.
.
.Mata laki-laki itu kembali mengerjap.
Menampilkan bola mata berwarna kecoklatan yang sesungguhnya sangat tajam. Tetapi dibalik ketajaman matanya ada sorot kesedihan yang mendalam. Pemiliknya kembali mengerjapkan matanya.
Sekali ...
Dua kali ...
Dan pada akhirnya kembali memejamkan matanya sambil mengerang frustasi.
Lama ....
Hanya berdiam diri sambil memegang sebelah kepalanya yang terasa sangat sakit.
Dan begitu dia membuka matanya, dia kembali mendesah.
Aku harus bagaimana? Pikirnya.
Kau hanya perlu berlari ...
Seseorang sedang berbicara didalam pikirannya.
Ya.. ini lah jalan yang aku pilih. Dan aku hanya bisa berlari...
dasi Run Run Run nan meomchul suga eobseo
(Ayo lari lagi! Aku tak bisa berhenti berlari)tto Run Run Run nan eojjeol suga eobseo
(Ayo lari lagi! Aku tak bisa membantu lagi)eochapi igeotbakke nan mothae
(Hal yang dapat aku lakukan sekarang hanyalah berlari)neoreul saranghaneun geot bakken mothae
(Hal yang dapat aku lakukan sekarang hanyalah mencintaimu)Perempuan itu kembali mengerutkan keningnya. Saat ini, pandangannya hanya tertuju pada setangkai mawar putih yang setiap pagi ditemukannya didepan pintu rumahya.
Dan tanpa mengubah raut wajahnya, tangannya meraih bunga mawar itu dan kembali beranjak masuk kedalam rumah.
Dibalik pintu yang telah tertutup, dia bersandar sambil menghembuskan nafas yang tanpa sadar dia tahan sejak dia mengambil mawar itu.
Apa kau hanya ingin terus berlari?
Perempuan itu beranjak dari tempatnya menuju meja disudut ruangan dan meletakkan mawar itu pada vas yang telah dia isi air. Mengganti bunga mawar putih sebelumnya yang telah layu.
.
.
.
.“Apa yang kau lakukan disini?”
Pertanyaan itu. Nada dingin itu. Masih sama.
Sorot mata tajam dan seakan menahan amarah tetap diarahkannya pada sosok laki-laki yang kini ada dihadapanya.