"Who are we?" teriak Sekar dengan pengeras suara di tangan kirinya.
"We are Perfectionist, because you're the perfect M.J!" seru gadis-gadis berseragam SMA tak kalah semangat. Terlihat pula pernak-pernik khas Judo, mulai dari pin wajah Judo yang tersemat di bagian dada kiri seragam, kipas tangan dan lightstick di genggaman tangan, bandana bertuliskan nama Judo, gantungan kunci animasi wajah Judo di ransel, kaos kaki Judo edisi terbatas, hingga poster dan spanduk besar bergambar wajah Judo pun dibentangkan lebar-lebar. Mereka mengelu-elukan nama Judo membuat suasana halaman gedung Panembrama menjadi ramai. Kehebohan mereka menarik perhatian, mulai dari pegawai Panembrama sampai orang-orang yang kebetulan melintas. Bukan hanya melihat saja, mereka juga mengabadikan momen tersebut dengan kamera ponsel. Di sisi lain, sekuriti lebih ekstra berjaga-jaga karena khawatir para Perfectionist yang hiperaktif akan menimbulkan kerusuhan. Apalagi setelah mendengar pengumuman mendadak dari manajemen Panembrama Entertainment tentang konferensi pers Maheswara Judo. Sekuriti menjadi lebih waspada dan lebih ketat dalam memeriksa setiap orang yang masuk maupun yang keluar area Panembrama Entertainment.
"Sekar."
Sekar menoleh dan melihat seseorang berdiri tepat di belakangnya. Ia berasal dari sekolah lain dan baru bergabung menjadi Perfectionist tiga bulan yang lalu.
"Apa?" Sekar berhenti meneriakkan nama Judo, lalu menurunkan pengeras suaranya.
"Kau yakin Judo mengadakan konferensi pers siang ini? Beritanya mendadak sekali. Apa kau tidak curiga? Mungkin saja itu hoax."
"Tentu saja aku yakin. Sebagai koordinator Perfectionist yang teladan, aku selalu menyortir semua berita tentang Judo untuk aku share di grup. Aku pastikan kalau berita konferensi pers ini asli, bukan tipu-tipu."
"Soalnya, aku takut."
"Takut apa?" tanya Sekar sedikit mengerutkan kening.
"Aku kabur dari sekolah setelah membaca berita di grup untuk mendukung Judo."
"Memangnya kau saja yang melakukan itu?" timpal seorang teman Perfectionist lain bergabung dalam obrolan. Ia juga berasal dari sekolah lain dan sudah menjadi seorang Perfectionist sejak satu tahun yang lalu.
"Kau juga kabur dari sekolah?" tanyanya.
"Iya. Bagaimana caranya aku bisa sampai di sini kalau aku tidak kabur? Untungnya waktu itu sedang jam pelajaran kosong. Jadi, aku bisa kabur dengan mudah dan tidak ketahuan."
"Oh..." sahutnya manggut-manggut.
"Kalau kau bagaimana, Sekar?" tanya dua teman Perfectionist beralih memandang Sekar.
"Ya aku kabur juga sama seperti kalian," jawab Sekar enteng.
"Bukannya peraturan sekolahmu itu ketat? Sampai penjagaannya juga luar biasa. Murid yang mau membolos langsung ketahuan dalam hitungan detik. Mereka seolah bisa membaca pikiran dan mengendus motif murid-murid yang punya niat membolos."
"Deskripsimu berlebihan," respon Sekar sambil menggapai botol minum di saku samping ransel, kemudian meneguknya perlahan.
"Aku tidak berlebihan. Temanku juga sekolah di sana. Dia cerita kalau peraturan sekolahnya mengerikan."
"Tidak juga. Buktinya aku bisa kabur dan sampai di sini dengan selamat."
"Itu yang aku pertanyakan dari dulu. Aku heran. Bagaimana kau bisa dengan mudahnya kabur dan datang ke setiap acara Judo? Sebelum Judo pergi ke Amerika, kau juga selalu hadir dengan seragam sekolah. Itu artinya kau sedang di sekolah waktu itu dan kabur ke tempat acara Judo."
"Kau tahu dari siapa?"
"Dari seniorku di sekolah yang bergabung menjadi Perfectionist bersamamu. Tapi, sekarang dia tidak aktif karena sedang fokus belajar untuk menghadapi ujian nasional."
"Oh, begitu," balas Sekar paham.
