Kegemparan terjadi di Istana Stepa.
"Pangeran Vrizy ... sebenarnya, kamu pergi ke mana? Kenapa bisa tertusuk panah?" tanya Ratu Sezy cemas.
"Aku berburu di hutan, Ibu. Tidak sengaja, bahuku terkena panah dari pemburu lain."
"Jangan bohong, Pangeran! Aku mendengar kabar bahwa di Istana Savana ada penyusup. Dia mengacak-ngacak rak buku di kamar Raja Julio Raka. Apa itu ulahmu?" Raja Diandro berang.
"Apa sih yang kamu cari, Pangeran? Kamu masih penasaran dengan Putri Mila Nivia dari Kerajaan Savana?" Ratu Sezy menatap anaknya bingung. "Akhir-akhir ini, Ibu baru ingat! Dulu, kakak dari Ratu Arnova bernama Raja Carlo mempunyai putri bernama Mila. Raja Carlo dan istrinya, Ratu Naima meninggal karena penyakit misterius. Tidak diketahui obatnya. Lalu, mereka berdua meninggal. Sedangkan Putri Mila diculik oleh seorang pengawal yang hilang sampai sekarang. Apakah mungkin, pengawal itu Tuan Nico Vian?"
"Kalau memang Tuan Nico dianggap penculik, kenapa keluarga Kerajaan Savana tidak berusaha mencarinya? Kenapa mereka tidak menyelamatkan Putri Mila? Apa mereka sengaja membiarkan Putri Mila hilang agar tidak menjadi Putri Mahkota?" tanya Pangeran Vrizy geram.
"Tidak! Tuan Nico itu memang tinggal di desa terpencil. Kami sebagai pemimpin Kerajaan Stepa juga tidak tahu. Apalagi, tidak ada buktinya bahwa anak kecil itu Putri Mila! Dia bernama Mini kan? Hanya seorang gadis abnormal!" bentak Raja Diandro.
"Aku akan buktikan, bahwa dia benar-benar Putri Mila Nivia!" kata Pangeran Vrizy tegas.
"Bagaimana caranya, Pangeran? Jangan membuang waktu dan hidupmu yang berharga sebagai Putra Mahkota!" nasihat sang ibu.
"Jangan berbuat macam-macam lagi, Pangeran! Atau, kamu akan tanggung akibatnya!" kecam ayahnya.
***
Satu tahun kemudian.
Banyak perubahan yang terjadi di Istana Stepa. Pangeran Juano lebih sibuk daripada sang kakak. Sejak kepulangan Pangeran Vrizy dalam keadaan terluka, Raja dan Ratu melarang Putra Mahkota untuk bepergian jauh. Kegiatan kunjungan ke luar kerajaan sering diwakilkan kepada Pangeran Juano. Ia diminta orang tua untuk rajin belajar seolah akan menjadi Putra Mahkota.
Sedangkan kehidupan Mini di Desa Ravel tetap sama saja. Tidak ada perubahan yang berarti. Ia sudah lelah menunggu pangeran impian yang tidak kunjung datang. Janji manis yang pernah terucapkan seperti angan-angan belaka.
Untung sang adik, Isda Vian telah lulus dari Sekolah Tingkat 3. Isda sangat rela memberikan waktu dan tenaganya untuk Mini. Ia memilih tidak melanjutkan pendidikan ke akademi. Setiap hari, ia membantu Mini di kebun bunga Desa Ravel. Ia menemani saudaranya itu, meski bukan kakak kandung. Ia menghibur dan menguatkan hati Mini, seorang putri yang kurang beruntung.
"Aku tidak mau berharap. Biarlah seumur hidupku begini. Aku tidak mungkin menjadi putri cantik yang tumbuh dewasa," gumam Mini pada bunga-bunga.
Isda mendengarnya dan berujar, "Jangan pesimis! Kak Mini pasti bisa mewujudkan impian. Tapi, jangan hanya mengandalkan pangeran! Kak Mini juga harus berusaha!"
"Berusaha apa? Bagaimana caranya? Kamu sendiri tidak berusaha, Dik Isda. Tidak mau melanjutkan ke akademi!" protes Mini.
"Ini pilihanku, Kak! Masuk akademi bukan satu-satunya cara. Aku sengaja menemani Kak Mini agar bisa membantumu!"
"Membantu apa, Dik Isda?"
"Aku punya cara sendiri!" Isda pulang dari kebun bunga meninggalkan Mini.
Siang hari, Isda sampai di rumah. Ia segera masuk kamar lalu mengambil kertas dan pena. Dituliskannya surat atas nama Putri Mila Nivia. Ia menulis dan mengirim surat itu secara diam-diam. Ia membeli seekor burung arposa yang akan mengirimkan surat ke Istana Stepa. Dua hari kemudian, sang pangeran tampan menerimanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mini Princess (Telah Terbit)
Viễn tưởngDi Desa Ravel, hiduplah Mini Vian. Gadis kecil dengan rambut berwarna emas. Wajah cantik dan tubuh mungilnya setara anak usia lima tahun. Siapa sangka, sesungguhnya ia telah berusia dua puluh tahun. Ia sangat disayangi oleh keluarga, serta dua sahab...