Urf Shohih dan Urf Fasid

11.7K 5 0
                                    

'Urf menurut sebagian ulama usul fiqh disamakan dengan adat istiadat yaitu kegiatan dalam masyarakat yang sudah lazim dilaksanakan dan itu berlangsung turun temurun. Meskipun ada yang menyamakan dengan adat istiadat tetapi ada yang menganggap bahwa 'urf dan adat istiadat itu berbeda.

Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya, 'urf terbagi atas:

a. 'Urf Shohih, yaitu adat istiadat yang tidak bertentangan dengan nash-nash yang ada dalam Hadist maupun dalam Alqur'an. Selain itu merupakan adat istiadat yang telah diterima oleh masyarakat, luas dibenarkan oleh pertimbangan akal sehat, membawa kebaikan, menolak keruskan. Contoh: jual beli bahan makanan yang menurut kebiasaan diukur dengan takaran, suatu ketika dapat saja berubah menjadi diukur dengan timbangan.

b. 'Urf Fasid, yaitu adat istiadat yang bertentangan dengan nash-nash dalam Alqur'an maupun Hadist. Selain itu adat istiadat yang sudah mapan dalam kehidupan masyarakat, tetapi tidak dapat diterima oleh pertimbangan akal sehat, mendatangkan mudhorot, menghilangkan kemaslahatan dan bertentangan dengan ketentuan syara'. Contohnya berjudi, minum khomr, dan mengamalkan riba'.

Dalam Hadist Nabi diungkapkan bahwa apa yang dianggap baik oleh seorang muslim maka Allah menganggap baik hal itu. Selain itu, dalam Alqur'an ada beberapa ayat yang mempergunakan perkataan ma'ruf yang berarti patut menurut adat kebiasaan. Dalam surat alhajj: 78; juga menyatakan bahwa Allah tidak menjadikan kesempitan dalam agama. Karena itu, mengukuhkan berlakunya urf yang tidak bertentangan dengan nash akan menghilangkan kesempitan dalam kehidupan manusia.

Pada zaman dahulu, banyak sekali adat istiadat dalam masyarkat kita sebelum agama Islam datang. Tetapi setelah Islam datang, maka adat yang fasid diperbaharui oleh penyebar agama Islam. Dulu ada kebiasaan membawa makanan ke tempat-tempat yang angker karena dianggap ada penghuninya maupun di pohon-pohon besar. Tetapi setelah Islam datang, adat yang seperti itu tidak dihilangkan begitu saja, tetapi diislamisasikan. Makanan tidak lagi dibawa ke tempat-tempat yang seperti itu tetapi lebih sederhana di rumah-rumah penduduk dengan didoakan oleh seorang ulama, meminta pada Allah SWT apa yang menjadi keinginannya. Makanan itu bukan untuk sesaji tetapi dimakan bersama-sama dan dikenal masyarakat kita dengan kenduri.

Hal ini sama dengan pengharaman khomer. Ketika itu Islam tidak langsung mengharamkan khomr, tetapi dengan bertahap. Pertama khomr dibolehkan, namun Al-Qur'an memberi pengertian bahwa dalam khomr itu mengandung banyak mudhorot. Setelah itu, ayat kedua turun. Al-Qur'an melarang para shohabat sholat dalam keadaan mabuk. Ayat ketiga turun dengan mengharamkan minum khomr dan menjelaskan bahwa khomr adalah najis dan memerintahkan untuk menjauhi khomr dan dikuatkan lagi setelah itu dengan hukuman bagi orang yang meminum khomr dengan 40 cambukan.

Kejadian tersebut menandakan kehatian-hatian Islam tentang cara merubah adat kebiasaan yang ada pada zaman jahiliyah dan masih dilaksakan oleh sebagian shohabat. Bagaimana untuk mengharamkan sesuatu perlu dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian dan mengajarkan kita bahwa melarang sesuatu itu tidak harus dengan seketika tetapi dapat dengan berangsur-angsur. Hal ini pula yang dilakukan para penyebar agama Islam di nusantara.

Selain urf yang fasid di masyarakat kita ada adat yang shohih. Contohnya bila seseorang meninggal, maka akan diperingati oleh keluarga dengan mengundang orang-orang desa untuk bertahlil dan memohon ampun bagi si mayat. Biasanya doa orang banyak itu lebih maqbul. Dilaksanakan pada 7 hari meninggalnya si mayat, 40 hari, 100 hari, 1000 dan seterusnya. Penentuan hari tersebut merupakan bagian dari 'urf yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadits. Maka penentuan hari tersebut adalah urf yang dapat diterima ('urf shahih).

Masalah urf adalah masalah yang sangat sulit menentukan hukumnya karena setiap daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda. Apa yang dianggap baik oleh suatu kelompok belum tentu dianggap baik oleh kelompok yang lain, begitu sebaliknya. Mari kita menengok ke belakang ketika Nabi Muhammad Saw akan mengutus Sayyidina Mu'adz bin Jabal ke Yaman untuk bertindak sebagai hakim. Nabi bertanya kepada Sayyidina Mu'adz: "Apa yang engkau lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus diputuskan?" Sayydina Mu'adz menjawab: "Aku akan memutuskan berdasarkan ketentuan yang termaktub di dalam kitab Allah (Al Qur'an )" Nabi bertanya lagi: "Bagaimana jika di dalam kitab Allah tidak terdapat ketentuan tersebut?" Sayydina Mu'adz menjawab: "Dengan berdasarkan Sunnah Rasul SAW." Nabi bertanya lagi: "Bagaimana jika ketentuan tersebut tidak terdapat pula di dalam Sunnah Rasul?" Sayydina Mu'adz menjawab: "Aku akan berijtihad dengan fikiranku, aku tidak akan membiarkan satu perkara pun tanpa putusan." Lalu Rasullullah menepuk dada Sayydina Mu'adz seraya mengatakan: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufiq kepada utusanku untuk hal yang melegakanku."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2010 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Urf Shohih dan Urf FasidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang