Chapter 22 - Curse Of Melody - Perjalanan Melelahkan

300 33 0
                                    

Tingkatan secarik nada yang teratur dengan bercirikan tinggi rendahnya nada, pola dan harga sebuah nada yang menjadikannya lagu untuk membangkitkan feeling.

Before reading, read the above words!

Bagaimana Vote dan Komen untuk 20 chapter sebelumnya?

Bagaimana Vote dan Komen untuk 20 chapter sebelumnya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dianna Ralphin dan Steven Ralphin

Sesosok perempuan berada didalam sebuah kediamannya, dia sedang berdiri dihadapan sesosok laki-laki dengan tatapan kesal.

"Kenapa kau mematikan teleponku?" Tanya Steven Ralphin yang sudah sampai dikediaman sang kekasihnya, Dianna Ralphin.

Dianna Ralphin memandangnya kesal, "Bagaimana aku tidak kesal jika kau selalu bersama Rosalie." Jawabnya memandang ke arah lain.

Dia menghela napas dan memegang kedua bahunya pelan, "Dengar Anna, aku mencintaimu dan aku tidak ada hubungan apapun dengan Rosa. dia saja yang terus memaksaku untuk mencintainya."

Dianna menatap manik mata drake's – neck milik Steven, namun terkandung kejujuran dan ketulusan.

"Baiklah, aku percaya padamu dan... jangan membiarkan kepercayaanku runtuh." Ucap Dianna tersenyum tulus.

Steven tersenyum tipis dan mereka saling memeluk, "Aku tidak akan melakukannya, Nona Ralphin." dan dirinya melepas pelukan setelah beberapa menit, "Pergilah, nanti Produser mencarimu." Lanjutnya.

Dianna mengangguk, "Baiklah, tolong jaga rumah yang baik ya?"

"Tentu saja."

Setelah tersenyum tipis mendengar jawaban sang suami, Dianna melangkahkan kaki dan pergi dari kediamannya. Dia yang sudah menutup pintu rumah tersenyum melihat sang produser yang menjemputnya didepan rumah.

"Seperti yang kau katakan."

Sang produser tersenyum miring, "Tentu saja, special untuk penyanyi besar kita."

Dianna tiba-tiba merasa mulutnya didekap dengan sebuah sapu tangan yang tercium Chloroform yang sepertinya sudah sengaja ditaburi pada sapu tangan tersebut dari belakang.

Dia ingin melawan, namun tenaga seseorang yang mendekapnya jauh lebih besar. Hal itu membuat matanya perlahan tertutup.

"Bawa dia ke mobil. cepat!" seru sang Produser.

**

London, England
Milestone Hotel

Sedari tadi Anne dan Dick tampak terkagum-kagum melihat pemandangan kota yang terkenal akan jam dinding yang sangat besar tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedari tadi Anne dan Dick tampak terkagum-kagum melihat pemandangan kota yang terkenal akan jam dinding yang sangat besar tersebut. Mereka berdua seperti tersihir akan kecantikan Negara yang romantis tersebut.

Julian yang tampak menatap pasangan sedang melakukan sesuatu yang meragukan pun menatapnya sampai pasangan tersebut melakukan hal yang membuatnya merona.

Melihat Julian yang tampak intens memandangi pasangan ditaman tersebut membuat Jane menarik tangannya.

"Kau jangan melihat yang macam-macam!" seru Jane dengan kesal.

Julian tersenyum miring, "Heh? kau mau kita melakukannya?" tanya dia sambil mendekati wajah Jane.

Dia pun menutup wajah Julian dengan tangannya, "Tidak, tuan mesum. aku tidak ingin." sahutnya menyipitkan mata. lalu melangkah pergi menjauhinya.

"Hey, kenapa ditinggal sih?" seru Julian masih berdiri ditempatnya.

Merasa berisik pun membuat Jane kembali melangkah padanya dan menarik tangan Julian yang mengikutinya, sedangkan sahabat mereka didepannya hanya terkikik melihat mereka.

Sesampainya disuatu penginapan yang dipesankan oleh Hector, mereka melangkah memasuki penginapan di Milestone Hotel tersebut.

Saat memasuki ruangan hotel tersebut, Anne yang pertama kali memandangnya antusias dan berbinar-binar dengan kesan dekorasi interior hotel tersebut.

Bob yang berada disampingnya tertawa kecil menatap gadis tersebut tampak takjub dengan hotel yang mereka masuki. "Apa kau kagum dengan desain hotel ini?"

"Tentu saja, Bob. Interiornya seperti magic layaknya dunia peri." Jawab Anne memandang Bob cerah sekilas dan menatap sekitar hotel tersebut dari mereka dibagian penerimaan tamu sampai menyusuri ruangan mereka.

"Kau seperti tidak pernah memasuki hotel saja, Anne." Ucap kakaknya, Dick sambil terkikik sebentar.

Sang receptionist yang melangkah menyusuri hotel untuk mengantar mereka ke ruangan pun hanya tersenyum pelan mendengar ocehan mereka seperti anak kecil, meskipun mereka sudah dewasa.

Anne pun berhenti bersinar kagum pada ruangan hotel dan merasa dunia khayalannya terganggu, "Aku hanya kagum saja kok, kak. Memang tidak boleh?" tanya dia menyipitkan mata.

George menengahi mereka, "Sudahlah, Anne benar. Lagipula aku juga tertarik dengan desain hotel ini." Ucap George tersenyum kecil pada mereka.

Tiba-tiba dering handphone Pete berbunyi, kebetulan handphone sedang dia pegang. Jadi agak menimbulkan suara berisik, membuat orang-orang disekitar mereka menatap.

"Ah, maafkan saya." Ucap Pete merasa bersalah dan segera melihat apa yang masuk pada handphone-nya. Dia melihat satu email masuk dan Pete membukanya.

Maaf menganggu ketenangan kalian, saya hanya menyampaikan jika kalian sebaiknya memulai menyelidiki kasus besok saja. Kebetulan tamu bersedia agar kalian datang ke rumahnya besok. Sekarang kalian istirahatlah pada hotel yang sudah dipesankan. Semangat.

-Hector Sebastian-

"Mr.Hector benar, sebaiknya kita istirahat dulu." Ucap Jupiter setelah ikut membaca pesan dari sang penulis pengantar mereka dalam kasus.

Julian mengangguk, "Benar. Aku merasa lelah dengan perjalanan kita kemari." Ucapnya.

Bertepatan dengan perkataan Julian, sang receptionist berkata ramah dengan mereka, "Baiklah, ini kamar kalian yang dimulai dari kamar ini," ucapnya sambil menunjukkan kamar yang dimaksud, "Jika ada sesuatu yang dibutuhkan tinggal panggil melalui telepon yang ada diruang kamar hotel ini masing-masing."

George tersenyum kecil pada receptionist, "Ya, kami mengerti. terima kasih, miss." Ucapnya sambil membungkukkan kepalanya sebentar.

Sang receptionist yang ditag melekat pada bajunya bernama Nadien Johnson pun mengangguk, "Sama-sama. Saya permisi." Jawabnya lalu melangkah ke lift.

Para detektif pun mengucap selamat tidur dan masuk ke kamar penginapan masing-masing.

**

Maaf ya kata-katanya kepanjangan readers. Baiklah, sampai jumpa di chapter berikutnya.

02/05/2017

The Eight Detectives | Revisi ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang