Angin musim semi berhembus hangat menerpanya. Ia merapikan rambut biru panjangnya yang tertiup angin, memandang takjub kelopak-kelopak merah muda yang beterbangan di udara. Pemandangan yang tiap tahun ia jumpai, namun selalu berhasil membuatnya terpana.
"Cantik..." bisiknya lirih. Senyum terukir di bibirnya.
Hari ini adalah hari pertama ia memasuki dunia perkuliahan. Kegiatan perkuliahan sudah dimulai sejak sebulan lalu, namun karena suatu hal ia baru bisa menginjakkan kakinya sekarang.
Awalnya ia ragu untuk memilih universitas ini, namun melihat Sakura membuat hatinya tenang. Mungkin ini memang awal yang bagus untuknya—setidaknya ia pikir begitu, sampai sebuah suara menyapanya dan membuatnya harus berpikir ulang.
"Tetsuna...?"
Senyum luntur dari wajahnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika ia mendapati sesosok pemuda yang berdiri tak jauh di depannya. Ia menatap tak percaya pemuda bersurai merah yang balik menatapnya terpaku.
"Akashi-kun..."
Dan ia menyesali pilihannya saat itu juga.
..
..
..
Kenapa... kenapa dia bisa ada di sini?
Ini di luar perhitungannya.
Akashi Seijuro, kapten tim basket Teiko dan salah satu anggota Generasi Keajaiban.Tiga tahun berlalu sejak terakhir kali ia melihat pemuda itu, lebih tepatnya sejak hari kelulusan mereka di SMP Teiko. Setelahnya semua anggota Generasi Keajaiban melanjutkan sekolah di SMA yang berbeda, termasuk Akashi yang memasuki SMA Rakuzan di Kyoto.
Ia sendiri memilih untuk bersekolah di Seirin dan menjalani kehidupan SMA-nya dengan tenang. Melupakan teman-temannya, melupakan basket, melupakan Akashi...
Dadanya berdenyut nyeri. Ia mengernyit.
"Stop!"
Tersentak, Kuroko membuka mata dan menghentikan gesekannya pada violin yang tengah ia mainkan. Di depannya seorang wanita tengah memandangnya dengan dahi berkerut dan raut tak puas.
"Sudah tiga kali kau melakukan kesalahan, Kuroko-chan. Aku tak berpikir lagu ini terlalu sulit untukmu."
Kuroko menunduk.
Kahoko Hino, wanita itu, menghela nafas. "Entah kenapa ini mengingatkanku pada awal aku melatihmu saat kau baru memasuki SMA. Ada yang mengganggu pikiranmu?"
Kuroko menurunkan bow-nya, memegangnya erat. "Maaf."
Suara decitan kursi terdengar. Selanjutnya ia mendongak ketika sebuah tepukan mendarat kepalanya. Hino berdiri di depannya, menatapnya serius.
"Emosi yang tak penting tidak diperlukan dalam permainan, Kuroko-chan. Kecuali kau bisa mengubahnya menjadi senjatamu, oke?"
Kuroko yang menyadari kesalahannya hanya mengangguk. "Aku mengerti, sensei."
"Bagus. Aku berharap banyak padamu." Wanita itu tersenyum lembut. "Baiklah, hari ini cukup sampai di sini. Sampai jumpa besok lusa di mata kuliah jam pertama."
Kuroko memandang Hino sensei yang perlahan menghilang di balik pintu, sebelum kemudian merapikan violin beserta buku partiturnya dan bergegas keluar dari ruang musik. Ia berhenti di depan pintu yang tertutup, mendesah pelan.
Fakultas Musik adalah pilihan utamanya ketika memasuki universitas ini, tepatnya jurusan Violin. Ia telah belajar bermain violin sejak usia 6 tahun, saat yang sama ketika ia mengenal basket dan menggelutinya sebagai hobi. Berbagai macam kompetisi violin telah ia ikuti, bahkan banyak diantaranya berhasil ia menangkan. Orang-orang menyebutnya jenius. Namanya terangkat dan ia menjadi violinis muda yang diperhitungkan.
Roda takdir mulai berputar saat ia menginjakan kaki di SMP. Ia bertemu dengannya. Sosok yang membuatnya jatuh cinta pada basket. Sosok yang pernah membuatnya berdebar-debar.
Akashi Seijuro. Cinta pertamanya.
Mengikuti pemuda itu, ia mendaftarkan diri sebagai manajer klub basket Teiko. Ia pun memutuskan untuk berhenti bermain violin sejenak agar dapat fokus membantu tim. Tidak berhenti sepenuhnya memang, karena ia selalu menyempatkan diri untuk berlatih setiap malam seusai kegiatan klub. Bagaimana pun ia tak ingin kemampuannya menurun meski ia tak lagi mengikuti kompetisi sejak saat itu.
Semua berjalan dengan lancar. Setiap waktu terasa menyenangkan. Ia mendapatkan banyak teman baru yang baik, termasuk Akashi yang hanya bisa ia perhatikan dan kagumi secara diam-diam.
All seems perfect.
Hingga menjelang kelulusan, semuanya berubah.
Ia memutuskan melanjutkan SMA di Seirin dan kembali fokus bermain violin. Selama tiga tahun ia berusaha menghindari basket. Melihat bola bundar berwarna oranye itu selalu mengingatkannya pada Akashi, membuat dadanya sesak. Ia juga memutus kontak dengan semua anggota tim.
Ia terus bermain violin. Kevakumannya di dunia itu seakan menjadi hal yang tak berarti dengan piala dan penghargaan yang berturut-turut ia menangkan. Panggung internasional bahkan berhasil dijamahnya, membuat beberapa beasiswa dari sekolah musik luar negeri datang membanjiri. Namun ia menolak, dan lebih memilih beasiswa yang ditawarkan Tokyo University, salah satu universitas terkemuka di Jepang.
Banyak yang menyayangkannya, termasuk guru violinnya yang merupakan dosen musik di univeritas itu, Hino sensei. Tapi ia berusaha menghiraukannya. Bagaimana pun ia memiliki alasan tersendiri atas keputusannya.
Meski kini keraguan dan penyesalan mulai merambat.
Setelah terlambat masuk sebulan dikarenakan kompetisi di Italia yang diikutinya, ia tak menyangka orang pertama yang akan ia temui saat menginjakan kaki di kampus adalah orang yang paling dihindarinya.
Mata Kuroko meredup. "Akashi-kun..."
Credit video: SeJeong - Flower Road (Inst.) (Pineapple K-Music For You)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated to You {AkaKuro}
FanfictionTakdir seolah mempermainkan Kuroko Tetsuna saat ia kembali dihadapkan dengan masa lalu yang berusaha dihindarinya selama tiga tahun ini, Akashi Seijuro. Akankah pertahanannya runtuh dan ia kembali jatuh pada pemuda itu? Akaxfem!Kuro, College!AU