PROLOGUE

142 5 0
                                    

"Dan juara pertama dalam kejuaraan nasional selam kali ini diraih oleh..."

Pembawa acara menjeda kalimatnya. Tribun yang penuh dengan manusia itupun hening sejenak, semuanya memfokuskan pandangan pada pembawa acara. Para atlet yang sedaritadi duduk di tribun pun sudah menanti kelanjutan kalimatnya. Meskipun mereka sudah tahu siapa yang akan menjadi juara terbaik, namun rasanya selalu berbeda jika bukan pembawa acara yang menyebut nama pemenang untuk naik ke podium, yang kemudian disusul dengan sorakan bangga dan riuhnya tepuk tangan penonton pertandingan.

"...Alexis Andrea! Untuk sang juara pertama dipersilahkan naik keatas podium untuk menerima medali dan piagam." Lanjut pembawa acara yang diikuti dengan sorak bangga teman-teman satu tim Alea.

Alea mengepalkan tangan dan melayangkannya keudara. Perempuan itu tersenyum sangat puas. Para sahabatnya menepuk pundaknya sambil berebut mengucapkan selamat. Ia tersenyum bahagia. Lagi-lagi ia masih menduduki peringkat pertama di Kejuaraan Nasional.

"Hey Champ! Buruan turun dari tribun. Kamu juara lagi!" Teriak bahagia Clark dari bawah tribun. Wajah laki-laki jangkung itu terlihat sangat bahagia. Clark adalah sahabat terbaik yang dimiliki Alea. Mereka sudah bersama sejak masih sama-sama duduk dibangku playgroup. Keduanya berteman baik sedari kecil. Kedua Ibunya sudah bersahabat semenjak gadis. Jarak kelahiran antara keduanya juga tidak terpaut jauh. Persahabatan yang dijaga oleh kedua orangtua itupun diwariskan pada anaknya masing-masing.

Alea sempat menengok kearah Clark yang sedang melambaikan tangan kearahnya dengan wajah penuh kegirangan. Alea tersenyum melihat Clark. Ia menuruni tangga tribun dengan sedikit berlari. Clark masih setia menunggunya.

"Congrats, Al." ucap Clark sambil memeluk Alea sekilas, lalu melepaskannya dengan usapan jahil dirambut Alea yang masih basah. Tidak ada rasa jengkel seperti biasa. Alea membalas perlakuan Clark dengan tawa lepas.

"Makasih Clark. Aku naik ke podium dulu," Alea berlari kecil menuju podium. Tingkahnya seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Clark masih menatapnya dari balik badannya.

Alea yang sekarang, tetaplah Alea yang dulu. Suara tawanya masih terkesan polos, matanya yang selalu berbinar ketika ia sedang bahagia, dan sifatnya yang berubah diam ketika ia sedang sedih. Yang jelas Alea begitu ekspresif, sehingga tidak ada satupun yang bisa ia sembunyikan darinya. Menurut Clark, Alea adalah perempuan yang paling mahir menyimpan rasa sedihnya rapat-rapat. Ia bilang tidak ingin terlihat lemah, tapi ia lupa bahwa berpura-pura kuat tidak pernah menyelesaikan masalah. Mengenal Alea selama dua puluh dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Jika diibaratkan sebuah pohon, mungkin persahabatan mereka sudah lebih dari kokoh. Tidak ada waktu yang terlewatkan. Mereka sepasang sahabat yang saling menaruh janji untuk selalu bersama. Sebuah janji konyol terucap dari perkataan anak kecil yang masih polos. Mereka terbiasa bersama dan saling berbagi. Clark berjanji akan selalu ada disisinya kapanpun ia butuh.

Dan Clark selalu menepati janjinya.

Alea terus menyunggingkan senyum saat berada diatas podium. Ia mengangkat rangkaian bunga dan medalinya tinggi-tinggi. Alea melemparkan pandangan pada kedua orang tuanya yang bertepuk tangan bangga atas keberhasilannya. Beberapa wartawawan juga masih sibuk mengambil gambarnya.

