3. Sarapan Mendebarkan

1.9K 324 54
                                    


KARA sendirian di ruang tamu. Baekhyun, Kyungsoo, Sehun, dan Jongin, sudah ke kamar masing-masing untuk mandi. Suho mengancam akan memblokir semua kartu kredit dan mobil, kalau mereka tidak berpenampilan rapi dan bersih dalam waktu lima belas menit. Jongin sempat mengajukan protes, dia menangis di lantai dan meminta Suho memberinya tambahan waktu. Alih-alih iba, Suho malah memerintahkan Kyungsoo untuk menyeret bayi besar itu tanpa perasaan. Baekhyun tergelak, Sehun hanya menatap kasihan pada Kyungsoo yang kesusahan menarik Jongin. Selama ini hanya Kyungsoo yang bisa mengendalikan Jongin setelah Suho.

Kara menghela napas, panjang dan dalam, dia menatap ke luar. Pelayan baru saja menggeser dinding kaca, pemandangan kota yang sangat indah tersaji di depan mata. Tanpa sadar Kara melipir ke pinggiran beranda, berdiri di marmer hitam yang mengapung di atas air, berjejer rapi dalam jarak yang sama di sepanjang beranda. Hembusan angin musim semi menerpa wajahnya, menerbangkan anak rambut yang menggelitik pipi pucatnya. Rumah Suho terlalu indah untuk diabaikan, hutan yang tadi dilihat Kara memagari rumah. Kara merasa seperti berada di pulau terpencil yang tak terbayangkan, di dalam rumah outdoor yang sangat menajubkan.

"Berpikir untuk terjun ke bawah sana?"

Kara menoleh geragapan, Suho tengah berjalan ke arahnya, langkah kakinya saling silang, teratur, selayak para model di atas panggung runway. Kara mengalihkan pandang ke kolam renang samping ruang tamu. Melindungi dirinya (terlebih jantungnya) untuk tetap berdetak normal, pesona pria yang kini berada di sebelahnya benar-benar mengganggu kesadarannya.

"Apa kau menculikku?"

"Apa?" Suho melihat Kara yang masih memandang lurus-lurus ke depan. Entah ke gulungan awan putih yang tengah mengikuti arah angin, atau sedang meneliti seberapa luas hutan yang mengelilingi rumah.

"Rumahmu ini terpencil dan jauh dari jalan raya, apa lagi tujuanmu membawaku ke sini selain menculikku?" Kara berpaling, dia berkacak pinggang.

"Katanya aku hanya mengurusi adikmu, tapi tadi kau bilang pada mereka aku ini calon istrimu. Perlu kau tahu, Tuan Kim Suho yang terhormat, aku bukan wanita murahan yang bisa kau perlakukan seenaknya. Aku memang butuh uang, tapi bukan berarti aku tidak punya harga diri."

Suho geming, tampak tenang dan datar. Dia memandangi Kara yang memasang tampang marah, lekat dan nyaris tanpa kedipan. Kara sampai merasa sesak napas, lemas, dia menduga tulang kakinya sudah lenyap. Suho mendekat, Kara mundur, lalu menjerit tertahan ketika Suho menahan lengannya, menunda kaki Kara yang hampir saja tercebur ke dalam air. Suho menunduk, mendekatkan wajahnya, sampai Kara bisa mencium aroma mint menyeruak ketika Suho angkat bicara.

"Memangnya kau siapa sampai aku harus repot-repot menculikmu, Ji Kara? Kalau aku mau, aku bisa mendatangkan sebanyak apapun gadis sepertimu ke rumah ini." Seringai Suho terlihat kelam dan menakutkan. Kara gemetar, kelu, terpenjara dalam manik kemerahan Suho yang melumpuhkan sekaligus menyeramkan.

"Dengar! Adik-adikku tidak takut pada siapapun, selain padaku dan ayahku. Kalau aku mengatakan pada mereka kau adalah gadis yang aku bayar untuk mengurusi mereka, bisa dipastikan tidak sampai satu jam kau pasti sudah melarikan diri dari rumah ini. Mereka akan menghormatimu seperti mereka menghormatiku karena predikatmu sekarang. Kau paham, Ji Kara?"

Suho menjauhkan wajahnya setelah Kara mengangguk. Seorang pelayan datang, memberi tahu kalau keempat adik Suho sudah duduk rapi di meja makan. Suho berbalik, bermaksud untuk bergabung ke meja makan. Namun baru dua langkah Suho berhenti, dari balik bahu dia berkata:

"Aku memutuskan, kau tidak boleh keluar rumah selama bekerja padaku. Pelayanku tidak segan melemparmu ke bawah sana, kalau kau berpikir untuk melarikan diri dari rumah ini. Dan aku tidak pernah main-main dengan ucapanku, Ji Kara."

Secret of The SwainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang