56 | Persiapan (6)

104 16 12
                                    

Aku benar-benar lelah dengan perempuan tidak waras. Membawanya ke konferensi pers saja sulitnya setengah mati. Sebelum masuk ke butik, aku yakin sekali mendengar suaranya yang berteriak 'tunggu', kemudian disusul suara kaki berlari di belakangku. Tapi, mengapa sekarang dia tidak ada?

"Perempuan itu!" geramku mengepalkan tangan.

"Maaf, Mas." Kepala toko bersuara. "Kami tidak mengerti. Tolong jelaskan pada kami, siapa yang Mas Judo maksud?"

Aku berpaling pada kepala toko sembari terus menahan emosi agar tidak meledak. "Aku datang ke sini bersama seorang perempuan. Dia muda, tubuhnya tinggi, kulitnya putih, dan rambutnya hitam panjang terurai. Dia juga pakai piyama yang kebesaran."

"Aku tahu!" seru salah satu greeter yang langsung mengalihkan perhatianku padanya. "Aku melihat perempuan dengan ciri-ciri seperti itu masuk ke dalam butik. Dia terlihat mencolok dari pelanggan yang lain karena pakai piyama yang kebesaran."

"Apa perempuan itu ikut keluar bersama pelanggan yang lain?" tanya kepala toko.

"Sepertinya tidak, Pak. Karena selama berjaga di pintu, aku tidak melihat perempuan itu di antara pelanggan yang keluar dari butik."

"Jadi, kemungkinan besar perempuan itu masih ada di dalam butik." Kepala toko menyimpulkan.

"Cepat cari dia!" instruksiku yang langsung ditanggap cepat oleh kepala toko dan semua pramuniaga.

Semua pegawai memeriksa setiap sudut butik, mulai dari lorong-lorong rak display, taman belakang, sampai toilet. Aku yang ikut mencarinya, tidak melewatkan sedikitpun tempat kemungkinan si perempuan tidak waras itu berada, termasuk menelusuri lorong-lorong rak display. Karena tak berhasil menemukannya di lantai satu, aku berlari menaiki tangga ke lantai dua. Namun, hasilnya nihil. Aku tidak menemukannya di lantai dua butik. Akhirnya, aku kembali turun ke lantai satu untuk memeriksa lorong-lorong rak display sekali lagi. Tak sampai lorong terakhir, kakiku berhenti berlari. Aku melihat seorang perempuan sedang berjongkok tepat di sisi rak kain batik. Wajahnya tersenyum dengan mata berbinar sambil mengusap lembut selembar kain batik motif modern di tangannya. Jangan coba bertanya karena aku tahu persis siapa dia.

"Kain ini indah sekali," ujarnya dengan ekspresi terkagum-kagum.

Sepertinya ia menyadari kehadiranku yang tak lepas memandangnya dari ujung rak. Perlahan, ia menoleh dan tersenyum padaku. Senyumnya memang manis, tapi sekaligus membuatku murka. Bagaimana tidak murka? Wajahnya sedikitpun tidak menunjukkan rasa bersalah karena telah membuat repot semua orang. Terutama aku!

"Judo, kemarilah! Kain ini memiliki warna dan garis yang sangat cantik. Aku belum pernah melihat kain seindah ini. Lihat!" tuturnya dengan menyodorkan kain batik seraya menunjukkannya padaku.

"Berdiri!" bentakku padanya. Kesabaranku hampir habis. Aku tidak tahan lagi.

Bahu perempuan tidak waras berjingkat. Wajahnya yang semula ceria berubah tegang dengan mata melotot kaget. Tanpa perlawanan, ia meletakkan kain batik ke rak display, lalu berdiri sesuai ucapanku.

Mungkin karena mendengar suaraku yang cukup keras membentak si perempuan tidak waras, semua pegawai butik menghentikan pencarian dan berkumpul di area tengah butik, terpaut agak jauh dari rak display tempatku berdiri. Seolah menemukan barang langka yang tiada duanya, tubuh mereka terpaku dengan wajah terpesona, hingga mata tak berkedip memandang ke arah perempuan tidak waras.

"Ehem!" Aku berdeham kencang yang berhasil menyadarkan semua pegawai butik. "Mengapa kalian semua diam? Cepat bantu aku!"

"Apa yang bisa kami bantu, Mas?" tanya kepala toko. "Katakan saja. Kami siap melaksanakan."

"Pilihkan pakaian untuknya," jawabku tegas. "Pastikan hanya pakaian-pakaian dengan motif dan desain terbaik. Aku tidak mau melihatnya tampil buruk dan asal-asalan."

"Baik, Mas. Kami mengerti," sambut kepala toko lalu memutar tubuh menghadap para pramuniaga. "Sekarang kalian siapkan beberapa pakaian. Motif dan desainnya kuserahkan pada kalian untuk memilih. Setelah dapat, kalian tunjukkan padaku lebih dahulu untuk aku tentukan mana yang cocok dikenakan gadis itu," jelas kepala toko. "Kalian mengerti? Ada pertanyaan?"

"Kami mengerti!" sahut para pramuniaga bersamaan.

"Oke! Kalau begitu, sekarang cepat kerjakan! Cepat! Cepat!" perintah kepala toko.

Semua pramuniaga berpencar ke seluruh rak display. Ada yang memilih batik di rak display gantung. Adapula yang memilih di rak display dengan pakaian batik yang dilipat. Dengan jumlah pramuniaga sebanyak itu, banyak pula pakaian batik yang mereka pilihkan. Mereka bergantian membawa pakaian batik pilihan masing-masing ke kepala toko untuk ditunjukkan sesuai instruksi awal. Beberapa pilihan mereka ada yang ditolak, tetapi ada juga yang diterima. Setelah memisahkan pakaian batik pilihannya dan menyerahkannya kepada dua pramuniaga wanita, kepala toko berjalan ke arahku.

"Kami sudah pilihkan beberapa pakaian sesuai dengan permintaan Mas Judo. Semuanya memiliki motif dan desain terbaik. Warnanya indah dan sangat cocok dengan warna kulit gadis itu," tutur kepala toko.

Aku menganggukan kepala, puas dengan cepat tanggapnya kepala toko dan semua pramuniaga memenuhi keinginanku. Ternyata, tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menyiapkan semuanya.

"Bantu dia mencoba pakaian. Aku mau lihat apakah pilihan kalian benar-benar terbaik sama seperti yang kuinginkan," kataku yang langsung memposisikan diri duduk di sofa, tepat di depan ruang pas.

"Baik, Mas." Kepala toko menghampiri dua pramuniaga wanita dengan kedua tangan mereka penuh pakaian batik. "Kalian bantu gadis itu mencoba semua pakaian ini."

"Baik, Pak," respon cepat dua pramuniaga wanita. Mereka sedikit membungkukkan tubuh pada kepala toko, kemudian melangkah mendekati perempuan tidak waras yang tengah memandang tirai ruang pas sembari mengelus-elusnya.

"Mari kami bantu mencoba pakaian, Mbak," ucap salah satu pramuniaga wanita.

Si perempuan tidak waras terperanjat. Kepalanya sontak menoleh pada dua pramuniaga wanita dengan mata menatap tajam. "Mencoba apa?" tanyanya.

"Mencoba pakaian-pakaian ini," jawab pramuniaga wanita satunya.

Perempuan tidak waras terdiam memandang pakaian-pakaian batik dengan berbagai model di kedua tangan pramuniaga wanita. "Aku tidak mau mengenakan pakaian itu," lanjutnya kembali bersuara. "Warna dan garisnya cantik, tapi bentuknya aneh-aneh. Apakah ada pakaian lain?"

Aku mendengus kesal di sofa. Beberapa menit yang lalu, aku baru bisa bernapas kembali karena melihat si perempuan tidak waras yang akhirnya bersikap tenang. Namun, ternyata hal itu tak mampu berlangsung lama.

"Judo!" panggilnya dengan suara keras. "Sebenarnya, apa yang kau rencanakan? Jangan-jangan kau berbohong tentang pertemuan dengan banyak orang itu."

Apa kubilang. Harus seperti apa aku menghadapinya? Jika seperti ini terus, lama-lama aku bisa penuaan dini.

"Untuk apa aku berbohong dengan membawamu sejauh ini? Kalau aku punya niat berbohong, aku pasti sudah menurunkanmu dari mobil dan meninggalkanmu sendirian di jalanan," jedaku mengambil napas dalam. "Kau tahu tempat apa ini? Ini adalah butik perusahaan ayahku, tempat untuk mendapatkan pakaian batik dengan desain dan kualitas terbaik. Tak sembarang orang dapat mengenakan Batik Antakesuma karena nilainya yang sangat tinggi. Seharusnya kau bersyukur aku membawamu ke sini untuk membeli pakaian agar kau tidak mengenakan piyama sepanjang hari, agar kau berpakaian dengan baik dan indah, untuk menjaga kecantikan, wibawa, juga kehormatanmu."

Perempuan tidak waras kembali diam. Mata lentiknya menatapku seolah berpikir. Mungkin ia sedang mencerna kata-kataku sehingga berhenti berulah. Suasana pun menjadi hening. Baik aku, si perempuan tidak waras, dan semua pegawai tak ada yang bersuara.

"Bagaimana? Kau mau ganti pakaian tidak?" tanyaku mulai bicara lagi. "Kalau kau tidak mau, kita pergi sekarang. Tidak usah membeli pakaian, kau pakai piyama saja." Aku beranjak dari sofa dan mulai melangkah meninggalkan perempuan tidak waras bersama semua pegawai butik.

"Judo," panggil perempuan tidak waras.

Kakiku sontak berhenti. Aku memutar tubuh dan melihatnya yang masih menatapku. "Apa?" tanyaku ketus.

"Aku akan ganti pakaian. Tunggu aku."

Get In Touch (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang