"Siapa yang meniup suling malam-malam begini?"
Dialah Putri Amaliyah Velandah, emas berharga Velandia. Sudah empat tahun terakhir ia mendengar alunan indah itu setiap malam. Sebuah alunan merdu yang asalnya dari hutan. Di sana tinggal seorang lelaki tampan, tinggi dan berambut hitam legam. Dengan lihainya pria itu memainkan jarinya menutup lubang-lubang itu untuk menciptakan suara merdu yang baru.
Namanya Reza Vareza. Satu-satunya dari Ras Erza yang tersisa setelah peperangan empat tahun silam yang membantai habis seluruh keluarganya itu. ia masih menyimpan kesedihan itu, air mata, dan rasa duka yang sangat mendalam menjadi sebuah alunan sendu yang membawa kedamaian bagi yang mendengar. Bahkan mereka yang tertidur pulas bisa bermimpi indah bersama alunannya.
Sayangnya, alunan itu tidak bisa membuat yang berpipi merah merona itu tertidur. Ini membuatnya menjadi tidak tenang. Sudah lama ia selalu mendengar alunan ini setiap malam, bahkan bila bulan purnama muncul suaranya menjadi lebih merdu daripada saat yang lainnya. rasa penasarannya lebih kuat dibandingkan rasa kantuknya itu. berandai-andai, bertanya di depan cermin yang memantulkan bayangan indah lekuk tubuhnya yang menggoda.
"Apakah ia seorang penyair/pujangga yang selalu bersiul sepanjang malam bersama pawana?" tanyanya. Tiba-tiba ia langsung tertawa geli dan berkata: "Aku berharap, sih dia adalah orang yang cukup tampan untuk ku nikahi." Bayangan dalam khayalnya.
Tidaklah lama sang pawana masih mengantarkan alunan indah itu kepadanya, ada yang mengetuk pintu kamarnya. "Tuan Putri, apakah anda masih belum tidur?"
Pintu itu terbuka dengan sendirinya. Ada wajah tampan lainnya di sini. bergantungkan pedang di pinggang kirinya dan masih berbaju zirah. Rambutnya panjang dan berwarna jingga menyilaukan bagai sang fajar yang baru bersinar. Prajurit itu baru saja pulang setelah menyelesaikan perintah daripada rajanya.
"Kau sudah menyebarkan undangannya?" tanya Tuan Putri dengan tidak sabar.
"Tentu Tuan Putri, aku dan para prajurit telah menyebarkannya ke penjuru dataran." Jawabnya, bertekuk lutut di hadapannya.
"Aku berharap ia akan datang padaku." harapnya, ia masih menikmati alunan damai itu dan menatapi indahnya bulan purnama di balik jendela.
"Alunannya bagaikan sebuah mantra yang telah menyihir diriku untuk jatuh hati padanya."
"Para penyair/pujangga dari berbagai belahan dunia akan datang seminggu lagi, Tuan Putri. Hamba memohon kepada anda untuk bersabar." Pinta yang bertekuk lutut, alunannya masih terdengar, sangat merdu dan indah.
"Hamba yakin, Tuan Putri pasti penasaran akan jari di balik tiap alunan merdunya, Tuan Putri sangat ingin tahu akan wajah di balik tiap melodi indahnya, dan Tuan Putri pasti sangat teringin melihat siapa di balik nada damainya?"
"Hanya sayembara itu yang bisa menghapus rasa penasaranku itu, Zeras. Hanya sayembara itu yang bisa menjawab semua pertanyaan yang ada dalam hatiku." Jawab sang putri.
Alunan itu akhirnya sampai pada nada terakhir. Hanya itu yang dibawakan sang pawana untuknya. Sudah sedari sang surya menghumpat di balik pegunungan hingga tengah malam buta berkuasa. Namun rasanya tetap saja kurang. Sang Putri kini terdiam dan hanya merasakan dinginnya malam.
"Mungkin, sudah waktunya hamba untuk pamit." Kata Zeras.
"Kau boleh pergi, Zeras."
"Lekaslah tidur, Tuan Putri." Pintanya untuk sang putri.
Lekas kepergiannya, sang putri lekas membaringkan tubuhnya yang gemulai di atas ranjangnya yang bercadar intan. Hanya dengan berbantal lengannya, ia ingin bermimpi akan suatu hari dimana yang memainkan suling itu menjabat kedua tangannya dan mereka saling tersenyum bertemankan alunan indah yang dibuatnya di bawah kesaksian sinar terang dari sang ratu malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beast of Love
Fantasy#EDISI_SPECIAL #FIKSI_FANTASY_ROMANCE_MYSTERY "Beriramalah siulan sendu Di malam kelabu Damailah hati semua Hilang pilu hatiku Merana dalam kutukan bukanlah apa Hanya pelukan dari buah cinta Hancurkan kebuasan hasrat Yang haus akan darah dan kegelap...