57 | Persiapan (6)

109 16 10
                                    

Entah apa yang membuat sikap perempuan tidak waras berubah dengan cepat. Sebelumnya, ia seganas singa betina, berteriak ini-itu dan sulit diatur. Namun, sekarang ia menurut dan mau mengganti pakaiannya. Ya, dia mau mengikuti perkataanku.

Setelah ia bilang akan berganti pakaian, kedua pramuniaga wanita berjalan perlahan mendampinginya memasuki ruang pas. Sikapnya tenang, tidak ada perlawanan sama sekali. Semoga di dalam sana ia tidak kembali pada sikapnya semula dan berulah lebih parah.

Tirai ruang pas pun ditutup. Aku kembali duduk di sofa, masih dengan tanda tanya besar di kepalaku melihat perubahan sikap perempuan tidak waras. Apakah aku mengatakan sesuatu yang membuatnya tersinggung? Kalau benar tersinggung, ia pasti langsung menyerangku dengan ucapan-ucapan agung tentangnya. Semakin aku berpikir, semakin aku bingung. Aku tidak mengerti.

"Mau minum apa, Mas?" tanya kepala toko sedikit menggangguku. Aku seketika menoleh padanya yang berdiri di sisi sofa dengan wajah dan sorot mata teduh, sorot mata yang sangat berbeda, tidak seperti beberapa waktu lalu sewaktu ia hampir mengusirku dari butik.

"Tidak perlu," tolakku cepat.

"Baik," jawab kepala toko, lalu kembali berdiri tegap menghadap ruang pas. Wajahnya yang semula tenang, berangsur tegang. Sesekali ia mengusap wajah dengan sapu tangan. Mungkin ia gugup sehingga terus berkeringat. Padahal suhu ruangan sedingin ini.

Sudah sepuluh menit berlalu, tetapi tirai ruang pas di hadapanku masih tertutup. Tak ada sedikitpun tanda-tanda si perempuan tidak waras selesai berganti pakaian. Karena bosan, aku pun mulai mengantuk. Namun, saat kedua mataku hampir terpejam, aku tersentak mendengar suara tirai dibuka. Aku menegakkan tubuh dan kembali pada posisi duduk semula.

Perempuan tidak waras melangkah keluar ruang pas dengan anggun. Piyamaku yang kebesaran di tubuhnya kini sudah berganti dengan batik longdress selutut. Sedangkan, kedua pramuniaga wanita tengah sibuk merapikan bagian belakang pakaian batik yang menurutku sangat pas di tubuhnya.

"Ini adalah batik motif Sekar Jagad yang berasal dari Yogyakarta. Motif ini memiliki pola menyerupai gambar peta dengan pulau-pulau beraneka ragam bentuk dan warna yang bervariasi pada setiap bagiannya. Batik Sekar Jagad memiliki arti kecantikan dan keindahan sehingga membuat siapa saja yang melihatnya terpesona," jelas kepala toko.

"Ganti," kataku.

"Apa?" tanya perempuan tidak waras.

"Ganti pakaiannya."

"Mengapa? Aku menyukainya."

"Bukannya tadi kau bilang kalau bentuk pakaian itu aneh?"

"Sebelumnya, aku menganggap seperti itu, tetapi setelah dikenakan ternyata bentuknya indah sekali."

"Ganti," ulangku.

Wajah perempuan tidak waras memberengut. Aku tidak peduli ia memandangku jengkel. Aku berhak menilai penampilannya. Kalau memang tidak cocok ya tidak cocok.

"Mengapa kau diam saja?" tanyaku heran melihat perempuan tidak waras tidak bergerak. "Cepat ganti!"

"Ganti pakaian yang lain," ucap kepala toko memberi isyarat pada kedua pramuniaga wanita dengan tangannya.

Kedua pramuniaga wanita menganggukkan kepala. Mereka menarik pelan lengan perempuan tidak waras masuk ke dalam ruang pas yang masih memasang tampang cemberut, sampai akhirnya tirai ruang pas ditutup kembali.

"Ini adalah batik motif Tujuh Rupa yang berasal dari Pekalongan, batik pesisir yang kaya warna, dan merupakan campuran antara kebudayaan lokal dengan etnis cina. Ciri khasnya yaitu nuansa alam yang didominasi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Batik Tujuh rupa menggambarkan kehidupan masyarakat pesisir yang mudah beradaptasi dengan kebudayaan luar." Kepala toko menjelaskan penampilan kedua si perempuan tidak waras yang jauh berbeda. Atasannya yaitu batik dengan bentuk ruffle top berdasar warna gelap, sedangkan bawahannya adalah celana panjang hitam.

Get In Touch (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang