Aku terbangun karena mendengar suara vacuum cleaner di ruang tengah. "Ooo... Mungkin si Bibi sudah datang." kataku dalam hati.
Cahaya matahari menembus dari sisi kanan dan kiri hordeng yang tidak tertutup black out.
Aku melihat diriku dari pantulan cermin lemari, begitu sangat berantakan! Kurapihkan rambutku dengan jemari tangan.
Sejenak aku mengingat kejadian tadi malam. Bagaikan mimpi buruk, yang kuharap bisa hilang dengan cerahnya cuaca pagi ini.
Kulirik ponselku dan kudapati WA dari mas Daniel.
"Morning, Humairah. Hari ini aku Ron di Singapore. Aku ingat, parfume Jlo Glow kamu habis kan?... Mau aku belikan lagi yang sama atau mau parfume lain?..."
Aku menghela nafas ketika membaca WA darinya. Mas Daniel bersikap biasa saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Tak kusangka suami yang kupikir sangat setia, begitu pintar memainkan sandiwara ini....
Aku hanya membacanya tanpa membalas WA dari mas Daniel. Kulempar ponselku ke atas tempat tidur. Aku mau mandi, agar lebih segar dan bisa berfikir lebih baik.
"Pagi, Bik." sapaku dengan tersenyum ketika keluar dari kamar.
"Pagi, Non." jawab bibi sambil mengepel lantai.
"Non Daniya pakai baju hijau, jadi kelihatan seger deh. Lebih cantik dari biasanya." bibi memuji penampilanku pagi ini.
"Makasih, Bik." Aku memang sengaja memilih baju terusan berwarna Hijau Toska ini, dan berharap bisa membawa suasana hari ini menjadi lebih fresh.
Aku berencana ingin ke rumah ibuku dan coba berdiskusi dengannya. Orang bilang, pendapat orangtua akan sangat didengar oleh Yang Maha Pengasih.
Kupanaskan Black Beauty dan kembali ke dalam rumah untuk menghabiskan juice buah. Terdengar sama-samar suara telepon dari dalam tas selempangku. Aku membuka resletingnya dan benar! Suara dering telepon semakin terdengar jelas.
Tertulis nama "Lanny" di layar ponsel. Tumben, ada apa nih? pikirku.
Dia adalah istri-nya teman mas Daniel di Maskapai Penerbangan yang sama.
"Hallo..." ucapku dengan hangat.
"Assalamualaikum, Niya." sapaan hangat yang biasa terlontar dari seniorku waktu kuliah dulu.
Yah! Kami memang sudah lama kenal. Mbak Lanny adalah kakak kelasku di kampus beralmamater kuning. Dan sejak dulu dia selalu memanggilku dengan sebutan "Niya".
Kami berdua kaget sekali ketika tahu bahwa suami kita berdua sama-sama seorang pilot dan bertugas di penerbangan yang sama. Well.... What a small world, right?!...
"Waalikumsalam, mbak Lanny." jawabku juga dengan riang.
"Lama kita tidak ketemu ya, Niya. Kamu ada janji hari ini?... Ketemuan yuk." katanya dengan bersemangat.
"Umm.... gak ada sih! Boleh, mau ketemuan dimana, mbak?"
"Di Citos aja yuk. Ngopi cantik di Starbucks, gimana?..."
"Boleh! Kebetulan aku juga sudah rapih nih. Sekarang aku jalan ya. Siapa yang sampai duluan, saling tungguin aja."
"Sip. Aku malah sudah di jalan nih. Habis drop anak-anak ke sekolah. Okay deh, sampai nanti ya, Niya."
Setelah menutup telepon dan berpamitan dengan bibi, aku menjalankan Black Beauty menuju Citos, sambil mendengarkan celoteh tiga penyiar yang ku suka di salah satu radio terkenal di Jakarta.
Kalau pagi hari, semua jalanan agak padat. Mungkin karena banyak yang akan berangkat sekolah dan juga bekerja. Setelah menembus macet selama 40 menit, Black Beauty masuk ke parkiran bawah gedung Citos, dimana masih banyak parkiran yang kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband My Pilot
RomanceMenjadi istri dari seorang Pilot, tidaklah sekeren dugaan orang lain. Isyu perselingkuhan antara Pilot dan Cabin (*baca pramugari) kerap kali mengganggu kehidupannya. Cinta saja tidaklah cukup untuk menjalankan sebuah perkawinan layaknya pangeran da...