Hati yang kumiliki sungguh tak sama lagi, meski di detik yang membawamu pergi, perasaan cinta itu masih tersimpan utuh di hati. Senyum yang pernah melengkung indah di bibir sudah terganti. Bukan berarti perasaanku padamu sudah utuh terganti, bukan pula melupakanmu sudah pada puncak yang kamu damba selama ini. Tidak, perasaan itu masih ada meski pedih mengoyak luka. Ingatan perihal kamu masih jelas membayang penuh membelah dada. Namun, bukankah kutelah berjanji akan tetap melupakanmu meski tidak secepat yang kamu pinta, tidak seutuh yang kamu harap.
Entah mengapa, hujan dan kemarau bercampur padu pada satu waktu? Mencipta gemuruh rintihan senja yang telah merampasmu dariku. Badai kemalangan menghempas hebat percintaanku. Dan tangis malam yang semakin pilu memperbesar perasaan rindu. Ketika sekian lama kita tak bertemu, kamu malah terbaring lemah di hadapanku. Berjuang untuk tetap bertahan hidup. Sungguh, kamu buat hatiku semakin pilu.
Aku tetap rindu meski berkali-kali keinginan melupakan datang menggebu. Tetap menyayangi meski peluang memilikimu tak pernah kumiliki lagi. Tetap khawatir jika kamu tak mau bangun, meski kamu tak pernah mengkhawatirkanku lagi. Bodohku memang besar, tapi cinta yang tersisa untukmu jauh lebih besar. Cinta yang berusaha ku konversi menjadi cinta seorang sahabat kepada sahabatnya.
*Demi Kamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Membunuh Sepi
Poetry(Proses Terbit) Untuk yang mencintai lalu dibenci Untuk yang datang lalu pergi lagi Untuk yang setia lalu dikhianati Untuk yang teguh mempejuangkan lalu dipatahkan Untuk yang memendam lalu terlambat menyatakan, Untuk kamu yang patah hati, Merindukan...