Bab 12 - Betrayal and Forgiveness I

367 27 1
                                    

"Baik. Kita sudah berada di bukit Asfar. Tapi, disini tak ada apapun. Hanya perbukitan kosong yang ditumbuhi pepohonan dan rerumputan," kata Vader memandang sekeliling dengan heran.

Sepanjang perjalanan tadi, ia lebih banyak diam dari biasanya. Aku merasa seperti ada sesuatu yang aneh dengan dirinya. Tapi, apa itu? Aku berharap pemikiranku salah kali ini jika benar ia sedang menyembunyikan sesuatu dari kami.

"Mungkin yang dimaksud Sang Peramal, tempat itu tak terlihat dan tak bisa kita sentuh hanya dengan mata telanjang. Mungkin ada sesuatu yang belum kita mengerti," kataku menjelaskan.

"Putri Lyra benar. Sepertinya kita melewatkan sesuatu yang tidak kita ketahui," sahut Artemis sependapat denganku.

"Menurut informasi, bukit ini dijaga oleh para kaum Pixie dan sejauh ini, tak ada tanda-tanda keberadaan kaum Pixie," sambung Pangeran Alfried dengan heran.

"Mungkin bukit yang dimaksud memang bukit Asfar namun, tempat itu belum tentu bukit ini. Bisa saja tempat para Centaurus dan Elf itu adalah tempat yang sangat tersembunyi, yang hanya bisa kita temukan dengan suatu cara," ujar Pangeran Lean menyimpulkan.

"Sang Peramal mengatakan. Keberanian dari hati yang suci akan menuntunmu. Ketika permata keabadian Sang Fairies sejajar dengan cahaya terakhir di musim gugur, mereka akan menunjukkan jalan." Artemis mengulang kalimat Sang Peramal, membuat kami saling menautkan alis bingung.

"Tapi, apa maksudnya? Permata keabadian Sang Fairies sejajar dengan cahaya terakhir musim gugur?" Valdish berdecak heran. Sepertinya dia sama bingungnya dengan kami.

Aku terdiam sejenak, mencoba untuk memutar otak. Bisa saja kalimat itu sebenarnya memiliki makna yang sederhana.

Permata keabadian sang Fairies?

Aku menatap pedang Fairies di tanganku. Sesuatu seketika menggelitikku.

Apakah yang dimaksud dengan permata keabadian adalah ini? Aku mendongak, menatap mereka dengan pandangan bersemangat.

"Mungkin yang dimaksud permata keabadian Sang Fairies adalah permata Fairystone." Aku memperlihatkan ganggang pedangku, dimana permata Fairystone berada disana.

"Dan cahaya terakhir yang dimaksud adalah ..." Pangeran Lean mengarahkan telunjuknya pada warna jingga di kaki langit, "sinar matahari. Lebih tepatnya matahari senja. Cahaya Terakhir dimusim gugur," ungkapnya. "Bukankah hari ini adalah penghujung musim gugur?"

"Kau benar, pangeran. Mungkin jika kita mensejajarkan permata Fairystone dan sinar matahari, itu akan membuka jalan kita pada para Centaurus dan Elf."

Ketika ditengah usaha kami mencari petunjuk, tiba-tiba sekelompok orang berjubah hitam bertudung, berdatangan dari segala arah mengepung kami. Jumlah mereka belasan orang.

"Sial! Para penguasa sihir hitam!" dengus Legolas penuh kebencian.

"Penguasa sihir hitam?" ulangku mempertanyakan.

"Mereka adalah para pengikut Ratu Arora, putri," jelas Valdish yang juga menatap mereka penuh kebencian.

Ketakutan yang sejak tadi berusaha aku kubur dalam, kini perlahan menyeruak keluar tatkala satu-persatu mereka membuka tudung. Atensiku tertuju sepenuhnya pada orang terakhir yang membuka tudungnya. Mataku membelalak lebar dengan tubuh bergetar hebat. Sepasang iris perak melelehnya menatapku tajam, membuat jantungku seolah berhenti berdetak.

Aku harap, penglihatanku tengah menipuku kali ini. Wajah itu, wajah yang sangat aku kenal dengan baik. Ada hal yang tak kusukai ketika menatap sepasang iris peraknya. Mata itu berubah menjadi perak berkilat kehijauan, seolah ada sesuatu yang tengah mempengaruhinya. Dia lebih mirip jiwa yang terkekang dibandingkan disebut manusia.

FALLERYA : Legend of FairiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang