"Uft, gue nyerah. Gue nggak kuat lagi lari sejauh ini. Kaki gue kayaknya lecet deh, Do." Kata Digna sambil mengatur napasnya, yang ngos-ngosan kayak dikejar setan.
Inilah rutinitas Digna dan Digdo pada hari libur. Hukumnya wajib buat lari pagi. Mau itu di lapangan, di halaman komplek, bahkan di pasar pun. Pokoknya wajib lari pagi. Itu peraturan yang dibuat oleh Digdo. Emang nyebelin banget ya orang se-batu Digdo, dia nggak kenal tempat, yang penting harus lari pagi. Tapi kali ini mereka berada di salah satu tempat track khusus buat jogging di Jakarta.
"Payah lo. Baru lari dua keliling aja udah nyerah. Lecet? Lo nggak pake kaos kaki lagi? Udah gue bilangin berkali-kali kalo pake sepatu itu harus pake kaos kakinya juga oncom. Entar kaki lo bau, baru tau rasa." Digdo menimpal, masih terus bermain dengan snakeboardnya tanpa memperdulikan Digna yang mengeluh gara-gara kakinya lecet. Digna menyeimbangkan larinya yang sempoyongan.
"Batu banget sih lo, Do. Liat nih kaki bener-bener lecet." Digna teriak meringis menahan sakit.
"Lo yang batu kali, udah dibilangin pake kaos kaki." Digdo mengerang sambil menghampiri Digna yang terlihat sedang duduk di tepi taman dengan bibirnya yang mengerucut.
Lo lucu ya kalo lagi cemberut. Kayak baby angrybird deh rasanya gue pengen nyubit tuh pipi. Gumam Digdo dalam hati sambil terkekeh karena melihat tingkah sahabatnya itu yang selalu saja merepotkan.
Untung dia sahabat Digdo. Kalo bukan kali udah Digdo panggang pake fresto.
"Mana sini gue liat." Digdo yang pas datang langsung melihat pusat luka pada kaki Digna dan mengusapnya perlahan.
Apalagi sih nih anak perlakuannya kok bikin gue gemeteran ya padahal dia sering bikin gue sebel. Tapi kadang juga bikin gue blushing. Lo alien kali ya, Do. Freak banget deh. Digna berdeham.
"Lo duduk di sini. Pegang snakeboard gue." Pekik Digdo seraya meninggalkan Digna sendirian. Kan Digna bilang apa alien bener tuh anak. Ditinggal gini aja. Digna hanya mengangguk mengiyakan menuruti apa yang dikatakan Digdo.
Ribet banget sih rencana kan nemenin gue jogging. Lo malah asik main snakeboard. Gerutu Digna dalam hati sambil menginjak-injak snakeboard kesayangan milik Digdo.
Katanya, snakeboard itu adalah hadiah dari almarhum Ayahnya waktu dia menginjak kelas 4 SD. Ya, Digdo sudah tak memiliki Ayah lagi. Ayahnya meninggal karena serangan jantung. Tapi Digna cukup terhura eh terharu. Digdo bisa begitu tegar menjadi tulang punggung keluarga yang memiliki satu orang adik yang sekarang kelas 3 SD. Digdo terlalu sempurna untuk Digna walau sering sekali membuatnya tandukan karena ulah jailnya. Digdo.
Tiba-tiba Digdo datang dengan membawa satu botol air mineral dan dua buah handsaplast. "Nih lo minum yang banyak. Sini lecetnya dimana? Gue pasangin handsaplast."
Digna melongo dibuatnya. Di sisi lain jantungnya serasa naik turun kayak hysteria dufan itu loh. Jleb jleb. Lo peka banget sih ya, Do.
"Mau gue pasangin nggak nih? Lo malah cengo liatin gue gitu. Iya tau gue ganteng kok, Na." Kata Digdo polos tanpa senyum sedikit pun. Digna terbangun dari lamunannya dengan kikuk menyerahkan kaki yang luka untuk dipasangkan handsaplast.
"Lo ikhlas nggak sih hm?"
"Bersyukur kek masih ada yang peduli sama lo." Jawab Digdo masih terfokus memasangkan handsaplast pada kaki Digna.
"Sembarang kalo ngomong. Banyaklah yang peduli sama gue."
"Gue cuma takut lo mati gara-gara lecet."
"Kiasan lo berlebihan deh. Mana ada orang mati gara-gara lecet kayak gini. Eh tapi itu artinya lo nggak bisa hidup tanpa gue ya, Do?" Kata Digna sambil tertawa renyah.
Seandainya itu bukan bercanda, Na. Gue emang nggak bisa hidup tanpa lo.
"Ngaco lo." Jawab Digna dengan mengacak-acak rambut Digna yang sekarang ancur berantakan kayak kesetrum listrik.
Bibir Digna mengerucut. "Ini udah jadi karakter lo kali ya bisanya cuma ngacak-ngacak rambut gue."
Digdo hanya tersenyum simpul.
YOU ARE READING
Dandelion Flakes
Teen FictionMasa lalu. Sakit hati. Masa depan. Kehilangan. Dimana kebahagiaan itu datang? -Digdo- Ku datang sahabat bagi jiwa saat batin merintih. Usah kau lara sedih, masih ada asa tersisa. "Hidup, hidup gue. Kok lo sutradaranya?" Kata Digna mendengus kesal. "...