Bab 9

757 62 5
                                    

Clara's Pov

"Udah... kamu nikah saja sama Anka. Kan kamu jomblo." Ujar Bunda. Kata jomblonya kurang enak didengar ya.

"Jomblo? Clara 'kan udah punya pacar. Malah sudah lima tahun, ya?" Ujar Kak Anka. Kulihat ekspresi keluargaku yang kaget mendengarnya.

Ya Allah.

Kak Anka! Mulutnya hih....

Matilah aku.

Seluruh anggota keluargaku menatap horor padaku. Tak terkecuali Bu Inah. Sementara yang baru saja membuka kartuku itu hanya bingung menatapku dan keluargaku.

"Clara... Kamu punya pacar?" Tanya Bunda histeris.

"Kok kamu gak pernah bilang ke ayah kalau kamu punya pacar?" Ujar Joan.

Hadehhh... Sialan, kau Kak Anka!

"Huhh... Iya. Clara sudah punya pacar," Jawabku. Aku menunduk menatap piringku sendiri.

Sial! Aku kehilangan selera makanku gara-gara Kak Anka.

Bu Inah menengahi dan menyuruh kami untuk melanjutkan sarapan. Seusai Kak Anka dan Bu Inah pergi, Bunda kembali menyosoriku dengan pertanyaan-pertanyaan yang gak bemutu.

"Jadi? Kamu udah punya pacar? Selama 5 tahun?"

"Kenapa gak pernah bilang?"

"Bunda sempat takut kalau kamu bakalan jadi perawan tua."

"Bunda kirain kamu gak pernah suka cowok karena kamu udah 'melenceng jalur'."

"Selama 5 tahun belakangan kalian udah ngapain aja?!"

Astagaa... Siapapun tolong sumpel mulut pintar Bunda ini!

"Bun... Please... Jangan lebay. Oke aku sudah punya pacar. Alasan aku gak pernah kasih tau, karena aku tahu kalian bakalan maksa-maksa aku buat cepet nikah. Dan-"

"Ya iyalah Bunda sama Ayah bakal maksa kamu buat cepet nikah! Dari pada pacaran-pacaran gitu, mending langsung nikah aja sekalian! Biar halal!" Potong Bunda.

Aku menghela nafas secara perlahan.

"Bun... Clara gak mau nikah cepet-cepet. Clara masih muda. Dan lagi... Clara mau berkarir dulu. Bunda tau 'kan kalau Clara sangat suka dengan pekerjaan Clara. Clara gak mau melepaskan pekerjaan Clara gitu aja buat yang namanya 'pernikahan'. Clara gak mau menomor duakan pekerjaan atau pun pernikahan Clara kelak. Jadi sekarang, Clara mau puas-puasin berkarir terlebih dahulu. Urusan nikah bisa belakangan," Ujarku datar.

Bunda ternganga, "Kamu bilang urusan nikah belakangan? Astaga.... Ntah salah makan apa aku saat aku hamil anak ini. Sayang, kita sebagai perempuan gak perlu kerja tinggi, karena pada ujungnya kita bakal berhenti dan mengurus anak-anak," Ujar Bunda.

"Bun... Zaman sudah maju. Bukan hanya laki-laki saja yang bisa berkarir dan sukses. Tapi perempuan juga bisa. Bahkan presiden juga ada perempuan'kan? Clara-"

"Tapi... Nikah itu penting, Nak..." Potong Bunda lagi. Mungkin kalau suasana tidak seserius ini aku akan tertawa mendengar ucapan Bunda yang mirip dengan salah satu dialog iklan kecantikan di televisi.

"Bun... Bukan berarti Clara ingin berkarir, Clara gak nikah. Clara mau, kok. Cuma nanti. Clara pengen berkarir terlebih dahulu. Clara pasti nikah, kok. Bunda gak perlu khawatir," Ujarku meyakinkan sekaligus risih dengan topik pembicaraan ini.

Bunda menghela nafasnya dengan berat lalu pergi begitu saja ruang tamu tanpa berbicara sepatah katapun. Aku melirik ayah yang ikut-ikutan berdiri.

"Ayah gak bakal maksa kamu buat nikah cepat. Tapi, kamu harus segera bawa pacar kamu kerumah. Mau tak mau harus dibawa. Ayah mau nyusul Bunda." Balas ayah lembut. Aku langsung bisa menebak isi pikiran ayah. Pasti ayah akan mengambil kesempatan dalam kesempitan kepada Bunda. Dasar!

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang