PROLOG

56 4 1
                                    

"Tidak, kumohon, jangan lagi! Jangan sekarang! Jangan muncul!" lelaki berambut coklat itu meracau, dia memeluk lututnya ketika tubuhnya bergetar hebat. Dia merasakan desakan itu, sesuatu atau tepatnya seseorang ingin muncul ke permukaan, mengambil alih kuasa serta kesadaran akan tubuhnya.

Dia tidak ingin itu terjadi, lagi. Ada sebuah deadline yang harus dia kejar. Ada cerita yang harus dia lanjutkan. Dia tidak boleh membiarkan dia muncul. Demi apa! Dia adalah pemilik tubuhnya! Hanya dia yang boleh menguasai kesadarannya.

Dia tidak mengerti, kenapa dia seperti ini? Kenapa dia bisa mengalami hal ini? Kenapa dia berbeda dari yang lain? ... Selalu berbeda. Orang-orang selalu menatapnya dengan aneh, dan jika mereka-mereka itu sampai tahu kalau dia punya penyakit sialan ini ... Mereka semua pasti akan menguncinya di bangsal rumah sakit jiwa.

Tidak diragukan lagi.

Mereka akan mengisolasinya, mengesampingkannya lebih dari sekarang.

Dia tidak mau ... Sungguh, dia tidak mau itu ... Dia takut sendirian.

Sejak dulu dia selalu sendiri. Kenapa hal-hal buruk selalu terjadi padanya? Dosa apa yang sudah dia lakukan? Apa ini karma?

Dia tidak mengerti apa yang salah  ... Oh, tidak, dia rasa dia mengerti. Dia mengerti apa yang salah pada dirinya. Semua yang ada pada dirinya adalah KESALAHAN! Bukankah itu yang dikatakan mereka semua?

Dia tidak lebih dari sampah menjijikan.

"Jangan muncul! Jangan muncul!" mohonnya di sela-sela rentetan pikiran negatifnya. Dia mengeratkan pelukannya pada diri sendiri dan membenamkan kepalanya di antara lutut sembari tidak bisa mencegah diri untuk berpikir betapa tidak berguna dan menyedihkannya dia. Oh, dia hanya tidak tahu kalau harusnya dia menghentikan pikiran-pikiran negatifnya karena itu hanya memberi kekuatan pada seseorang yang ingin muncul ke permukaan. "Jangan lagi! Jangan la—" tubuhnya bergetar, dia tiba-tiba terdiam, tangannya yang melingkari lututnya jatuh ke lantai kamar mandi yang dingin.

Lalu, selang beberapa detik kemudian, perlahan dia mengangkat kepalanya, sebuah senyum miring merekah di bibirnya. Ekspresinya telah berubah total, dari lelaki yang menangis putus asa menjadi lelaki pongah berekspresi bagaikan diva.

Dia mengernyit jijik saat melihat sekitar kamar mandi yang kotor itu. Dia berdiri dan langsung berjalan menuju cermin. Dia menyentuh rambut coklatnya yang lepek dan mengerutkan hidung.

Penampilan kampungan macam apa ini?

Oh, dia butuh banyak perombakan supaya dia bisa bersenang-senang malam ini setelah sekian lama.

Yeah, setelah sekian lama yang benar-benar lamaaa~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

More Than One WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang