Detik akhir

195 17 0
                                    

Gesekan pintu terdengar saat keluarga Keyra sedang berada di ruang keluarga. Suara gesekan pintu tersebut akibat Keyra yang berjalan perlahan dengan surat terlipat di tangannya. Sambil meringis ia terus berjalan.

"Aku pulang" dengan wajah menunduk Keyra berbicara, membuat Dirga --ayahnya Keyra dan Shani --ibunya Keyra beralih menatap si empunya suara.

Melihat kertas yang dipegang Keyra, Shani penasaran.

"Kertas apa itu, Key?" Tanya Shani.

Dengan ragu, Keyra melangkah mendekati orang tuanya dan memberikan suratnya. Dirga dengan cepat membuka isi surat tersebut, dan dengan tatapan yang tajam, Dirga membanting surat tersebut di hadapan Keyra.

Buliran bening kembali melengos tanpa permisi di pipi Keyra. Jantung Keyra terasa ada yang menahannya, sulit bernapas.

"Malu maluin!"

"Kamu tau papah sekolahkan kamu untuk apa? Biar kamu sukses seperti papah! biar kamu jadi perempuan cerdas seperti mamah kamu! biar selalu membanggakan seperti kakak kamu! bukan seperti ini, kamu berbuat kesalahan, sampai mendapatkan surat seperti ini, mau ditaro di mana wajah papah!"

Bentak Dirga tak henti. Sedangkan Shani disisi lain ia tak tega melihat anak bungsunya dibentak oleh ayahnya sendiri. Tetapi ia juga tidak bisa meluluhkan hati suaminya yang keras bagaikan batu permanen.

"Dari dulu papah dan mamah ga pernah kaya gini, kita selalu dipuji puji. Kenapa? Karena kakak kamu, olimpiade sains manapun dia ikut, juara dimana mana. Dia sekolah kita ga pernah biayai karena dia pakai beasiswa. Dia kuliah langsung ditunjuk di berbagai universitas. Dia juga...."

"Iya aku tau! Aku tau kakak selalu yang paling dibangga banggakan, selalu jadi nomor satu, bahkan di keluarga inipun aku cuma kaya sampah! Ga pernah dianggap, selalu kakak, kakak dan kakak. Seharusnya papah tanya ke diri papah sendiri kenapa aku bisa kaya gini? Apa papah selalu ada buat aku? Selalu peduliin tentang aku? Peduliin sekolahku? Engga kan pah?"

Keyra melenggang pergi masuk ke kamarnya sedangkan Dirga dan Shani terpaku atas ucapan Keyra yang tiba tiba melesat ke dalam organ dan mengalir deras membuat seluruh sel membeku.

----

Gion mengendap-endap masuk ke ruangan CCTV, membuka pintu perlahan setelah mengintip bahwa tidak ada penjaga ruangan di dalam. Segera mencari-cari rekaman yang ingin dia buktikan. Jemarinya menari-nari di atas keyboard mengetikkan sesuatu.

Saat memindahkan rekaman tersebut ke dalam flashdisk terdengar suara obrolan satpam yang semakin mendekat. Tak lupa ia menghapus rekaman CCTV di ruangan CCTV.

Sial. Batinnya.

Matanya mengamati sekeliling ruangan. Dan ia melihat loker dekat tembok, langsung ia berlari dan diam di balik loker itu, tanpa bicara, tanpa gerakan.

Dua orang penjaga masuk ke ruangan dan duduk sambil tetap memperhatikan monitor. Gion perlahan mencoba keluar, beruntung loker itu dekat dengan pintu sehingga yang perlu dilakukannya saat ini hanya keluar. Ia mengendap dan ia berhasil meraih gagang pintu, saat hendak menarik gagangnya, penjaga ruangan berbalik.

Ia kembali ke posisi semula, ia melihat dua orang tersebut keluar dari ruangan, ini semakin mudah baginya untuk keluar. Kemudian dengan santainya ia keluar. Saat sudah tepat di depan pintu, dua orang penjaga tersebut berhenti.

Mampus. Batinnya.

1

2

3

Mereka kembali berjalan. Huft. Melegakan.

Gion kembali pulang dengan rekaman di tangannya. Ia tersenyum puas.

---

Besoknya, hari yang menyulitkan buat Keyra benarlah adanya. Sidang pendisiplinan dimulai. Guru-guru duduk membentuk huruf U dengan orang tua Keyra yang berada tepat di sebelah Keyra.

Pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan Keyra terus dilontarkan, batinnya benar-benar rapuh saat ini. Orang tuanya tak bisa terlalu banyak berkata dan membela anaknya.

Buliran bening kembali melengos di pipinya yang sedari tadi tak tertahankan saat kepala sekolah menyatakan bahwa Keyra benar-benar resmi dikeluarkan dari sekolah.

"Keyra ga bersalah" ucap si empunya suara, Gion, dengan napas tersenggal-senggal.

Praktis semua pasang mata beralih ke sumber suara. Keyra terkejut bukan main saat matanya dan mata Gion beradu.

"Ini. Saya punya buktinya" Gion melangkah menuju meja kepala sekolah dan memberikan sebuah flashdisk.

"Tapi keputusan saya sudah bulat bahwa Keyra dikeluarkan dari sekolah karena perbuatannya"

Harapan Keyra seakan turun merosot ke dasar paling dasar. Gion tersenyum di hadapan kepala sekolah. Ia mengeluarkan surat dan memberikannya kepada kepala sekolah. Tertuliskan bahwa itu adalah surat keputusan pertukaran pelajar ke Amerika.

"Saya tidak akan menandatangi surat itu jika ibu belum melihat bukti dari saya"

Kepala sekolah tertitik pada ucapan Gion. Berakhir sudah. SMA Samudera bukanlah apa-apa tanpa Gion --yang merupakan anggota keluarga dokter 5 turunan. Bahkan mungkin akan banyak wartawan yang meliput jika Gion berhasil mengikuti pertukaran pelajar mewakili SMA Semesta.

Lalu atas berbagai pemikiran yang bercabang, dibukalah rekaman itu oleh puluhan guru termasuk kepala sekolah.

THIS LOVE [The Pain] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang