Aku ternganga takjub ketika Fairystone mengeluarkan cahaya biru berkilauan kemudian memantulkannya ke beberapa titik di pegunungan. Aku segera tersadar dari rasa takjubku. Berpaling sekilas pada Lean dan yang lain untuk bertukar isyarat.
Aku melirik Vader yang perhatiannya kini tertuju sepenuhnya pada Fairystone. Memberiku satu kesempatan yang harus aku gunakan sebaik mungkin. Aku membungkukkan badan perlahan agar ia tak menyadarinya. Selanjutnya, meraih pisau kecil yang ku simpan di balik jubahku. Dalam satu gerakkan cepat, aku memutar tubuhku, mengubah posisiku di belakang tubuhnya. Kemudian menancapkan pisau tersebut di punggungnya. Pedang ditangannya seketika terlepas.
Tidak membuang kesempatan. Valdish yang sudah melepaskan diri dari pengaruh sihir Vader. Segera membantu yang lain. Pertempuran kembali terjadi. Suasana menjadi semakin kacau oleh suara pedang yang kembali beradu.
Melihat Vader yang masih mengerang kesakitan. Aku segera memungut pedang yang terjatuh di dekatku sebelum ia sempat meraihnya. Vader mencabut pisau yang masih menancap dipunggungnya, lalu membuangnya dengan marah.
Langkahnya sedikit terseok menghampiriku.
"Kau berani menantangku, putri!" desisnya dengan tatapan bengis.Ia memungut pedang yang tergeletak di tanah. Merasa gusar, berlari menyerangku dengan mata berkilat marah. Aku bersiap. Antara perasaan ragu dan ketakutan—mengacungkan pedang ke arahnya.
"Inikah pertarungan yang seimbang untukmu, putri?" Dia mengayunkan pedangnya ke segala arah. Aku berhasil menepis beberapa serangannya meski sedikit kesulitan. Dia adalah seorang perwira yang ahli pedang. Sedangkan aku hanya gadis berusia tujuh belas tahun yang tersesat ditempat ini, yang tiba-tiba harus bertarung dengan kemampuan pedangku yang sangat amatir.
"Kau seharusnya tidak berpikir untuk mengkhianati Raja dan rakyat Coroalis, Vader! Kau hanya memikirkan dirimu sendiri!" kataku marah. Aku berusaha mencari celah untuk menyerangnya, atau setidaknya menggores lengannya.
"Seharusnya kau yang berpikir untuk tidak memberontak melawan bibimu sendiri, putri. Dia adalah keluargamu. Bukankah keluarga harus saling melindungi?" katanya penuh nada sindirin. Kemarahanku kian tersulut mendengar perkataannya.
"Persetan dengan semua itu, Vader!" Memperhitungkan setiap serangan, aku terus berusaha mencari celah, saat aku menemukannya, aku berhasil menyayat bahu kanannya meski sedikit.
"Lebih baik kau menyerah, Vader. Aku akan mengampunimu jika kau menyerahkan dirimu, sekarang," kataku berusaha membujuknya seraya mengacungkan pedangku padanya."Untuk apa? Menyerah untuk kalah?" Dia meludah. "Kau tidak akan menang melawan Ratu Arora, putri! Apa kau lupa? Dia memiliki kelemahanmu." Lagi-lagi dia menyeringai.
"Kau mau bertaruh?" Aku menarik salah satu sudut bibirku. "Kurasa mulai saat ini kau harus mengubah pendapatmu, Vader!"
Aku mengayunkan pedangku ke sisi kanan dan kiri tubuhnya. Menebas apapun yang ada di sana. Namun, karena dia adalah seorang yang ahli dalam ilmu pedang. Vader bisa dengan mudah membaca gerakanku dan dengan cepat menangkis setiap seranganku.
"Seharusnya kau yang menyerah, putri. Apa kau tidak ingin bertemu dengan ibumu?"
Aku mengepalkan tanganku erat.
Menatapnya dengan rahang terkatup rapat menahan emosi."Dan seharusnya kau tidak memancing emosiku, Vader!" kataku dengan napas memburu.
Aku berlari, mengarahkan ujung pedangku ke dadanya. Namun, lagi-lagi dia bisa dengan mudah menangkis seranganku.
"Hanya itu kemampuanmu, putri?" Dia tersenyum miring. Aku menatapnya dengan napas memburu. Sial! Sepertinya dia merasa senang karena aku tidak berhasil melukainya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLERYA : Legend of Fairies
FantasyAilyra Nixy Cansaster, seorang gadis bangsawan yang sangat ceroboh dan menginginkan kebebasan. Suatu hari, tanpa sengaja ia membuka portal dalam buku kuno yang menghubungkannya ke dimensi lain. Membawanya ke sebuah negeri bernama Fallerya. Ia tertah...