Awan pekat berarak, mendaki gunung, lewati lembah, sedang sungai mengalir indah ke samudra. Untung tak ada teman untuk diajak bertualang. Hingga malam menjadikan hutan di sekitarnya meremang. Hanya cahaya bulan yang sedikit banyak menerobos rimbun reranting pohon pinus, menjadikan udara berkabut di bawahnya menjadi horor.
Dari kejauhan terdengar lolongan binatang paling absurd yang terkadang berbulu lembut, apalagi kalau bukan sering-gila berbulu domba. Meski seram, namun lolongan binatang jadi-jadian itu tak lantas menjadikan bulu kuduk dua sosok berlainan jenis yang tengah berdiri di tepian danau itu meremang. Sepertinya mereka berdua tengah terlibat pembicaraan yang amat serius.
"Edward gigit gue sekarang. Please! Gue udah nggak tahan pengen jadi vampir juga. Biar awet muda, nggak jerawatan, nggak perlu perawatan. Lumayan buat ngurangi biaya untuk beli krim siang dan malam. Juga biar kita bisa terus bersama, selamanya?" Bella meyakinkan Edward, vampir pacarnya, untuk menjadikan ia sebagai vampir juga.
"Tapi, Bel, loe tuh masih terlalu muda untuk jadi vampir. Umur loe aja belum genap tujuh belas tahun." Edward masih ragu dengan keputusan Bella.
"Gue udah tujuh belas tahun, kok."
"Mana buktinya?" tagih Edward.
"Ini SIM gue." Bella nyodorin selembar kartu dari dompetnya.
"Ini SIM tembak. Palsu!" Edward menolak.
"Kok tahu kalau palsu?"
"Barusan kemarin gue nembak juga bikinnya." Edward balik nyodorin SIM tembaknya.
"Kamu bayar 350 ribu?" tanya Bella.
"Nggak. 150 ribu doang."
"Kok murah?"
"Gue udah langganan dari kakek buyutnya si polisi. Jadi dapat diskon. Loe lupa kalau umur gue udah 238 tahun?"
"Oiya." Bella tepok jidat. "Jadi gue belum memenuhi syarat buat jadi vampir?"
"Tentu saja. Loe gagal segagal-gagalnya, Sayang." Edward pasang wajah sinis ala-ala sinetron.
"Tapi ...." Bella sepertinya telah lelah menyakinkan kekasihnya itu. Matanya lantas berkaca-kaca. Lalu sesegukan dan menangis sejadi-jadinya.
Bella meraung-raung. Makin memecahkan kesunyian hutan rimba, menciptakan nuansa yang jauh lebih angker ketimbang yang sebelumnya. Kerik jangkrik berhenti bersahutan. Sekumpulan serigala liar tampak gusar mendapati raungan yang lebih menyayat hati dibanding lolongan mereka. Begitu pula dengan kuntilanak yang sedang merias diri dengan bedak putih tebal dan mata pandanya, ia lalu memutuskan memilih absen malam ini karena tiba-tiba bulu kuduknya berdiri tegang.
"Gila nih makhluk, serem amat. Datang dari mana, ya? Suaranya angker gilak. Gue aja sampai merinding disko dibuatnya. Serem seserem-sereeemnya," ujar Mbak Kunti sambil mengunci pintu dan jendela rumahnya rapat-rapat dan lantas ngumpet di balik selimut.
"Bella, tenanglah, Sayang." Edward berusaha menenangkan Bella. Dibelai mesra kepala kekasihnya itu. Dielus pelan dan diselipkan jemari pemuda itu perlahan di sela-sela rambut Bella yang terurai panjang.
"Aduh. Pelan-pelan, dong, Ed!" Bella mengaduh ketika Edward membelai rambutnya.
"Say, loe pakai sampo apaan, sih, kok rambut loe bisa kusut gini. Bercabang, patah-patah lagi," ujar Edward sambil terus menatapi rambut Bella yang tersangkut di jemarinya.
"Ih, katrok! Loe nggak liat di tipi kalau gue jadi duta sampo lain, yang dijual eceran itu, loh. Lumayan, duit hasil endors-nya bisa buat bayarin kencan kita tempo hari," jelas Bella.
Kali ini mimik muka Edward bersemu merah jambu. Ia malu pada pengakuan Bella yang kerap mentraktir kencan mereka. Maklum, Edward tak memiliki penghasilan tetap. Sebagai seorang vampir, ia tak bisa bekerja di bawah sinar matahari langsung, apalagi berpanas-panasan ria sebagai kuli bangunan. Bukan karena takut kulit putih pucatnya itu terpapar sinar UV atau takut terserang kanker kulit akibat efek global warming. Sekali lagi bukan. Sebab, jika kulitnya terkena sinar matahari langsung, ia bisa lebur jadi abu. Makanya, Edward hanya bisa kerja part time saat cuaca mendung ataupun hujan. Dan oleh sebab itu, sejak tiga bulan lalu, ia resmi menyandang pekerjaan sebagai tukang ojek payung.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Twilight Saga
HumorCerita horor komedi tentang Bella, Edward, Suster Ngesot, Drakula, Pocong, dan Sundel yang tak lagi Bolong.