1

21 2 0
                                    

Aku memainkan bibirku bosan seraya menatap layar komputerku. Pekerjaanku sudah selesai sepuluh menit yang lalu. Tapi aku enggan membuka pekerjaanku yang lain.
Tanpa sengaja pandanganku mengarah ke seorang pria yang berdiri didepan kubikel seraya memainkan ponselnya. Jantungku berdegup kencang saat mata kami bertemu. Hanya beberapa detik. Karna setelah itu ia mengalihkan pandangannya. Aku menyeringai.

"Mas Aresh!" panggilku lantang. Ia menoleh dan memasang wajah bosannya.

"Apa lagi kali ini?" tanyanya jengah tetapi ia tetap datang ke meja kubikelku.

Aku menghirup dalam-dalam aroma parfumnya yang sangat kusukai.

"Kenapa?" tanyanya. Aku mendongak untuk menatapnya yang berdiri menjulang di samping kursiku.
Aku mengedipkan mataku.

"Ah?" bodoh. Alasan apa lagi?

"Emh, anu.. Komputernya kok nyala ya?" sambungku akhirnya dan bisa kudengar tawa Putra di meja sampingku.

Kulihat wajah mas Aresh yang memerah tetapi bibirnya menahan tawa.

"Bego" desisnya lalu berlalu meninggalkan ruangan.

"Pepet terus ya Ta?" celetuk Putra yang membuatku mencebikkan bibir kesal.

"Mending sama gue sih Ta, masih lajang. Tampang juga mending gue kemana-mana." sambung Putra.

"Iya Ta! Dari pada lo ngejar-ngejar mas Aresh mulu!" kali ini Acha ikut membela Putra.

"God Cha! He have a truly sexy body!" balasku yang membuat Acha memutar bola matanya dibalik kacamata minus yang ia pakai.

"Terserah lo deh ya."

Aku kembali menatap layar komputerku dan aku langsung tersenyum amat lebar.

Yes! Akhirnya komputer murahan ini ngeblank lagi!!

Aku langsung bangkit dari dudukku dan menurunkan rok span hitamku sampai ke atas lutut. Aku berjalan keluar ruangan tanpa memperdulikan tatapan bertanya Putra.

Aku berjalan menuju ruang Mechanic dengan tergesa. Untung saja hari ini aku memakai flat shoes merah maroonku.

Aku membuka pintu dan melongokkan kepalaku. Banyak Mechanic tapi tidak ada mas Aresh.

"Mas Aresh kemana?"

"Di pantry." jawab salah seorang Mechanic yang kulupa namanya.

Tanpa mengucap terima kasih, aku berjalan menuju pantry dan aku bernafas lega saat melihat punggung tegap mas Aresh yang tengah mengaduk kopi instans di meja pantry.

"Mas!" ia menoleh dan matanya langsung membulat sempurna saat melihatku.

"Ngapain?" tanyanya terkejut.

"Ish mas Aresh mah! Benerin tuh komputerku. Ngeblank lagi itu"

Ia menyeruput kopi buatannya lalu menatapku kembali.

"Pake laptop dulu kan bisa. Mau makan siang dulu aku." katanya seraya duduk. Baru kusadari ternyata dimeja ada sebungkus gado-gado. Ia membukanya lalu menyantapnya tanpa menatapku lagi.

Aku mendengus lalu duduk dihadapannya.

"Filenya belum aku copy."

"Sama Sigit dulu kan bisa." balasnya setelah menelan makanannya dan masih tanpa menatapku.

"Ngga mau. Dia matanya jelalatan."

"Makanya kalo pake baju yang bener!" balasnya sinis yang membuatku mengernyit lalu menyapukan pandanganku kepakaianku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aris FahujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang