53 | Persiapan (6)

135 18 5
                                    

Aku, Panca, dan Mas Panji sudah siap untuk melakukan eksekusi hari ini, maksudku prosesi 'melarikan diri' sebelum menghadiri konferensi pers untuk menghentikan 'Skandal Maheswara' yang semakin hari semakin bertambah panas. Sebenarnya, kami sudah siap dari satu jam yang lalu di ruang tengah menunggu Ayu dan perempuan tidak waras. Aku meminta Ayu mengurusnya karena memang ia satu-satunya perempuan di antara kami, sekaligus juga orang yang mampu 'menjinakkan' perempuan tidak waras agar tidak banyak berulah seperti yang sudah-sudah.

Panca dan Mas Panji sedang mengatur rencana jalannya eksekusi ini. Telingaku mendengar suara mereka yang saling melempar ide. Sesekali mereka berdebat karena pendapat yang tidak sesuai dengan rencana. Aku duduk di sofa terpisah sembari berselancar di dunia maya untuk mencari titik terang berita buruk yang menimpaku sekarang. Namun, bukan berarti aku tidak peduli dan menyerahkan rencana eksekusi pada Panca dan Mas Panji begitu saja. Aku terus mendengarkan mereka dari sofaku dan ikut berkomentar jika pendapat mereka ada yang dirasa beresiko menggagalkan rencana.

"Skandal Maheswara. Skandal Maheswara. Skandal Maheswara." Aku membaca ulasan demi ulasan tentangku di ponsel, mulai dari portal berita hingga media sosial. Dengan gusar, aku terus menggeser layar ponsel, berharap menemukan hal lain yang lebih menarik. "Mengapa isinya 'Skandal Maheswara' semua?" geramku jengkel. "Apakah tidak ada hal lain yang bisa mereka bicarakan?"

"Kami datang!" Suara cempreng Ayu terdengar di telingaku.

Aku, Panca, dan Mas Panji berhenti dari kegiatan masing-masing. Perhatian kami sontak tertuju pada Ayu yang tengah berlari menuruni tangga dengan cepat. Aku bernapas lega. Akhirnya, Ayu muncul juga. Aku pikir Ayu baru akan selesai mengurus perempuan tidak waras itu seratus tahun lagi.

"Maaf sudah menunggu lama. Persiapan wanita memang tidak bisa sembarangan," tutur Ayu sewaktu langkah kakinya sampai di ruang tengah.

Aku memandang heran pada Ayu. Ayu baru saja bilang 'kami datang', tetapi yang kulihat ia hanya seorang diri. Panca dan Mas Panji juga berekspresi sama denganku.

"Ada apa? Mengapa kalian semua diam?" tanya Ayu kebingungan.

"Mana perempuan itu?" Panca berbalik bertanya. "Kau bersamanya 'kan?"

"Tentu saja. Mas Judo memintaku untuk membantunya bersiap-siap," jawab Ayu.

"Lalu, mana dia?"

"Mas Panca ini bagaimana? Dia ada di ..." Ucapan Ayu terputus sewaktu memutar tubuh. "Loh? Kemana dia? Aku sudah bilang untuk mengikutiku keluar kamar." Ayu bertanya-tanya sendiri, kemudian kepalanya melongok ke atas, ke arah tangga menuju kamar. Wajahnya yang semula kebingungan mendadak berubah ceria. "Ayo, turunlah. Kami sudah menunggumu."

Tak berapa lama, tampaklah sepasang kaki menuruni anak tangga dengan perlahan, lalu disusul dengan tubuh tinggi ramping semampai. Aku terpana saat wajahnya tertangkap oleh indera penglihatanku. Aku pun berdiri dari sofa seolah menyambutnya datang, hingga langkah sepasang kaki yang sangat anggun itu berhenti tepat di hadapanku.

"Cantik," gumamku perlahan. Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku.

"Maksudnya?" Suara Panca menginterupsi.

"Apa?" Aku terperanjat dan kembali ke dunia nyata. Mataku menyapu sekeliling, dan kulihat Ayu, Panca, dan Mas Panji memandangku dengan dahi mengernyit. "Ma... maksudku rencana kita cantik. Cantik sekali. Rencananya pasti berhasil," tuturku meyakinkan.

Astaga! Perempuan tidak waras ini membuatku tidak fokus!

Sewaktu aku berpaling, aku kembali terperanjat. Perempuan tidak waras ini tengah menatapku tanpa bicara. Entah apa maksudnya. "A... apa lihat-lihat?" tanyaku seketus mungkin. "Ada yang lucu di wajahku?" Aku sungguh tidak mengerti. Mengapa aku jadi salah tingkah begini?

Get In Touch (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang