Puzzle 2. Melihat

18 2 0
                                    

Nafas Leva terengah-engah. Jantungnya hampir saja meledak dan menyesakan dadanya. Dengan tergesa ia mengobrak-abrik tas slempang kulitnya, mencari kunci. Ia melepaskan sepatunya dan meletakannya sembarang ketika pintu terbuka. Tanpa menutupnya kembali, ia masuk dan langsung meraih telepon di meja ruang tamu.

"Ayolah. Kau tahu aku tidak menyukai Mimi,"ucap Leva pada telepon. Seseorang diseberang sana sudah menunggu Leva untuk menelponnya sejak siang tadi. Leva lalu mengepit batang telepon dengan pundak dan pipinya. Tangannya mencari-cari charger di tas dan handponenya yang mati.

"Oke, aku tau, kau sangat mencintai dia. Tapi bukan berarti aku harus turut menyukai dia." Akhirnya handphone Leva menyala. Ada beberapa panggilan tak terjawab dan pesan di medsosnya.

"Aku tak menyuruhmu begitu, Leva,"

"Tapi dengan menyuruhku tinggal dirumahmu, itu sama saja. Kau tau aku tidak akan bisa akur dengannya."

"Tapi kau sendirian di apartemen itu."

"Masalah? Aku sudah lima tahun sendirian di apartemen Tante Buti, dan aku baik-baik saja."

"Leva," suara diseberang sana sepertinya putus asa.

"Sudahlah, Jakop. Tidak usah kawatir. Aku baik-baik saja. Dan, kecelakaan kemarin bisa saja terjadi pada orang lain, tidak saja padaku. Beruntung aku tidak apa-apa." Leva memijit kakinya. Masih ada rasa sakit disana.

"Ya, kali ini kau beruntung."

"Maksudmu apa kali ini? Kau ingin aku kecelakaan lagi?" Kelakar Leva. Ia tertawa. Tentu saja ia tahu, Jakop tak mungkin menginginkan ia kecelakaan, sekecil apapun kecelakaan itu. Kakaknya sangat menyayanginya.

"Baiklah. Aku tidak ingin bertengkar denganmu. Tapi, ingat. Jika ada sesuatu terjadi, kemasi barangmu dan pindahlah kemari."

Leva memutar bola matanya. Jakop benar-benar mulai seperti perempuan cerewet. Apa karena ia menikah dengan Mimi?

"Tidak akan terjadi apa-apa, Jakop." Tegas Leva.

Telepon ditutup. Leva memperhatikan gambar dirinya lewat kaca bufet. Ia sangat berantakan. Kerjaannya di kantor sangat sibuk. Apalagi hari ini hari Jum'at. Perusahaannya tidak mengijinkan karyawannya lembur karena sedang ada pemotongan anggaran. Namun, pekerjaannya sama sekali tak berkurang.

Leva jadi teringat kecelakaan pada senin kemarin. Hanya kecelakaan kecil. Ia hampir terserempet mobil hitam di depan apartemennya. Ia terjerembab ke jalanan. Beruntung, lenggang. Tidak ada mobil yang menyusul untuk menabraknya. Namun ketika mendengar kecelakaan itu, Jakop langsung panik. Tentu saja Leva langsung menyesal telah menceritakan kejadian itu karena sejam kemudian Jakop sudah berada di apartemennya. Dan yang lebih menyebalkan lagi, ia bersama Mimi.

"Lihatkan, Leva tidak apa-apa." Mimi mengomel. Ia terlihat enggan masuk ke dalam apartemen Leva. Ia berdiri bersender dipintu masuk. Tangannya bersedekap.

"Benar kata Mimi. Aku tidak apa-apa Jakop." Leva berdiri. Berjalan mondar-mandir, meyakinkan kakaknya bahwa ia baik-baik saja.

Jakop tak bergeming. Ia menatap Leva dalam. Leva menjadi risih juga. Apalagi Mimi pun menatap Jakop aneh.

"Sepertinya kakakmu sedang kurang waras, Leva. Dia langsung bergegas ke apartemenmu stelah kau menelpon. Bahkan hampir saja meninggalkan kompor yang masih menyala. Untungnya aku masih waras." Mimi akhirnya masuk ke dalam apartemen dan langsung menuju dapur. Tanpa ijin Leva pula ia langsung membuat kopi. Jika tadi ia nampak enggan, sekarang ia menganggap apartemen Leva adalah apartemennya sendiri.

Jika ia tahu Jakop akan sekawatir itu, tentu ia tidak akan mengatakan apapun. Mereka adalah anak-anak yatim piatu yang hanya memiliki satu sama lain. Ketika usia Leva baru menginjak sepuluh, dan Jakop delapanbelas, Mama mereka meninggal karena penyakit kangker. Tujuh tahun sebelumnya, ayah mereka meninggal karena kecelakaan di tempat kerja. Setelah itu, Jakop bertanggung jawab penuh atas Leva, dan ia melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai seorang kakak, ayah dan ibu. Tapi biasanya Jakop tak sekawatir itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Invisible ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang