Senyum Kaku Pukul Delapan Malam

655 72 5
                                    

"Hoi, Sougo! Cepat turun dari atas sana." Seruan bocah lainnya saling bersahut-sahutan dari bawah sana. "Kau akan jatuh jika terlalu lama berdiam di dahan itu!"

Menggerakkan kakinya ke belakang, bocah SD bersurai pasir itu beringsut sedikit demi sedikit. Menuruni pohon sebelumnya tak pernah sesulit ini, bagi Okita Sougo.

Atau jangan-jangan penyakit Kondou-san—tetangganya—menular padanya, bisa naik ke atas tapi tidak bisa turun ke bawah.

"Berhenti menggoyang-goyangkan pohon, Bodoh!" Menghardik keras, bocah itu kembali berusaha, merangkak turun sembari memeluk batang pohon kuat-kuat. Berharap kakinya bisa mendarat duluan ketimbang kepala yang membentur tanah keras di bawah sana.

Tiba-tiba dari arah kejauhan terdengar ribut-ribut yang kian mendekat. Melupakan urusannya untuk turun, Sougo sedikit menelengkan kepala guna melihat apa yang terjadi di sebelah sana. Beberapa anak perempuan di kelasnya datang bersama dengan sosok tinggi bersurai hitam, itu Hijikata-Teme-sensei—guru matematika kelas enam sekaligus wali kelas tiga.

"Oy, Bocah! Apa yang kau lakukan di atas sana." Pria berkemeja hitam dengan lengan dilipat sesiku, bersidekap dada sembari menatap aneh pada anak didik yang menurutnya masuk ke dalam kategori bandel.

"Dia berusaha menolong Tora, Hijikata-sensei." Gadis bersurai hitam yang diikat lemas, maju menjawab. Tora adalah seekor kucing liar yang hidup di sekitar kawasan SD ini. "Dan sekarang Sougo-kun tak bisa turun dari atas sana."

Mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali, dalam hati Hijikata bangga pada murid badung-nya itu. Ternyata bocah yang ia sangka sebagai titisan setan tersebut masih memiliki sisi baik di dalam hatinya.

Sougo berkedut karena marah. Agak gengsi dan juga malu diadukan seperti itu. Ia ingin jadi preman profesional saat dewasa nanti. Apa kabarnya jika nanti beredar kabar bahwa Okita Sougou si raja preman dulunya berhati Hello Kitty—dalam artian suka menolong anak kucing yang terjebak di atas pohon.

Lagipula kenapa kucing ini juga mengidap penyakit yang sama dengan Kondou-san? Bisa naik tapi tidak bisa turun. Sungguh merepotkan!

"Baiklah, Sougo, tunggu di sana. Aku akan membawamu turun." Pria berusia 37 tahun itu sudah siap menyingsingkan lengan baju. Dinaikkan hingga melebihi siku, menampilkan otot-otot lengan yang terlatih. Beruntung para bocah di sekitarnya masih polos, tak akan menjerit-jerit lebay karena melihat pemandangan indah berupa kokohnya lengan si guru matematika.

"TIDAK! BERHENTI DI SANA! AKU TAK MAU DITOLONG OLEHMU!" Sougo berteriak dari atas pohon. Dirinya kian panik saat mendapati Hijikata sudah mulai naik, tanpa sadar Sougo mencengkram lebih kuat batang pohon yang ia tempati—pun berarti memeluk lebih erat kucing hitam yang ia selamatkan.

Kucing tersebut refleks mencakar lengan Sougo, "GRAWRRR!" sebelum akhirnya meloncat turun dengan gesit.

"AHHHH!!!" Sougo melepaskan pegangannya seketika. Wajahnya memucat kala tetesan darah segar mengalir dari luka cakaran Tora, rupanya kucing itu melukainya cukup dalam. Napas Sougo langsung memendek, satu-satu jika didengar seksama. "Aneu—"

Hijikata dan anak-anak lainnya berteriak panik di bawah sana, Sougo terkulai jatuh dengan bahu kiri yang menghadap tanah. Satu fakta yang tak diketahui banyak orang, Sougo takut darah.

Sekuat tenaga Hijikata meloncat dari pohon yang baru dinaiki seperempat jalan, berusaha menyambar tubuh kecil anak kelas tiga SD yang sebentar lagi akan jatuh menghantam bumi.

"Minggir anak-anak!" Hijikata masih sempat memberi intrusksi pada para bocah yang berkerumun di dekat sana.

BRUGHH!!! Debum tubuh kecil yang tak sempat diselamatkan terdengar. Dalam keadaan setengah sadar, Okita Sougo jatuh menghantam kerasnya tanah.

Senyum Kaku Pukul Delapan MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang