Haru

4 0 0
                                    

Awan mendung hadirkan pesan pahit dan memberi sebuah sayatan yang membekas pada hati seorang wanita yang tengah berdiam di bawah sebuah pohon. Rintik-rintik air hujan mulai membasahi wajah dan seluruh tubuhnya, sehingga membiaskan suara tangis yang begitu sendu. Walaupun sebuah pohon menaunginya, namun tetap saja air hujan membasahi tempat yang didudukinya. Potongan-potongan ingatan melintas dipikirannya, baik yang indah maupun yang menyakitkan hadir secara acak. Ingatan itu tentang seorang pria yang dulu selalu ada di dalam hatinya hingga sampai saat ini, seorang pria yang begitu berarti baginya, seorang pria yang tak akan pernah hilang dalam ingatannya.

***

Indahnya pagi pancarkan sinar mentari pada setiap gedung sekolah yang dilaluinya. Suara teriakan dan tawa terdengar dari balik gedung tersebut, teriakan itu berasal dari dua orang yang berbeda.

"Kau curaaang..." Wanita yang tengah duduk berdua dengan seorang pria itu mengeluh.

"Hahaha... Kamu saja yang lambat untuk bereaksi," ejekan pria yang berada di sampingnya.

"Pokoknya ulangi lagi. Kali ini aku pasti bisa membuatmu kalah."

"Baiklaah... tapi percuma saja kita ulangi, toh pasti aku yang menang lagi."

Mereka berdua mengulangi lagi permainan suit asal jepang itu dengan semangatnya, karena jika kalah dia harus hukuman dengan mendapat coretan dari tepung di wajahnya.

"Gunting, kertas, batu..." Ucap mereka berbarengan.

"Hahaha... Lihat, sudah kubilang kan aku lagi yang menang. Sini, aku olesi tepung lagi." Pria itu mengoleskan tepung dari sebuah wadah ke pipi wanita itu.

"Uuuhh... Ini tidak adil, kenapa kamu terus yang menang? Wajahku jadi terlihat sangat berantakan, sedangkan wajahmu masih terlihat bersih. Huh, lain kali aku tidak akan kalah."

"Salah kamu sendiri, kenapa kamu lambat. Kamu tak akan bisa mengalahkanku." Ejek pria itu lagi.

"Aku tidak lambat, kau ini menyebalkan. Ah, sudahlah... aku lebih baik kembali ke kelas. Sebentar lagi waktu istirahat akan segera berakhir."

"Begitu saja kamu marah. Inikan hanya sebuah permainan Yume." Sebuah senyuman terukir di wajahnya.

"Aku tahu Haru, aku tahu. Siapa juga yang marah. Wleee..."

Seulas senyum terukir di wajah pria yang bernama Haru tatkala melihat tingkah kekasih pujaannya. Sesaat setelah kepergian Yume senyumnya pudar tergantikan raut kesedihan dan tidak ada yang tahu mengapa hal itu terjadi. Semilir angin menerpa pepohonan yang berada di sekitarnya membawa sebuah perasaan kalut.

***

Kesunyian memenuhi sebuah ruangan yang begitu luas dan dipenuhi dengan berbagai macam perabotan rumah tangga, namun sebuah suara terdengar mendominasi. Terlihat empat orang yang sedang serius mengerjakan suatu pekerjaan dan satu orang tengah menjelaskan suatu materi yang berisi angka-angka yang rumit. Sebuah suara mengusik keadaan yang tenang itu dengan begitu antusias.

"Haru, aku ingin menanyakan sesuatu." Ucap sebuah suara yang diketahui berasal dari seorang wanita yaitu Yume.

"Ya, silahkan Yume. Apa yang ingin kamu tanyakan?"

"Coba kau lihat soal Matematika yang no. 7 ini, aku belum mengerti dan sulit untuk menyelesaikannya."

"Apa itu sebuah pertanyaan Yume? Aku rasa bukan."

"Arrghhh... Terserahlah, yang terpenting Aku ingin minta bantuanmu."

"Yume, bilang saja kamu ingin diperhatikan oleh kekasihmu. Hahaha..." Ejek teman Yume.

"Benar apa katamu Karin. Hahaha..." Teman yang lain ikut mengejek.

"Aku tak mencari perhatian dari Haru, memang benar aku tak mengerti dengan soal itu. Kau saja yang berlebihan Karin dan juga kenapa kau ikut-ikut mengejekku Vin. Tuh lihat lebih baik Yato yang diam saja tidak seperti kalian." Ucapnya tidak terima dengan perkataan Karin dan Vina.

"Jelas saja Yato diam, coba lihat baik-baik dia sedang mimpi disiang bolong tuh."

"Hahaha... Benar sekali Rin. Kalau saja Yato bangun, mungkin dia akan ikut mengejekmu."

"Eh?" Yume melihat ke tempat Yato duduk, benar saja dia tengah tertidur dengan pulasnya sambil mengeluarkan suara dengkuran. Melihat hal itu Yume langsung saja membangunkan Yato dengan cara yang tidak lemah lembut.

"Yatoo... Bangun kau, bukannya mengerjakan soalnya dengan benar, kau malah seenaknya tidur di rumah Haru, kau membuatku sangat maluu..."

"Hooaaam... Ada apa sih? Berisik sekali, aku ngantuk jadi jangan ganggu ya!" Setelah berguman Yato mencoba kembali menyambut mimpi yang terganggu.

"Berisik jidatmu. Banguuunn..."

"Ah, elaah... iya, iya. Kau ini cerewet sekali, padahal Haru saja tidak marah kalau aku tidur."

"Haru ku itu terlalu baik, jadi dia tak berani mengganggumu. Kau saja yang tidak tahu diri. Sudah baik Haru mau luangkan waktunya untuk membantu kita belajar mempersiapkan Ujian Nasional." Ucapnya kesal.

"Sudah Yume, Yato jangan bertengkar lagi! Lebih baik kita lanjutkan menyelesaikan latihan soalnya, begitu pula dengan Karin dan Vina."

Belajar bersama itu dilanjutkan kembali dengan sedikit lebih tenang dan berjalan dengan baik. Walaupun canda tawa kembali terdengar dengan segala tingkah laku Yume dan teman-temannya. Melihat hal itu Haru hanya bisa tertawa dan mencoba untuk meredakannya. Sebuah kebahagiaan tidaklah harus sesuatu yang istimewa melainkan dengan hal sederhana pun kebahagiaan dapat terciptakan.

***

Kendaraan berlalu lalang melaju di jalanan di kota yang tak pernah tidur. Angin malam berhembus sedikit kencang sehingga menusuk sampai ke tulang rusuk, walaupun sudah mengenakan pakaian yang hangat tetap masih terasa dingin. Malam itu Aku dan Haru baru pulang menonton di bioskop tepatnya di Mall yang ada di kotaku. Aku bergandengan tangan dengannya menyusuri jalanan yang masih ramai dengan kendaraan.

Tepat di penyebrangan jalan saat lampu berwarna merah tak tahu sudah berapa lama, Aku dan Haru cepat-cepat menyebrangi jalan dengan berlari-lari kecil karena hanya ada dua kendaraan yang sedang berhenti. Namun setelah kita berada jalan, lampu berubah menjadi hijau. Aku pun menarik lengan Haru dengan kencang, sehingga menyebabkan kaki Haru tersandung dengan lubang yang ada di jalan. Aku membantunya berdiri, tapi sebuah truk melaju sangat cepat tinggal dua meter dan mengarah tepat ke arah kita berdiri. Aku terkejut dan melebarkan kedua mataku, namun entah kenapa seluruh tubuhku menjadi kaku dan sulit untuk digerakkan. Di sampingku Haru berdiri dengan kaki yang sedikit pincang karena jatuh tadi.

Pronggggg....

Pronggggg....

Suara klakson Truk itu menggema.
"Yume ayooo..." teriak Haru yang entah kenapa terdengar begitu kecil.

Truk itu pun semakin mendekat, sampai aku belum sempat tersadar. Dan aku merasakan tubuhku terdorong ke samping jalan dengan begitu keras sehingga membentur trotoar jalan. Aku sedikit tersadar dan melihat di depan mataku Haru tertabrak Truk itu dengan suara rem yang keras, namun sangat terlambat dan membuat tubuh Haru terpental beberapa meter ke depan. Aku berteriak sangat kencang.

"HARUUUUUU..."

***

Lagi-lagi sebuah ingatan tentang seseorang yang dikasihinya muncul kembali sehingga menyisakan sebuah kekalutan yang sangat mendalam. Semua itu kini hanya sebuah kenangan yang tidak akan pernah dapat dia alami kembali. Karena sebuah maut yang harus memisahkan kisah cinta diantara keduanya dan meninggalkan sesal yang tak pernah termaafkan karena kebodohannya. Sehingga dia trauma dan mengutuk dirinya untuk tidak menjalin sebuah hubungan lagi. Entah sampai kapan waktunya dia akan menjaga cintanya untuk Haru. Dia melakukan hal itu karena sebagai hukumannya di masa lalu. Begitulah kisah kehidupan yang penuh warna, bahkan walaupun cinta itu begitu kuat dimiliki dua orang pasangan. Tetap saja tak ada yang tahu tentang sebuah takdir. Terkadang takdir itu tidak selalu yang diharapkan manusia.

Goresan KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang