PART 1

5.9K 67 3
                                    

"Mau kemana kamu Litha?" Tanya Yudha tajam kepadaku.

Ia baru saja keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya yang liat, rambutnya yang masih basah dan meluncurkan beberapa tetes air pun seolah menerangkan bahwa ia baru saja selesai mandi.

Aku yang tengah menorehkan beberapa make-up di wajahku pun terkesiap sesaat mendengar nada suaranya yang selalu saja tinggi saat berbicara padaku.

Ya, ia adalah Rayudha Riantama, statusnya yang merupakan suamiku dalam 3 bulan terakhir ini pun seakan memberikannya peluang lebih dalam mengekang kehidupanku. Aku dan dia menikah karena dijodohkan. Ibunya yang sudah sakit-sakitan pun mulai jengah melihatnya sebagai don juan yang suka berganti-ganti pasangan tidur, beliau pun memintaku untuk menuruti permintaannya. Ibuku dan ibunya Yudha memang merupakan sahabat dari semasa mereka kecil hingga saat ini. Dan entah kenapa ibuku juga menyetujui untuk menyerahkanku–anak semata wayangnya pada bedebah seperti Yudha itu. Aku yang belum mampu menuruti permintaan ibuku untuk membawa laki-laki sebagai calon suami ke rumah pun terpaksa harus menerima semuanya.

"Aku mau ke butik. Hari ini banyak produk baru yang datang dan harus segera diluncurkan." Jawabku cuek dengan menggunakan nada biasa.

"Aku tidak mengizinkanmu pergi!" Perintahnya tegas dan tak terbantahkan.

Namun bukan Lithaya Dameswari namanya bila aku tak mampu beradu argumen dengannya.

"Aku tidak butuh persetujuanmu untuk apapun yang berhubungan dengan hidupku!"

"Aku suamimu Litha, dan aku berhak atas dirimu!" Nadanya yang rendah dan penuh tekanan pun sempat menciutkan nyaliku untuk melawannya kembali. Namun ini bukan pertama kalinya aku melawannya sehingga aku harus bertahan dengan argumenku seperti sebelum-sebelumnya.

"Aku tidak peduli! Urus saja para jalangmu, tak perlu repot-repot memikirkanku." Kataku yang segera meninggalkan kamar kami. Aku harus buru-buru keluar, menghindarinya agar aku tidak kalah argumen melawannya.

"Berhentilah bekerja, aku masih mampu memberikanmu uang, bahkan lebih banyak dari hasil butikmu itu." Ucapnya lagi.

Enak saja ia main perintah padaku. Lalu bagaimana nasib butikku yang sudah ku rintis semenjak aku kuliah dulu dengan modal yang sangat minim.

Tak ku pedulikan lagi teriakannya yang terus saja memanggil namaku dari dalam kamar kami hingga ia berdiri di ujung tangga lantai 2 rumah ini. Aku segera masuk ke mobilku dan memacunya menuju butikku.

===^^^^^===

Aku sudah tertidur pada pukul 22:00 tadi, karena hari ini memang aku sangat lelah dengan pengunjung butik yang meningkat tajam setelah produk baru diluncurkan di butikku.

Sekarang sudah pukul 00:30, aku terbangun karena haus dan aku lupa membawa minum ke kamarku. Setelah pulang dari butik pukul 21:00 tadi, aku langsung bergegas mandi dengan sisa-sisa tenaga yang ku punya dan langsung jatuh tertidur tanpa mempedulikan apapun, termasuk Yudha yang belum pulang juga. Toh pernikahan kami hanya status saja, tanpa perlu kami repot-repot menjalankan peran suami-istri yang sebenarnya.

Saat aku sudah turun ke lantai satu, aku mendengar desahan suara wanita dan–entah erangan atau apa namanya dari suara pria, namun biasanya suaranya tidak sejelas ini. Tak ku pedulikan lagi darimana suara itu berasal, karena kejadian ini sudah sering terjadi di rumah ini–entah Yudha membawa jalangnya yang mana lagi untuk memenuhi hasrat bejatnya.

Saat aku melangkahkan kakiku ke dapur untuk mengambil minum, samar-samar aku melihat pergulatan dua manusia di atas meja bar dekat dapur. Aku melewati dua orang yang tengah bercumbu itu kemudian menyalakan lampu dapur sehingga aku dapat melihatnya dengan jelas. Seorang wanita tengah telanjang bulat dan sedang ditindih oleh Yudha dengan keadaan yang sama.

I'M SORRY, DARLING!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang