Nama gue Gita, Gita Rahmania Tirta. Perempuan dan alhamdulillah cantik, kata orang sih gue lebih mirip ke Ibu. Gue anak pertama dari dua bersaudara. Adik gue namanya Renata Diani Tirta.
Nama belakang gue Tirta diambil dari nama belakang Ayah. Nama Ayah Septianto Tirta, biasa dipanggil Pak Septi. Ayah adalah seorang pekerja keras profesinya sebagai arsitek, dia selalu lembur tapi setiap pekan Ayah selalu pergi sama gue dan Renata.
Nama Ibu gue Dinda, Adinda Harumi Tirta. Ibu biasa dipanggil Bu Septi, nama Ayah. Dia seorang ibu rumah tangga yang baik dan telaten.
Kami tinggal di Jakarta, tepatnya di Jl. Soedirman. Perkampungan yang aman, damai juga tentram.Okeh,
Jadi hari ini adalah hari ke-dua gue masuk sekolah baru di Jakarta. Hari ini adalah jam pelajaran Bahasa dan jamkos. Kebayangkan rame-nya kelas gue kayak apa? Lebih rame dari pada pasar.
Kelas jadi sepi saat ketua kelas si Rahman bilang, "Kerjain soal dibuku paket halaman 23&24 dikumpulin!!". Gue cuma bisa diem. Hari ini Sahla gak masuk karena demam dan gue duduk sendiri.
Terlebih gue belum punya buku paket bahasa. Saat yang lain asik ngerjain tugas, gue cuma bengong dan gak tau harus apa. Ditambah lagi ada mahluk yang tiba-tiba duduk dikursi Sahla. Kalau gak salah namanya Radit. Pemuda berperawakkan tinggi, rambut acak-acakkan ditambah penampilan yang gak beraturan. He is Badboy!Si Radit tiba-tiba nyodorin buku paket bahasa, ditengah-tengah meja.
'Ini orang ngapain si!!'. Batin gue.
Gue diem ajalah, orang dia gak ngomong apa-apa."Lo gak mau ngerjain tugas apa? Dari tadi diem bae". Tegur Radit sambil membuka buku paket itu.
"Hah? Lo ngomong sama gue?". Tanya gue pura-pura bego.
"Gue ngomong sama tembok. Ya sama lo lah". Sahut si Radit. Gue hanya membalas dengan 'Oh' saja. Gue masih tetap diam, mengingat gue gak terlalu kenal sama cowo dikelas ini.
"Jadi lo mau ngerjain gak nih?". Tanya Radit.
"Eh?, i-iya iya". Gue menarik buku tulis Bahasa gue. Gue melirik kearah Radit. Sial! Mahluk itu menatap gue lekat dengan senyuman sial itu!
Gue mendengus kesal, mengeratkan pegangan pulpen standar hitam yang ada ditangan gue. Mahluk itu ikut menulis bersama gue.
"Suwwit.....swwit....".
"So sweettt!!". Pekik anak-anak sekitar gue, berdehem semacam menyinggung.
"Cie.... ". "Ekhem... ekhem...". "Susah suit.. susah suit!!". Pekik tiga manusia berasal dari deretan tempat duduk Radit.
"Eh!! Berisik!!". Seru Rahman seraya membuat kelas ini sepi kayak dikuburan.
"Tau nih gak bisa diem banget mulutnya! Radit juga, ngapain pindah-pindah!!". Seru perempuan yang duduk didekat pintu kelas, kalo gak salah namanya Chika. Wajahnya sinis sekali saat gue memalingkan wajah ke arah anak itu.
"Lo siapa? Ngelarang Radit pindah tempat duduk, hah?". Ujar seorang pemuda yang agak lenjeh. Namanya siapa ya? Eh iya Erwin.
"Huhh!!!!". Pekik yang satu lagi yang ini namanya Ferdi. Sambil menunjukkan ibu jari yang terbalik.
"Eh nyolot banget si lo berdua!". Sahut cewek itu lagi.
"Radit! Gak boleh pindah-pindah ih! Balik sana". Lanjutnya seraya memaksa Radit untuk kembali ke tempatnya.
"Gak bisa, gue harus disini". Jawab si Radit. "Sahla'kan gak masuk jadi gue duduk disini, lagi pula gue berbagi buku paket sama anak ini, gak papa'kan Man?". Lanjutnya. Eh.. dia bilang gue apa??..
"Udah biarin napa Chik, lagian tujuan Radit bae'. Udah lo gak usah ngurusin orang!". Jawab Rahman.
"Tapikan-
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Goodbye
Teen Fiction"Gue cinta sama lo!". Seru pemuda yang jaraknya amat jauh dari hadapan Gita. Gita terhentak diam masih sambil menangis. Air matanya jatuh membasahi pipinya. "Lo bohong! Gue benci sama lo!". Gita kembali berlari dengan tangisnya yang makin terisak. ...