Pagi sekali Zahra keluar dari kamar kosnya untuk bergegas berangkat ke kampus. Ia agak heran melihat Bagas yang sudah berdiri di samping gerbang rumah kos. Tanpa menghiraukan Bagas, Zahra berjalan terus menuju gerbang.
"Aku mau ngomong!" ujar Bagas saat Zahra mendekati gerbang keluar.
"Apa?" tanya Zahra yang masih tidak tahu tentang apakah yang ingin dibicarakan Bagas dengannya.
"Kau pacaran dengan Julian, bukan?"
"Iya."
"Putuskan dia!" suruh Bagas.
Zahra tertegun sejenak. "Kenapa?" mata Zahra membulat ketika mendengar apa yang dikatakan Bagas.
"Karena aku nggak ingin kamu disakiti olehnya! Sama halnya dengan Selvi, adikku!" jelas Bagas dengan penuh kecemasan.
"Aku percaya dia. Aku yakin, dia nggak akan menyakitiku."
Bagas menatap Zahra dengan tatapan yang sangat tajam setajam belati. Bagas tampak sangat geram ketika Zahra mengucapkan suatu hal yang membuatnya bertambah kesal dan jengkel.
"Kenapa harus dia?!" tanya Bagas emosional.
"Aku nggak tau."
Bagas menghela napas. Ia berusaha menahan kemarahannya yang semakin menyulut. Hanya dengan mengingat Allah, kemarahan hatinya mulai meredah karena hanya Allah-lah yang mampu meredahkan amarah hati di setiap manusia.
"Terserah kamulah!" ujar Bagas. Lalu pergi dari hadapan Zahra.
-----00-----
Di tengah malam, ponsel Zahra berbunyi begitu keras hingga membuat Zahra terbangun dari tidur lelapnya. Zahra meraba-raba meja mencari ponselnya dengan mata yang masih terpejam.
"Di mana ponsel gue?" ucap Zahra setengah mengantuk.
Setelah ia menemukan ponselnya, ia langsung memencet tombol berwarna hijau dan menaruh ponselnya di pipinya.
"Halo? Assalamu'alaikum. Siapa?" tanya Zahra dengan mata yang samar-samar melihat.
"Wa'alaikum salam!" jawab Julian atas salam Zahra.
Zahra tahu benar suara itu. Suara yang sering ia dengar hampir di setiap hari. Itu adalah suara Julian.
"Ada apa?" tanya Zahra sambil berusaha membuka matanya dari rasa kantuk yang kian melekat.
"Gue nggak bisa tidur! Nyanyikan sebuah lagu!"
"Dasar manja!" gerutu Zahra.
"Apa lo bilang?"
"Bukan apa-apa! Em..." Zahra terhenti sejenak. "Kakak mau lagu apa?"
"Lagu apa aja!"
Zahra menuruti perintah Julian. Ia mendekatkan ponselnya ke mulut dan bersiap untuk menyanyikan sebuah lagu untuk kekasih tercintanya.
Ku berjalan.... Menyusuri....
Lembah hidup yang tak pasti
Ku berjalan..... melewati.....
Jembatan suram yang sunyi
Dan kutau! Kau tak menemani....
Tuhan! Jangan biarkan dia pergi
Tuhanku! Izinkanku mengenangnya dalam hati....
Dan kini ku tiada simfoni
Zahra pun menyelesaikan lagunya. Sementara Julian masih saja belum merasa mengantuk dengan nyanyian Zahra yang bernada syahdu dan melankolis itu.
"Lo ciptakan lagu itu sendiri?" tanya Julian penuh selidik.
"Hm!" jawab Zahra mencoba menerjang rasa kantuk.
"Buat siapa?"
"Mau tau banget atau mau tau aja?!" goda Zahra.
"Lo itu...." gumam Julian agak kesal.
"Bercanda! Jangan marah gitu dong!"
Julian tersenyum. "Bukankah gue udah menemani lo? Kenapa lirik lagu itu seolah-olah gue jauh dari lo?" tanyanya.
"Lagu itu kuciptakan sebelum Kakak jadi pacarku" jelas Zahra.
Julian kembali tersenyum bahagia. Cintanya pada Zahra kini kian bertambah besar dan tumbuh kembang. Begitu pula dengan Zahra. Ia juga sangat mencintai Julian sebesar Julian mencintainya.
Semakin banyak hari terlewatkan, semakin banyak pula bunga-bunga cinta yang mengharumkan cinta mereka. Layaknya sebidang kebun bunga yang luas yang ditanami berbagai macam bunga indah nan elok.
=====
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Heart Zahra
SpiritualBerawal saat Zahra tidak sengaja tertabrak dengan seorang cowok bernama Julian Prasega yang merupakan idola kampus. Tabrakan itu membuat Flash disk penting milik Julian rusak sehingga Julian menuntut Zahra untuk bertanggung jawab atas file-file y...