"Kau belum menjawab pertanyaan kami."
"Pertanyaan yang mana?"
"Soal bagaimana caramu kabur dari sekolah."
"Kalau itu, aku punya kemampuan khusus," jawab Sekar dengan wajah bangga.
"Maksudmu melompat pagar belakang sekolah?" timpal seorang teman Perfectionist lain datang menghampiri mereka bertiga. "Kalau itu bukan kemampuan khusus namanya. Aku juga melakukan hal yang sama kalau mau kabur ke tempat acara Judo."
"Iya, aku tahu. Itu cara kuno yang mudah dilakukan orang-orang. Tapi, keunggulannya adalah aku tidak pernah ketahuan saat kabur dan bisa kembali ke sekolah dengan selamat," papar Sekar.
"Karena sebelumnya kau pura-pura mengeluh sakit dan butuh istirahat di UKS."
Hati Sekar sedikit kesal dengan teman Perfectionist yang satu ini. Dia baru saja menjabarkan bagaimana cara yang biasa ia lakukan saat kabur. 'Kan tidak seru didengar Perfectionist junior.
"Sudahlah. Jangan dibahas lagi. Lagipula kita di sini sama-sama mau mendukung Judo. Bagaimana cara aku atau kalian kabur dari sekolah, itu di luar agenda hari ini." Sekar mengakhiri forum kecil mereka.
"Oh iya, Sekar. Aku mau tanya satu lagi."
"Tanya apa? Jangan soal bagaimana cara aku kabur dari sekolah lagi ya."
"Bukan. Ini soal ketua indislipiner di sekolahmu."
"Ketua indislipiner?" Sekar memiringkan kepala seraya mengingat-ingat. "Oh, dia. Memangnya ada apa?"
"Kudengar dari temanku dan murid-murid sekolah lain, ketua indislipiner di sekolahmu itu tampan sekali. Saking tampannya dan tubuhnya yang tinggi, dia seperti seorang idol."
"Cih! Tampan apanya? Dia itu 'malaikat maut' penjaga gerbang sekolah yang yang kemana-mana membawa catatan kesalahan murid-murid. Kau tahu? Dia menyuruh sekuriti menutup gerbang sekolah lebih cepat sebelum bel berbunyi. Padahal jam masuk sekolah masih 7 menit lagi. Dia juga rajin sekali mencatat dan membuat laporan ke guru."
"Wah! Berarti dia murid yang pintar karena rajin mencatat!"
"Aku belum selesai cerita," potong Sekar.
"Oh, iya. Maaf. Ayo lanjutkan."
"Dia memang siswa teladan dan berprestasi di sekolah, selalu dapat peringkat 1 di kelas, juara umum dari kelas 10, penerima beasiswa pendidikan, dan taat pada peraturan sekolah. Dia murid favorit guru-guru karena bisa memberi contoh untuk murid-murid lainnya. Maka dari itu, dia ditunjuk menjadi ketua indislipiner. Tapi, sejak saat itu, murid-murid tidak menyukainya. Mungkin karena dia terlalu mendalami perannya sebagai ketua indislipiner, dia menjadi orang yang menyebalkan. Sedikit-sedikit catat kesalahan. Sedikit-sedikit laporan ke guru. Sampai kucing liar yang masuk ke lingkungan sekolah pun, dia buat catatan kesalahannya."
"Tapi, yang penting dia tampan. Dia benar tampan, 'kan?"
"Tidak tampan sama sekali."
"Aku tanya langsung padamu sebagai teman satu sekolahnya agar informasinya akurat."
"Aku bukan temannya."
"Sekar tidak seru!"
"Bodoh amat. Aku tidak peduli pada 'malaikat maut' itu. Aku harus fokus hari ini karena ini adalah hari yang sangat penting untuk Judo. Dia sampai mengadakan konferensi pers untuk mengkonfirmasi berita 'Skandal Maheswara," jeda Sekar sejenak. "'Skandal Maheswara' menyebalkan. Berita ini sudah membuat Judo susah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Get In Touch (TAHAP REVISI)
FantasiaJudul awal : Loving Princess [Genre : Comedy - Romance - Fantasy] Kamala Wikrama Indurasmi, seorang Gusti Putri suatu kerajaan seribu tahun yang lalu. Bukan hanya cantik dan anggun, Kamala juga seorang gadis tangguh yang menguasai keahlian berperang...