Chapter 11: Pahit

1K 134 28
                                    


“Jungkook, apa kau ini kembaranku yang hilang?”

“Kenapa kau berpikir demikian?” sepasang alis Jungkook saling beradu.

“Aku hanya asal menyimpulkan karena ada beberapa hal yang sama...”

“Misalnya?”

“Tanda lahirmu bentuk dan lokasinya sama persis dengan yang dimiliki saudara kembarku. Selain itu, insiden penculikan yang menimpa keluargaku dengan apa yang terjadi padamu juga bisa dibilang mirip. Waktu itu ibuku sedang membawa kami berjalan-jalan dengan kereta bayi. Tempat kejadiannya juga sama, di taman tersebut...” penjelasan yang agak panjang mengalir dari mulut Jimin.

“Entahlah, mungkin hanya kebetulan? Lagipula si buruk rupa memangnya orang yang bisa dipercaya? Mungkin saja itu hanya karangan semata...”

Jimin tak menimpal ucapannya lagi, ia bergeming. Entah apa yang terpikir di kepalanya, namun ia hanya duduk dalam diam macam patung.

.......................................

Mari kita putar waktu menjadi beberapa waktu ke belakang. Tepatnya ketika Jimin dipanggil sang kepsek dan hampir dijebloskan ke penjara. Jimin menunggu beberapa lama di dalam ruangan. Kedua matanya mengedar pandang memperhatikan setiap sisi ruangan. Tiba-tiba kepala sekolah masuk dengan wajah pucat pasi.

“Pergilah, aku ingin sendiri...” ujar sang kepsek berjalan menuju singgasananya dengan pundak layu.

Jimin langsung menurut. Pisau kembali lagi di tangannya dengan mudah, sang kepsek tampaknya tak keberatan karena ia tak merespon apa pun ketika Jimin mengambilnya tanpa permisi. Bebaslah ia dari jeratan ketegangan yang terjadi di dalam ruangan menyeramkan itu.

Kini kita kembali ke masa sekarang.
Sudah kesekian kalinya gadis ini merasa sakit akibat cinta. Bukan karena putus di tengah jalan atau diselingkuhi dan semacamnya. Penyebabnya adalah cinta bertepuk sebelah tangan. Dari awal ia merasakan cinta di bangku sekolah dasar hingga kini, tak pernah ada yang terbalas. Berulang kali ia jatuh-bangun namun nasibnya begini-begini saja, seperti sudah memang takdir cintanya tak pernah terbalas. Hati rapuh gadis ini tak kuasa lagi menahan terjangan rasa sakit yang bagai ribuan panah melesat dan menusuk seluruh tubuhnya. Si gadis tak tahu harus bagaimana lagi. Ia bingung, semua teman-temannya telah merasakan bagaimana manisnya cinta yang terbalas.

Kesakitan yang ia rasakan selama ini berbuah pahit, keputusasaan datang menghampiri dan merasuki hati serta pikirannya. Fatal, tak ada setetes pun gairah hidup dalam diri si gadis. Masa depannya masih panjang, namun sayang sekali ia sia-sia kan hanya karena putus asa. Pupus semua harapannya akan cinta, pupus semua senyum manisnya, pupus semua canda-tawa yang biasa keluar dari bibirnya, pupus sudah semua kebahagiaan yang ia rasakan. Sungguh berani gadis belasan tahun ini untuk terbang bebas di udara, padahal tak ada sayap di punggungnya atau tali pengaman. Tubuhnya mulai mengikuti gravitasi, kepala si gadis alias Yuju berganti posisi menjadi di bawah dan kakinya pun sebaliknya.

“Tidak!!!” teriakan ditembakkan ke udara.

Sumber teriakan adalah dari seorang perempuan yang berumur setahun lebih tua dari Yuju. Tangan seputih kapurnya menggenggam kaki Yuju seerat mungkin. Dirinya tak sendiri, seorang lelaki ikut ambil bagian.

“Jangan bunuh diri, bodoh!” lantang lelaki itu yang biasa disebut Yoongi.

Yoongi, tidak hanya sepupu Jimin, ia juga teman masa kecil Yuju.

Bersama-sama mereka menarik Yuju kembali ke atas. Yuju duduk di bawah dengan tubuh layu, kepala terunduk lesu.

“Kenapa kau melakukan hal gila ini?” tanya Yoongi mempertontonkan air muka cemas.

Rusty Knife (Sequel Of School's Bell)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang