Senja kala itu begitu indah. Cahaya sang mentari mengufuk indah di barat hendak meninggalkan bumi pertiwi. Suara ayat-ayat Al-Quran menggema merdu dari masjid dan menandakan jikalau puasa hari ini akan segera berakhir.
Herin baru saja menyelesaikan ibadah sholat ashar ketika wendy baru saja masuk rumah.
"Loh Teh? Dari mana?" Tanya Herin lalu heran melihat kaki wendy terpincang seperti itu.
"Dari pijat tempat mpok Hera. Mamah mana?" Tanya wendy pada herin yang lagi berjalan kedapur.
"Mamah? Keknya tadi pen nganter kue ke masjid." Herin menjawab santai sambil membuka lemari penyimpanan.
"Kok bukan kamu sih? Kan kasihan mama musti jalan sendiri." Marah Wendy ketika mengetahui Herin membiarkan Mamahnya pergi sendiri.
"Tadi bareng mba Chyara kok. Aku tadi baru pulang sekolah selisihan di depan blok ama mama baru keluar bareng mba Chyara." Perkataan Herin untuk meredakan amarah tetehnya.
"Hmm gitu. Nih ada takjil dari Mas Chiyo." Lega hati Wendy mendengar jika mamahnya tidak pergi sendirian. Dia agak khawatir jika mamanya terlalu banyak beraktifitas.
"Takjil? Tukang pijat? Teteh jalan lagi ama mas Chiyo? Wah daebak!" Mendengar nama Chiyo dari Wendy tadi membuat Herin seperti mengeluarkan sinyal love alert-nya.
"Ihh apaan sih dek. Sok-sok pakai korea lagi." Wendy mulai kesal jika digoda seperti ini oleh Herin. Apalagi dia masih menghindari kenyataan jika jantungnya tadi berdebar hebat karena Chiyo.
"Bukan gitu Teh. Kalian udah sering jalan. Yakin nggada apa-apa?" Herin kembali berspekulasi hingga membuat Wendy memegang pelipisnya.
"Rin jan mulai lagi yah. Plis." Sergah Wendy sebelum Herin berkata lagi.
"Tapi teh coba pikir lagi." Namun gadis 15 tahun itu masih saja beropini.
"Herin!!!" Bentak Wendy hingga Herin terkejut. Hening, semuanya menjadi sunyi. Hanya suara Azan yang mengumandang menandakan telah tiba waktu berbuka bagi umat muslim didaerah setempat.
Begitu menyadari Azan yang bergema sekejab itu pun Wendy menyadari jika ia sudah kelewat batas. Ia membentak sang adik yang sebenarnya tidak salah apa pun.
"Astagfirullah, maaf rin. Teteh kelepasan." Wendy mendekati Herin namun Herin cepat-cepat menghindari Wendy.
Tanpa menjawab herin mengambil gelas tinggi di lemari lalu mengambil air di dispenser. Herin itu hatinya kek raditya dika. Lembut banget kek pantat baby. Ngga bisa dibentak dikit dia pasti udah kesel aja.
Herin berbuka seadanya air dan kurma dari toples dimeja makan. Wendy pun ikut duduk untuk berbuka bersama Herin. Dia masih merasa tidak enak karena membentak adiknya itu.
Ia pun mengeluarkan takjil pemberian Chiyo tadi. Ternyata cukup banyak juga. Ada kolak pisang, putu ayu, yang pasti tentu saja ada sate taichan idaman Wendy sebelumnya. Dan setelah dirogoh lagi ternyata ada kolak biji salak kesukaan Herin. Demi apa Chiyo seperti memiliki indra keenam dimana ia bisa membaca masa depan dan membelikan makanana yang dibutuhkannya saat ini.
Dengan perlahan wendy membuka penutup kolak biji salak itu lalu menyodorkan kedepan herin yang masih menguyah kurmanya.
"Apa?"
"Maaf."
"Maaf kenapa?"
"Udah bentak-bentak dedeknya teteh yang paling geulis."
"Jadi ini sogokan?"
"Bukan sogokan. Ini tanda maaf."
"Itu kan dari Mas Chiyo. Mo minta maafnya modal kek ini malah andelin pemberian "Temen" nya." Herin bermonolog dengan tangan aktif menggapai kolak biji salak sodoran tetehnya sambil mengudak santan dari makanan khas itu lalu menekankan kata teman dengan membuat isyarat tanda kutip dengan jarinya.
"Udah masuk mulut juga masih aja protes." Kesel wendy sambil memakan kurma dari toples yang sama dengan Herin sebelumnya.
"Hmmm. Padahal Herin mah pengen punya Kakak kek Mas Chiyo."
"Lah bukannya emang dia ama mba Chyara udah kita anggap kakak?"
"Teteh mah. Polos apa bego sih?"
"Ehh mulutnya. Bilangin mamah loh ntar loh."
"Herin pen teteh nikah ama Mas Chiyo." Sudah kedua kalinya pernyataan ini dilayangkan oleh Herin dan reaksi wendy kali ini adalah.
"Rin." Wendy mengambil nafas dalam.
"Dek. Nikah itu bukan perkara gampang. Bukan urusan satu dua hari. Nikah itu dilakuin oleh dua orang yang saling sayang dan berkomitmen untuk bersama hingga kematian datang." Wendy menatap manik Herin serius.
"Teteh nggabisa bilang kalo Mas Chiyo itu jodoh ama teteh. Karena itu belum pasti. Sedangkan jodoh teteh yang pasti sendiri itu adalah kematian. Maka dari itu. Tugas teteh saat ini yah cuman menyiapkan diri menyambut kedua jodoh itu. Dan. Tolong jangan bahas ini lagi yah dek. Tolong banget. Masa depan kamu panjang. Banyak hal lain yang masih bisa kamu pikirin. Kalo untuk jodoh teteh, biar teteh sendiri yang pikirin. Okey?" Sadar gak sadar Wendy tadi baru saja berubah menjadi mamah dedeh. Mendengar pernyataan tetehnya membuat Herin sedikit tertegun.
"Hebat juga ini si teteh. Pulang dari tempat mpok Hera jadi bijak gini."
Herin melamunin perkataan tetehnya. Tanpa sengaja ia menangkap sesosok berbadan tinggi yang sedang berdiri di lorong menuju dapur.
"Loh Mas Chiyo?"
"Eh iya dek. Assalamualaikum" Chiyo yang tadinya diam terkejut karena namanya dipanggil.
"Syalan. Sejak kapan dia disitu?" Wendy mengumpat dalam hati. Dia cukup cenat cenut dan was was tentang sampai mana Chiyo mendengar pembicaraan antara dia dan Herin.
"Waalaikumsalam." Jawab Herin dan Wendy bersamaan.
"Mas ngga bawa kunci rumah ini. Mba Chyara ada?" Tanya Chiyo lagi mencari kakaknya.
"Belum balik keknya. Buka dulu Mas." Ajak Herin lalu menyodorkan air kepada Chiyo.
"Ehh iya makasih." Chiyo pun berbuka puasa setelah sebelumnya nyengir-nyengir ngga enak ama Herin dan Wendy.
Sedangkan Wendy melamun bingung dan masih juga was was tentang apa saja yang udah Chiyo dengar dari pembicaraannya dan Herin.
"Ehk. Alhamdulillah. Maaf."
Sendawa kecil Chiyo membuyarkan lamunan Wendy.
"Mas Jorok ihh." Wendy menggunjing Chiyo terang-terangan.
"Namanya juga perut kosong terus diisi air doang."
Denger hal itu Wendy jadi prihatin. Selain merasa ngga enak dia juga kasian. Pasti Chiyo udah dari tadi nunggu kakaknya.
"Yaudah dimakan gih kurmanya. Mau teh ngga Mas?"
"Ngga usah repot-repot Wen. Air aja cukup."
"Yaudah kolak pisang aja yah?"
"Ngga usah Wen. Air aj-"
"Nggak. Wendy mau mas makan kolaknya." Wendy membukakan penutup bungkus kolak pisang dan menyodorkannya didepan Chiyo.
"Ini kan buat kamu."
"Yaudah bagi dua aja." Wendy pun mengambil seperempat isi dari cawan plastik dengan sendok kedalam gelas yang sebelumnya ia pakai untuk minum air putih.
"Makasih, padahal kan Mas beliin buat kamu sama orang rumah sini."
"Nggabakal wendy biarin mas laper selama disini. Malu sendiri Wendy jadinya ntar."
Melihat hal itu herin cuman senyum-senyum gemes.
"Kapan yah ini dua orang bisa sadar?" Gumam herin dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Complete] Ramadan: Bulan Cinta | Wenyeol 2016
ContoBulan puasa. Bulan Ramadhan. Cuman sekali setahun. Dan sekali setahun itu lah yang paling wendy tunggu. Soalnya . . .