Nama Alexis Andrea sudah cukup tenar di Indonesia, khususnya dalam olahraga Selam yang digelutinya. Pada tahun 2003 silam, ia menjadi atlet selam terbaik dan termuda Indonesia yang berhasil berangkat mengikuti Seagames di Beijing. Meskipun saat itu usianya belum genap tiga belas tahun. Banyak yang memprotes keras atas keikutsertaannya kala itu. Karena cabang olahraga selam memiliki batas usia untuk mengikuti Seagames, yaitu empat belas tahun. Namun karena pihak penyelenggara mengetahui prestasi Alea, panitia membolehkannya mengikuti Seagames. Alea bahagia setengah mati. Berhari-hari ia mengganggu tidur Clark. Ia suka menelpon Clark tengah malam dan mengatakan bahwa ia tidak percaya dapat bergabung menjadi salah satu peserta Seagames di Beijing. Clark tetap bertahan mendengarkan cerita Alea, meski kantuk hampir mengalahkannya.

Menurut Clark kemenangan Alea kali ini sangat pantas ia dapatkan. Bisa dibilang ia termasuk saksi mata atas kerja keras Alea selama ini. Ia harus berlatih dipagi buta, saat yang lain masih bersahabat dengan mimpi. Tak jarang Alea harus merelakan waktu hangout dengan sahabat-sahabatnya untuk melakukan latihan tambahan. Tak jarang juga Clark menemukannya kelelahan karena berlatih seharian. Alea sangat keras kepala ketika disuruh beristirahat sejenak. Meski tubuhnya terasa letih luar biasa, Alea akan tetap bangun pagi untuk berlatih lagi dan lagi. Siapapun tidak akan bisa menghentikannya.

Melihat Alea tersenyum sambil membawa medali, Clark merasa usaha sabahatnya kini berbuah manis. Ia rela jika harus menemani Alea berlatih sepanjang hari. Ia akan tetap menghadiahkan dirinya saat Alea butuh tempat untuk sekedar bersandar dan meluapkan keluh kesahnya. Clark rela mendengar celotehan ataupun meredakan keluhnya saat hidup dirasa tidak adil.

Clark sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari senyum Alea. Entah sejak kapan ia merasa senyum Alea menjadi magnet dalam setiap pandangannya. Hidup Clark terasa sangat menyenangkan saat melihat senyum Alea.

Perempuan itu melemparkan pandangan tepat pada seorang laki-laki yang sedang menuruni tribun atlet dengan setengah berlari. Pandangan Alea seolah mengharapkan laki-laki itu datang menghampirinya. Tak sedikitpun Alea melepaskan tatapannya dari laki-laki itu. Clark melangkahkan kakinya mendekati podium, ia merasa sangat bahagia melihat keberhasilan Alea saat ini. Kebahagiaan Clark meletup-letup dalam hati. Ia hanya ingin memeluk Alea sekali lagi dan sedikit lebih lama.

Alea turun dari podium dan berlari kearahnya.

Mendadak Clark diam, seperti ingin menjaga jarak ketika Alea menghamburkan pelukan kepada seorang laki-laki. Seseorang yang sangat disayangi Alea. Ia berlari kearah Hans, memeluknya dengan erat dan tertawa dipundaknya. Hans pun membalas pelukan Alea dengan erat. Mereka tertawa sangat bahagia. Hans terlihat berkali-kali mengucapkan selamat kepada Alea tanpa melepas pelukannya.

Clark berdiri ditempat, menyaksikan drama yang diperlihatkan Alea dari jauh. Ia tak mungkin merusak kebahagiaan Alea. Setidaknya untuk saat ini. Akhirnya, Clark memutuskan berjalan membelakangi mereka berdua. Saat Hans membubuhkan sebuah kecupan mesra dikening Alea.

Ada bagian yang hilang dalam hati Clark. Tapi ia tidaktak bisa menerka apa-apa. Ia merasa ada bagian yang hilang dan hanya mampumenjadi penonton dari drama bahagia orang lain. Sahabatnya sendiri.    

The Athletes LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang