The Leaves in the Autumn

152 1 1
                                    

A/N : ini cuma oneshoot request dari temen, maapin kalo gantung, maapin juga kalo jelek. Cuma manusia biasa yang ga luput dari kesalahan. Jangan baca kalo gasuka, ok? Don't copy any characters and plot bcs this is belong to me!

********

Gadis itu tersenyum saat melihat kado yang berada dalam genggamannya. Dia rasanya sangat bahagia sekarang, bahkan dia pun hampir menangis terharu karena terlalu bahagia. Dia tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya, entahlah mungkin dikarenakan hari ini adalah hari besar baginya karena tepatnya pada hari ini hubungannya dengan kekasihnya bertahan selama tiga tahun. Dia tidak menyangka jika sudah selama ini mereka menjalin hubungan. Gadis itu mengeratkan genggamannya pada kado yang akan dia berikan kepada kekasihnya dan pergi meninggalkan kamarnya menuju ke kamar mandi. Ya, dia butuh mandi sekarang, karena beberapa jam lagi dia akan bertemu dengan pangeran berkuda putihnya.

******

Autumn's Point Of View

Aku berdiri didepan cermin, mencoba melihat penampilanku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kemudian bergegas mengambil kado yang tadi sempat aku beli di Mall. Aku tersenyum kembali saat melihat kado tersebut. Mungkin orang lain akan menganggapku seperti pasien rumah sakit jiwa sekarang, peduli setan tentang tanggapan orang lain. Sekarang yang ada di otakku hanyalah raut wajah Nathan dengan iris mata berwarna hazel seperti lelehan madu. Astaga, aku begitu rindu dengan pria itu. Rasanya seperti sudah tidak bertemu selama beberapa bulan. Belakangan ini dia selalu sibuk, bahkan saking sibuknya sampai tidak sempat membalas pesan-pesan singkat yang aku kirimkan padanya. Memang sih pesan yang ku kirim kepadanya setiap hari begitu konyol. Namun, bukankah setiap orang yang mempunyai kekasih bahkan akan bertindak sama denganku? Ya, aku berani bertaruh mereka pasti akan mengirimkan pesan yang menanyakan tentang keadaan kekasihnya, atau mungkin tentang kegiatan yang tengah dilakukan oleh kekasihnya, dan berbagai macam hal yang tidak waras lainnya. Ah, tetapi bukankah itulah yang dinamakan cinta? Cinta bahkan bisa membuat orang menjadi bodoh dan menganggap segala sesuatu yang dianggap menjijikan menjadi halal saja untuk mereka lakukan. Aku mengambil handphoneku untuk mengirimkan pesan pada Nathan

To : Nathan

Aku akan menunggumu di cafe biasa kita bertemu. Kau tidak usah repot-repot untuk menjemputku. Seeya in there! xx

Aku memasukkan handphoneku kedalam tasku, kemudian mengambil kunci mobil dan sebuah kado yang sudah terbungkus rapih. Lalu bergegas turun kelantai bawah dan pergi meninggalkan halaman rumah menuju garasi mobilku.

*******

Nathan tengah bergelung dibalik selimut menikmati tidur nyenyaknya karena terlalu lelah dengan one night standnya bersama wanita yang ditemuinya di bar semalam. Ia mendengus kesal saat mendengar handphonenya berdering menandakan adanya satu pesan masuk. Nathan mengambil handphonenya dengan kesal dan menslide layar. Melihat sepuluh pesan masuk dan lima belas missed call dari nomor Autumn. Geez. Nathan kemudian memencet tombol lock handphonenya kembali tanpa perlu repot-repot membaca pesan gadis itu satu persatu. Gadis itu pasti hanya mengiriminya sebuah pesan yang sama seperti setiap harinya. Seperti ucapan selamat pagi, menanyakan keadaannya, menanyakannya tentang aktivitas hariannya, dan berbagai macam hal lainnya yang tidak berguna bagi Nathan. Ia merebahkan tubuhnya lagi diatas ranjang miliknya mencoba menutup matanya dan menghiraukan bunyi ringtone handphonenya yang terdengar, menandakan adanya panggilan masuk. Pasti Autumn, ya-siapa lagi kalau bukan gadis itu. Nathan tidak mengangkatnya seperti biasa. Kemudian berdecak kesal dengan sikap kekanak-kanakkan Autumn. Rasanya lama-kelamaan rasa cintanya tergantikan oleh rasa benci karena gadis itu terlalu posesif padanya.

Nathan bangkit dari ranjang berniat untuk pergi ke rumah Stella. Ya, rasanya bahagia setiap dirinya selalu berada di dekat Stella. Stella memang sahabatnya sejak mereka baru memasuki junior high school dan sekarang mereka bahkan memasuki high school yang sama. Nathan sangat sayang terhadap Stella, bahkan dia sudah menganggapnya sebagai adik. Ya, walaupun pemikiran Stella lebih dewasa dibanding pemikiran Nathan. Rasanya segala masalah bisa dipecahkan dengan kepala dingin jika kau berkonsultasi kepada Stella. Ok, kedengarannya Stella seperti seorang psikolog. Tapi, Stella memang cocok jika menjadi psikolog karena pemikirannya sudah terlalu dewasa untuk ukuran anak yang seumurannya. Berbeda dengan Autumn, dia lebih pantas disebut sebagai anak 5 tahun yang selalu meminta permen kapas dibanding menjadi siswi senior high scool, gadis itu begitu konyol dan terlalu kekanak-kanakkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Leaves in the AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang