

Suara isak Freya mulai terdengar. Lensy mengambil jaket biru miliknya lalu menutup tubuh Freya.

"Mungkin dia bilang gitu cuman mau kamu sadar.. dia tak bermaksud untuk kembali memelukmu, Freya."

"Dia hanya mau kau disisinya. Bukan sebagai Freya Keen gadis pujaannya dahulu, tapi sebagai Freya Keen sahabat yang ia sayangi". Lensy memeluk Freya.

"Kamu kuat, Freya. Kau dulunya lebih dari kau yang sekarang. Isn't, Lensy?" Freya menatap lurus kedepan. Menatap kepada sesosok gadis yang acak-acakan. Baju dan celana hitam miliknya tampak menyeramkan. Sama gelapnya seperti hatinya.

"I miss you, Freya."

"I miss the old you." Bisik sosok dalam pantulan kaca jendela.

Shouldn't come backTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang