Hari keempat.
"(Name)-chan!"
"Hai ooka-san! (Ya bu!)."
(Name) yang sedang tiduran di kamarnya langsung terbangun. Ia keluar dari kamarnya dan menuruni tangga—kamarnya berada di lantai dua.
Terlihat ibunya sedang sibuk di dapur sambil mengeluarkan bahan-bahan makanan dari kulkas. "Ibu lupa untuk membeli daging dan saus barbeque-nya. Bisakah kamu menjaga rumah sebentar, ibu mau ke supermarket untuk membeli daging dan sausnya?"
Setiap ibu pasti akan menyuruh anaknya, tetapi berbada dengan ibu (Name). Ibu (Name) tahu bahwa anaknya sangat penakut untuk pergi ke luar dan sangat malu hanya untuk berbicara dengan penjaga kasirnya. Maka dari itu, ibu (Name) memutuskan untuk pergi sendiri.
"O-ooka-san! B-biarkan aku yang mem-membelinya!" seru (Name).
Ibu (Name) sedikit terkejut melihatnya anaknya bersemangat untuk membantunya membeli bahan makanan yang kurang. Ibu (Name) tersenyum hangat.
"Tidak perlu (Name), kau kan sangat takut pergi keluar apalagi sebulan yang lalu saja kau hampir menangis saat penjaga kasir menanyaimu," ucap Ibu (Name) sambil tertawa geli.
Sebuah panah imajiner langsung menusuk hati (Name).
"T-tapi bi-biarkan aku membantu kali ini!" ujar (Name) pantang menyerah.
Ibu (Name) tertawa kecil, lalu memberikan (Name) sejumlah uang untuk membeli daging dan saus. (Name) menerimanya dengan senang hati dan segera melesat pergi menuju supermarket.
***
(Name) berjalan di sekitar trotoar, kepalanya menunduk—tanganya memilin ujung bajunya. Memandang takut-takut ke kanan-kiri. Takut-takut kalau ada preman yang ingin berbuat jahat padanya.
Sebenarnya (Name) kali ini sedang berusaha untuk mengatasi rasa takut dan malunya. Ia melakukan ini agar ia tidak selalu menyusahkan kedua sahabatnya dan juga agar dekat dengan orang yang ia kagumi.
Kemarin saja sepulang sekolah (Name) pergi ke perpusatakaan ditemani kedua sahabatnya untuk meminjam buku yang berjudul "Cara untuk mengatasi rasa malu dan takutmu." Di rumah (Name) membaca buku itu sampai tuntas dan menurut buku itu hal yang pertama harus ia lakukan adalah ia harus mengatasi rasa takutnya.
Kali ini ia mempratekkannya dengan mencoba untuk pergi keluar sendiri.
Tiiing~
"Selamat siang~"
(Name) memasuki supermarket tersebut. Dengan cepat ia mengambil keranjang belanja dan segera pergi menuju rak saus terlebih dahulu.
"Mmm ... kurasa ibu selalu membeli saus barbeque ini, tetapi aku juga pernah melihat ibu membeli saus yang ini. Lalu yang mana?"
(Name) kebingungan diantara dua saus barbeque yang dia pegang. Ia tidak tahu saus mana yang ibunya suruh belikan. Karena tidak ingin berlama-lama disana (Name) memilih salah satu diantaranya secara acak dan memasukkan saus tersebut ke keranjang belanjaan.
Saat (Name) berbalik, ia menabrak punggung seseorang yang tinggi besar. (Name) sedikit mundur ke belakang. Dengan panik (Name) segera meminta maafa sambil menundukkan wajahnya.
"Heh~ kau pikir dengan meminta maaf semuanya baik-baik saja?"
"Hoi Ojou-chan, kau sendirian disini?"
(Name) mendongakkan wajahnya dan terkejut saat melihat 2 orang berpenampilan preman menatap dirinya sambil menyeringai. Preman yang (Name) tabrak memiliki penampilan yang tinggi besar, dengan kepala botak, ada bekas luka memanjang di pipinya. Sedangkan, preman yang satunya memiliki penampilan yang tidak jauh menyeramkan dari temannya, hanya sajadia memiliki rambut yang berantakan dan tubuhnya menguarkan bau alkohol.
(Name) mundur ke belakang, ia menatap ketakutan kearah dua preman tersebut. Saat ia ingin kabur, tangannya yang bebas dicekal oleh preman yang berkepala botak, membuat (Name) tidak bisa kabur. Keranjang belanjaannya jatuh ke lantai
"Heh~ kau kemana Ojou-chan? Bagaimana kalau kita bermain-main sebentar?" laki-laki berkepala botak itu menyeringai bersama dengan teman yang berada di sebelahnya.
"B-bagaimana ini? A-aku harus berteriak, t-tapi suaraku tidak bisa ke-keluar!"
Kedua preman itu mendekati (Name) dengan mata yang penuh nafsu, salah satunya memegang bahu (Name). (Name) hanya diam di tempatnya berdiri sambil memejamkan matanya, berharap ada orang yang membantunya.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN?"
Sebuah teriakan menarik perhatian (Name) dan kedua preman itu. Teriakan itu berasal dari arah belakang kedua preman itu.
"Iwaizumi-senpai!"
Yap, orang yang berteriak itu adalah Iwaizumi. Sebenarnya, Iwaizumi sedang membeli minuman di supermarket dan tidak sengaja melihat dua preman sedang melakukan tindakan senonoh disana. Saat melihat bahwa (Name) sedang dikepung dua preman itu, Iwaizumi sungguh terkejut.
"Heh~ kau tidak usah ikut campur bocah! Pergi saja sebelum kau pulang babak belur nanti," ucap preman yang berekepala botak.
(Name) menatap Iwaizumi dengan tatapan minta tolong. Iwaizumi menggertakan giginya dan langsung melayangkan pukulan ke kedua preman itu. Iwaizumi melepas jaketnya dan memakaikannya kepada (Name), karena baju yang (Name) pakai telah robek di beberapa tempat.
Iwaizumi langsung menarik (Name) untuk pergi dari supermarket itu.
***
"APA YANG KAU PIKIRKAN, HAH?"
Setelah kelauar dari supermarket dan lolos dari dua preman yang ingin memperkosa (Name), kini mereka sedang duduk di taman. Tetapi bukannya menenangkan (Name), Iwaizumi malah memarahi (Name).
"Kenapa kau tidak berteriak? Apa kau sangat ingin diperkosa oleh mereka?"
Ucapan menusuk Iwaizumi di akhir perkataan membuat (Name) marah, "K-KAU PIKIR AKU MENIKMATI HAL SEPERTI ITU!"
(Name) bereteriak di depan wajah Iwaizumi, ia marah saat Iwaizumi berpikir bahwa ia adalah wanita murahan. "aku juga ingin berteriak, tetapi suaraku tidak ke-keluar."
(Name) menundukkan kepalanya, tangannya memegang erat ujung jaket. Air mata keluar dari matanya.
Iwaizumi terdiam, ia tahu kalau tadi ia salah bicara. Tidak seharusnya ia berbicara seperti itu. "Maaf...."
Hanya satu kata yang dapat Iwaizumi ucapkan. Tetapi, itu tidak dapat menenangkan (Name). gadis itu masih saja menangis.
Iwaizumi mengusap rambutnya kasar, lalu berjongkok membelakangi (Name)—menggendong (Name).
"Naiklah, biar aku menggendongmu. Akan kuantar sampai rumah."
(Name) menghentikan isak tangisnya, ia menatap punggung Iwaizumi. Rasa panas menjalar di wajahnya sampai ke telinga. Ia menatap punggung Iwaizumi dengan ragu-ragu.
"Cepatlah naik! Keburu hari akan malam," seru Iwaizumi.
Dengan gugup (Name) mengalungkan tangannya di leher Iwaizumi. Iwaizumi berdiri dan memegang kaki (Name) agar tidak terjatuh. Wajah (Name) semakin memerah seperti buah yang masak yang siap untuk dipetik.
Dari jarak sedekat itu membuat (Name) dapat mencium bau khas Iwaizumi. Entah kenapa bila di dekat Iwaizumi, (Name) merasa lebih tenang dan ia merasa ... aman.
Tanpa sadar (Name) menaruh kepalanya di pundak Iwaizumi dan ia tertidur di pundak Iwaizumi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Boyfriend in 7 Days (Hajime Iwaizumi)
FanfictionBe My Boyfriend in 7 Days Iwaizumi Hajime Version "Jadilah pacarku selama 7 hari" Keseharian antara para chara HQ dalam menjadi kekasih seorang (Name). Sebuah kisah manis dan duka mereka rasakan. Akankah mereka bersatu selamanya? Atau merek...