"Sang ombak datang hanya untuk mengikis batu karang. Mengikis. Bukan menghancurkan." Lensy menatap Freya yang sibuk dengan ps miliknya.
Satu minggu yang lalu Freya kembali ke rumah Mamanya dan tepat malam itu juga dunianya runtuh. Itu sebabnya kamar Lensy saat ini terkena imbasnya. Freya memainkan kartu di atas tempat tidur, makan dan minum disana. Tak apa jika Freya hanya makan dan minum. Tapi yang membuat Lensy kesal adalah Freya makan sambil bermain ps miliknya lalu menumpahkan segala yang ia makan setiap kali ia kalah.
"Yeyy!! Aku menang.. wuu" Freya melompat kegirangan. Tanpa sadar ia menyenggol toples biru disampingnya. Kacang dari dalam toples berhamburan dikasur Lensy.
"Freya... are you kidding me?" Lensy menutup mata dengan bantal. Menandakan bahwa ia menyerah pada gadis yang satu ini.
"Sorry..." Freya segera membereskan tumpahan kacang.
"Matiin psnya." Kata Lensy datar. Tanpa banyak bicara Freya mengikuti perkataan Lensy. Keduanya kembali terdiam. Lensy terlihat sangat kesal.
"Lensy.. maaf" Freya mendekatkan diri. Mencoba membujuk sahabatnya itu.
"Lensy.. aku benaran ngak sengaja." Freya mengambil langkah panjang lalu segera memeluk Lensy.
"Terserah."
"Lensy.. maaf"
"Maaf aja terus"
"Aku ngak ulang. Aku janji deh. Ini terakhir kalinya aku makan sambil main ps di kasur."
"Kamu janji loh..." Lensy menatapku lekat-lekat.
"Ia deh. Maaf yah Lensyku" Freya memeluk Lensy lagi.
"Tadi kamu bilang apa Len? Sebelm kejadian ini." Freya tersenyum geli.
"Sang ombak datang hanya untuk mengikis batu karang. Mengikis. Bukan menghancurkan." Lensy mengulangi perkataannya.
"Lalu jika ombaknya pergi?" Freya mengambil handphone samsung putih milik Lensy.
"Entahlah.. Ombak selalu pergi bukan?" Lensy merampas handphonenya dari tangan Freya.
"Ku rasa dia tak hanya pergi. Mungkin dia bergabung dengan ombak yang lain untuk kembali menabrak batu karang." Freya menatap kesal pada sahabatnya itu.
"Mungkin dia hanya ingin ada selang waktu hingga batu karang itu hancur" Lensy tersenyum.
"Mungkin dia menikmati segalanya itu." Freya tersenyum nakal.
"Kenapa kau tersenyum seperti itu? " Lensy menatap Freya kesal.
"Kenapa? Aku dilarang senyum?"Freya tertawa.
"Ngak.. hanya saja... kau tahu ... kau batu karangnya. Lalu Nando Ombaknya. Kau tak seharusnya tersenyum, Freya." Lensy tersenyum nakal. Lensy seperti sedang memenangkan perlombaan.
Ya, sepertinya kau benar Lensy. Mungkin memang butuh waktu bagi Nando untuk menghancurkanku. Mungkin Nando menikmati saat-saat itu.
"Oh.. jadi dari tadi kamu buat kalimat ini untuk aku?" Freya menarik rambut sahabatnya itu. Lensy tak berhenti tertawa.
Lensy dan Freya sering melakukan hal itu untuk mengolok satu sama lain. Memberikan peribahasa ataupun kalimat yang mereka ciptakan. Kadang terasa menyenangkan. Namun kadang berakhir dengan aksi jambak-jambakan.
"Freya.. stop please.. you hurt me.." Lensy mengangkat tangannya tanda ia menyerah.
"Kau masih ingat Proverb yang kamu buat dulu?" Lensy merapikan rambutnya yang sejak tadi diacak-acak oleh Freya.
"Yang mana?" Freya berdiri, merapikan baju kaos biru yang melekat ditubuhnya.
"Itu... yang tentang duri" Lensy melirik kearah Freya.
"Kau mencintai dia yang berduri." Freya kembali berbaring disamping Lensy.
"Jadi.. kau atau Nando yang mempunyai duri?" Lensy mengerut keningnya.
"Mungkin kami sama-sama mempunyai duri." Freya menarik nafas dalam-dalam.
Rasanya aneh saat kau harus mendengar nama pria yang kau cintai selama bertahun-tahun. Lebih aneh lagi saat kau mendengar nama itu pada masa dimana kau ingin menghapus semuanya. Semuanya!"Atau mungkin kau hanya terlalu lemah untuk memberinya duri. Sehingga kau memeluknya yang berduri tanpa duri ditubuhmu." Lensy mulai berasumsi.
Ya, Lensyku yang penuh dengan khayalan dan pendapat itu mulai beraksi."Dan terluka" Lensy dan Freya kompak bergumam tentang akhir dari proverb Freya.
"Atau mungkin, Nando bahkan tak mempunyai duri. Maybe you had." Lensy terlihat sangat serius dengan perkataannya.
"Lensy... kamu durinya. Kamu lagi cabik-cabik hati aku sekarang" Freya menarik pelan baju kaos putih yang melekat di tubuh Lensy
"Ok. I stop this.. sorry." Lensy melangkah meninggalkan Freya.
"Freya.. kau ingat yang Nando bilang ke kamu hari itu?" Lensy berhenti tepat dikaca kamarnya. Memperhatikan cerminan dirinya disana.
"you know something like take all?." Lensy berbalik.
"Maksudmu.. ambil semua yang ada padaku?" Freya menatap Lensy lekat-lekat. Memperkirakan apa lagi yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya itu.
"Kau tahu itu bukan hal yang mudah untuk diucapkan. Maksudku, mungkin Nando punya segalanya untuk diberikan padamu..." Lensy kembali menatap dirinya dari cermin.
"atau mungkin dia sebenarnya tak punya sesuatu yang kau butuhkan sehingga ia berani mengucapkan kalimat itu." Lensy melirikku. Lensy terlihat kuatir. Aku bisa marah kapan saja karena pemikirannya yang sangat mendalam itu.
"Apa kau mencoba membuatku kesal?" Freya melempari Lensy dengan bantal berwarna ungu.
"Sorry.." Lensy tersenyum.
Apa tema percakapan hari ini adalah proverb to Freya? Lensy.. why you do that? Aku menghentikan percakapan ini bukan karena aku marah padamu, Lensy. Tapi aku takut. Aku takut yang kau bicarakan itu benar. Karena dalam setiap kemungkinan yang kau buat, aku adalah sesuatu yang selalu terluka. Saat aku dan Nando mempunyai duri, bisakah aku memilikinya? Tidak. Saat hanya Nando yang memiliki duri, dengan sendirinya Aku akan terluka. Lalu saat hanya aku yang memiliki duri, aku akan kembali terluka.
"Jika duri itu adalah cinta, akupun pasti akan terluka, karena Nando bahkan tak memiliki cinta untukku." Bisik Freya.
Meskipun tak memiliki duri, dia mampu melukai aku, yang berduri tanpa duri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shouldn't come back
RomanceKita pernah saling mengejar. Saling mendapati, saling menghancurkan. Lalu kembali memeluk cinta. Rentetan itu berulang terus menerus. Aku, Freya Keen dan dia, pria yang ku harapkan, Nando Leman. Kita memeluk rasa namun tak merasakan rasa. Karena aku...