lima

183 77 34
                                    

"Gak usah blushing, jelek."

------------------

RAHIEL tahu dirinya kini sensitif dengan topic pacaran, putus, futsal, hubungan, atau bahkan... Dimas. Namun Rahiel masih terlalu gengsi untuk menunjukkan siapa dirinya didepan orang lain, contohnya Aidan. Terlebih mereka belum ada kenal lebih lama dari sebulan.

Rahiel mencoba menahan sesak dadanya. Untuknya, move on itu benar benar butuh proses. Dan menangis saat atau baru-baru putus itu, biasa. Tapi tidak. Ini didepan Aidan, Dia tidak mungkin menangis seperti sapi yang mau dikurban didepan cowok berkacamata yang super pendiam itu.

Bahkan bicara dengan orang lain saja, Aidan masih suka gagap.

"Hidung lo merah, Ra—"

"Emang gini kalo nahan nangis," potongnya. "Eh iya, by the way, jangan panggil gue Rah. Panggil gue, Iyell. Gue gamau lo sama kaya guru gue manggilnya 'Rahiel Nathania,' atau 'Nathania Winata,' gitu." jelas Rahiel. Membuat Aidan menahan tawa kecilnya. Rahiel mencontohkan intonasi, gaya, serta nada Ibu Elli Dan Pak Uding ketika memanggil namanya.

"E-eh, jangan nangis dong.." Aidan gelagapan. Salah tingkah sekaligus canggung. Takut salah, perbuatannya yang tidak disengaja malah membuat Rahiel menangis.

"Cara lo ngomong masih aja lucu ya," Rahiel tertawa, "Gue kira, waktu itu karena lo masih belom biasa sama gue." lanjutnya.

Tangan kiri cewek itu menghapus airmata di pipinya. "Kadang-kadang gagap, gelisah, keliatan banget lo ngerasa gugup. Gue jadi ge-er," kekehnya. "Bercandaaa, hahaha." Kini tawanya meledak. Membuat Pipi Aidan bersemu merah.

"Gue emang gini. Introvert. Makannya g-gue diledek nerd," Aidan menunduk. Rahiel tersenyum.

"No, you're not. Buktinya, pas lo ngajarin gue, sama sekali ga keliatan kalo lo itu introvert. Pas lo ngajarin gue juga, lo gagap," ceplos Rahiel. "Dan lo, lo sama sekali ga gelisah. Gue merasa di tutorin, tadi."

Aidan melongo. Melihat ke arah Rahiel yang sedang memainkan Telepon Selulernya. Beberapa detik, Rahiel melirik Aidan. Begitu Aidan ketahuan, ia langsung buang muka.

Ada ide jahil muncul di otak Rahiel. Cewek itu agak mendekat kearah Aidan. Menatap Aidan dengan pandangan hangat. Aidan membuang muka, Rahiel hanya menahan tawanya.

Saat Rahiel memegang tangan Aidan—yang niatnya hanya untuk iseng, cewek itu malah kaget saat merasakan tangan Aidan mendingin.

"Aidan tangan lo dingin banget. Kenapa? Sakit?" Rahiel malah jadi panik. Aidan makin menjauhkan wajahnya dari Rahiel. Gadis itu benar-benar tidak percaya sekaligus kaget. Tangan Aidan mendingin itu karena ulahnya.

"Eh sorry gue keterlaluan gak sih? Gue gatau lu sampe segitunya."

"Engga apa-apa," Aidan memberanikan diri menatap wajah Rahiel. Cewek itu makin kaget lagi, Kulit wajah Aidan yang putih, seperti terkenal spidol merah yang bocor.

"NGAKAK." teriaknya sambil tertawa. Aidan cemberut.

"Tapi lo lucu. Gue baru nemu aja cowok kayak lo." Rahiel mengaku.

Aidan mengusap tengkuknya karena salah tingkah. Aidan kalah telak dengan Rahiel dalam hal ini.

Kalah dengan perempuan.

"Udah jam dua belas anjir, gue ga sadar," ucap Rahiel. Mereka keluar dari studio mini milik Rahiel.

Rahiel duduk di karpet. Bingung harus bicara apa lagi.

[RGS 1] To, Aidan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang