"siapa pria itu!" pungkas pria berdarah inggris itu. sambil menyodorkan saputangan dan juga tea hangat. Ellena hanya terdiam, mencoba untuk meredakan perasaannya yang meledak-ledak. Harga dirinya seolah terinjak. Ya pria itu membawa ellena kekediamannya, yang bersebelahan dengan flat milik ellena. Setidaknya pria itu berfikir jika ellena tengah membutuhkan seorang teman untuk membagi perasaan hatinya yang kalut.
"dia orang , yang mengajakku menikah. Namun aku menolaknya karena suatu alasan," jawab gadis berwajah asia itu. tak ada isak tangis lagi darinya, dia jauh lebih tenang dari sebelumnya. Bagaimana tidak terluka saat perjuangannya dicemooh orang terdekatnya sendiri, yang mana semestinya memberi dukungan semangat padanya.
"kenapa kau pergi! Apa kau tidak mencintainya." Katanya sambil menghirup aroma tea yang hangat. Sepasang mata biru itu beralih menatap gadis yang tengah berpangku tangan memegang sebuah cangkir tea hangat. Dia menghirupnya kemudian menyecap sedikit rasa tea yang begitu hangat dan manis.
"aku tidak tau!" tukasnya, kembali pada tea hangat yang turut menenangkan hatinya.
"ooh begitu rupanya! Aku mengerti. Terkadang apa yang menurut orang lain baik belum tentu untuk diri kita sendiri," balasnya meletakkan cangkir tea yang berdenting karena beradu dengan pisin yang saling beradu.
"kau benar tuan Audison," singkatnya sambil meletakkan cangkir itu dengan pelan. Dia mulai gelisah sendiri, ada hal yang menganggunya saat itu. saat melirik jam ternyata adalah waktunya dia harus melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama muslim. Dia sedikit beranjak, membuat pria itu meliriknya.
"mau pergi kemana kau!" serunya.
"aku harus segera kembali ketempatku. Ada sesuatu yang harus kulakukan, dan ini tidak bisa di tinggalkan. " balasnya.
"oh baiklah,"
"ahh... terima kasih banyak. Hari ini kau sudah mau menemaniku dan tentu untuk tea nya juga. benar-benar manis," ucapnya seraya dengan senyuman manis yang terlukis lagi diwajahnya.
"sama-sama," balas pria itu dengan sebuah senyum simpul dari sudut bibirnya.
"ahh.. aku berjanji.. aku akan mengundangmu untuk makan ditempatku. Kau harus mencoba masakan dari negaraku," pria itu hanya mengangguk menerima tawaran gadis itu, sebuah seyum simpul yang penuh arti terlukis diwajahnya.
"gadis itu berbeda!" ucapnya. Kemudian dia beranjak kemeja kerjanya yang sangat berantakan dengan berbagai laporan yang juga data-data hasil percobaan. Buku-buku tebal yang terbuka, computer yang menyala, dan beberapa tabung reaksi yang yang mengepul. Dia meraih salah satu buku tebal itu, mencoba menemukan sesuatu yang mungkin berguna utuk eksperimennya kali ini.
"apa sebenarnya gen itu? apa benar gen itu bisa direkayasa seperti kata seorang ahli biologi Gregor Mendel. Tapi kenapa sampai sekarang aku belum bisa menanam sel hidup yang stabil pada seorang penderita kanker. Apa ada yang masih belum aku ketahui," pria itu menutup buku tebal itu dengan kasar. Dan meletakkannya sembarang pada mejanya. Disaat bersamaan sebuah ketukan pintu membuatnya beranjak.
Audison membuka pintu itu, dan muncullah seorang dengan berpakaian rapi, berjas hitam dengan kemeja putih dibaliknya, serta dasi berwarna hitam, hingga membuat pria berusia matang tersebut terlihat berwibawa.
"masuklah!" ajak audison.
"tuan! Ada yang ingin aku sampaikan," mula pria itu.
"aku tau! Maka dari itu kau kemari," timpalnya dingin.
"katakanlah, Alfred," lanjutnya menatap pria itu dengan dingin.
"tuan, seperti yang anda tau, tuan besar ingin anda kembali. Dan meneruskan kepemimpinannya diwilayah barat," sambung pria itu. audison memulas seringai dingin yang menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Scientist
Science Fiction"bagaimana bisa kau mengatakan demikian," sanggahnya dengan penuh emosi yang berkilat kilat dalam hati dan fikirannya. "kenapa kau mempermasalahkannya!!" Serunya semakin membuat gadis itu tersulut. Semua mata hanya tertuju pada kedua orang yang ten...