62 | Eksekusi (7)

109 16 15
                                    

"Mengapa kau berbohong?" tanyaku geram pada Judo. Kami berada di dalam mobil yang tengah melaju dengan kecepatan lumayan tinggi. Setelah menarikku dari kursi dan meninggalkan orang-orang di ruangan besar, Judo belum bicara lagi sampai saat ini. "Lagipula namaku adalah Kamala Wikrama Indurasmi! Putri adalah tahtaku! Bisa-bisanya kau mengarang cerita mengenai diriku! Aku masih ingat dengan jelas apa yang kau lakukan padaku kemarin. Kau tertawa saat aku menjelaskan siapa aku sebenarnya dan setiap detil hal yang terjadi padaku sampai aku berada di rumahmu. Kau menuduhku sebagai pembohong. Tapi, lihatlah sekarang! Kau justru berbohong kepada semua orang!"

Judo bergeming dengan terus menatap ke depan. Telinganya seperti tak mendengarkanku yang sedari tadi terus bicara sampai berbusa.

"Mengapa kau diam saja? Apa kau tidak sadar dengan perbuatanmu?" Sungguh aku semakin geram pada Judo. Sedikitpun, Judo tidak berpaling padaku. Apa semua ucapanku bak angin semata sehingga ia tidak mengindahkanku seperti ini? "Aku bicara padamu! Katakan sesuatu!" bentakku tak tahan lagi.

"Diam!" balas Judo membentak. Ia memalingkan wajahnya padaku dengan mata membulat tajam. "Aku tidak bisa konsentrasi menyetir!"

"Apa kau sedang mencoba mengalihkan pembicaraan?"

"Aku sudah jelaskan dari awal kalau apa yang aku lakukan untuk menyelamatkan hidup kita berdua. Masalah ini tidak langsung selesai begitu saja walaupun aku sudah mempertemukanmu dengan awak media. Rumor ini akan menghilang seiring berjalannya waktu. Jadi, aku minta kau tidak berbuat macam-macam yang akan membuat rumor ini mencuat kembali. Bahkan, mungkin akan lebih parah."

Entah mengapa, penjelasan panjang Judo membuatku bungkam. Aku pun kembali teringat pada Judo yang menjelaskan hal sama pagi ini, sebelum kami berangkat bertemu orang-orang. Serumit itukah masalahnya? Mengapa aku masih belum bisa mengerti sampai sekarang?

Setelah menempuh perjalanan panjang dalam diam, kami sampai di rumah Judo. Tanpa peduli padaku, Judo turun dari mobil, dan meninggalkanku sendiri yang sibuk melepaskan sabuk pengaman. Begitu sabuk pengaman berhasil lepas, aku turun dari mobil dan berlari menyusul Judo ke dalam rumah.

Aku berjalan dengan langkah cepat mengikuti Judo menuju ke meja panjang. Judo mengambil gelas dari sana, mengisinya dengan air sampai penuh, kemudian meneguknya hingga habis tak bersisa.

"Sebentar lagi pengantar makanan datang. Kau tinggal di rumah dan makan. Aku tidak mau ada orang yang mati di rumahku," ucap Judo datar.

Dahiku mengernyit beberapa saat. Telingaku juga masih berfungsi dengan baik sewaktu mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Judo. Kasar sekali. Sungguh tidak pantas ucapan seperti itu ia tujukan padaku yang jelas-jelas seorang putri raja.

Mataku tak lepas menatap Judo, menuntut permintaan maaf darinya. Namun, sikap Judo biasa saja. Raut wajahnya sedikitpun tak menunjukkan rasa bersalah setelah bicara tanpa sikap hormat dan etika. Usahaku ternyata gagal. Judo justru pergi meninggalkanku.

"Mau kemana?" tanyaku pada Judo yang sudah berjalan kembali menuju pintu.

"Bukan urusanmu," jawab Judo ketus. Tak lama, Judo berhenti melangkah, lalu memutar tubuh menghadapku. "Aku memiliki mata-mata yang sangat banyak di sini. Kamera CCTV akan mengawasi gerak-gerikmu setiap waktu. Jika kau merusak salah satunya, aku tidak khawatir karena masih ada banyak yang dipasang tersembunyi di rumahku." Judo menunjuk ke bagian sudut atas ruangan. Aku mengikuti arah jari Judo. Ada sebuah benda kecil berwarna hitam menempel di sana. "Jadi, selama aku pergi jangan harap kau bisa berbuat macam-macam di rumahku. Kalaupun kau berniat untuk mencuri dan pergi dari sini, aku akan menemukanmu dan menangkapmu dengan sangat mudah," papar Judo, kemudian berjalan kembali. Tubuh tinggi tegapnya menghilang setelah ia menutup pintu.

Get In Touch (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang