Devan berjalan menyusuri lorong Rumah Sakit, mencari kamar rawat Nayla. Dia baru sempat datang untuk menjenguk Nayla saat setelah magrib, ia sudah memberi kabar kepada teman-temannya. Febri juga memberi taunya kalau dia dan yang lain sudah pulang sebelum maghrib tadi, itu artinya Devan akan menjenguk Nayla seorang diri.
Devan mengetuk pintu kamar Nayla, tidak terdengar jawaban dari dalam. Dia mencoba mangetuknya sekali lagi, masih tidak ada jawaban juga. Akhirnya dia membuka pintu itu secara perlahan, dilihatnya Nayla sedang tertidur, wajahnya terlihat damai, nafasnya teratur, tapi Devan tidak suka saat melihat wajah Nayla yang pucat seperti ini, Devan lebih suka melihat rona merah yang menghiasi pipi Nayla.
Devan melangkahkan kakinya mendekati Nayla. Di mengusap puncak kepala Nayla, Devan menundukan kepalanya dan mendekatkan bibirnya ke telinga Nayla.
"Cepet sembuh Nay." Devan membisikan kata itu sangat pelan.
Nayla mengerjapkan matanya saat mendengar bisikan di telinganya, meski sangat pelan dia masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Devan merasa tidak enak karena bisikannya sudah mengganggu tidur Nayla, dilihatnya sekarang Nayla yang sedang mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang di pancarkan lampu di atasnya.
Yang Nayla lihat pertama kali saat pandangannya sudah jelas adalah wajah Devan, dia tersenyum, apakah dirinya sedang bermimpi? Dia mengucek matanya pelan, ternyata ini bukan mimpi.
"Maaf, gue ganggu tidur lo ya?" Kata Devan sambil mengusap kepala Nayla.
"Nggak apa-apa." Jawab Nayla maklum.
"Kakak sama siapa?" Tanyanya lagi.
"Sendiri. Tadi gue ketuk pintunya berkali-kali tapi gak ada sahutan, jadi gue masuk aja. Kok lo sendirian Nay?" Devan mendudukan dirinya di bangku yang ada di samping tempat tidur Nayla.
"Iya, Bunda pulang dulu ngambil perlengkapan gue."
"Lo belum makan?" Devan melirik makanan Nayla masih utuh di atas nakas, Nayla mengangguk.
"Gue gak laper, makanan rumah sakit nggak enak."
"Makan ya? lo butuh nutrisi. Lo harus cepet sembuh!" ucap Devan.
"Nanti aja kak."
"Gue suapin ya?" Devan membujuk Nayla. Lagi-lagi Nayla menggeleng.
Devan menghela nafasnya, terbesit sebuah ide di kepalanya.
"Lo mau liat princess gak?" Nayla mengerutkan keningnya, dia bukan anak kecil lagi. Pikirnya. Tapi ia mengangguk juga.
Devan mengeluarkan ponselnya, mengotak-atiknya sebentar. Ternyata ia menyalakan aplikasi kamera dan mesettingnya menjadi kamera depan, lalu megarahkan ponselnya ke arah Nayla, disana terlihat wajah Nayla yang masih sangat pucat.
"Princess nya lagi sakit, pucet banget kan? Nggak cantik lagi. Princess makan ya! Biar cepet sehat." Nayla mengulum senyumnya, akhirnya ia mengangguk.
"Gue makan sendiri aja," Kata Nayla saat Devan akan menyuapinya.
Devan menaruh nampan itu di atas pangkuan Nayla, di atas nampan itu terdapat semangkuk bubur, sayur bening, dan juga perkedel daging. Devan memperhatikan Nayla yang sedang menyuapkan makanannya, meskipun terlihat enggan, Nayla tetap menelan makanannya. Sebenarnya Devan tidak tega, tapi dia ingin Nayla cepat sembuh dan kembali menjadi Naylanya yang ceria. Naylanya?
Melihat Nayla yang sudah menghabiskan makanannya, Devan mengambil segelas air yang tadi ia letakan di nakas, dan memberikannya kepada Nayla. Setelah membereskan bekas makan Nayla, Devan kembali duduk. Dia melihat Nayla yang sedang mengusap tangan kanannya yang tersemat jarum infus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Teen FictionSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...