Mei - Juni 2016

967 73 92
                                    

Jangan pergi..
Jangan pernah pergi lagi
Jangan takut..
Jangan pernah takut lagi

Killing Me Inside Ft Tifanny - Jangan Pergi

-Akhir Bulan Mei-

AKU tak henti-hentinya memikirkan pembicaraan aku dan ibu pada minggu lalu. 

Entah bagaimana caranya agar aku dan Aris berhenti backstreet seperti ini? Layaknya anak SMP yang baru mengenal cinta dan bertingkah polos nan mencurigakan pada pengalaman pertama berpacaran.

Aku sangat merindukan melihat pemandangan ibu yang bercanda dan duduk bersama Aris, ibu menyuapi Aris secara paksa, Aris yang bercanda dengan Rifky main PS dengan teman-teman Rifky, berbicara hal berat dengan Ayah, dan segala bentuk kedekatan Aris dengan keluargaku.

"Ra, kamu udah nggak berhubungan sama Aris, kan?" Tanya ibu saat aku sedang mencuci piring di wastafel, sedangkan ibu sedang mengiris bawang.

"Feeling ibu selalu bener, nih. Aris pasti nyesel udah ninggalin kamu, pasti dia bakal balik lagi, kak," lanjutnya lagi dengan begitu yakin.

Tanganku langsung berhenti dan aku hanya menatap kucuran air dari keran. Aku bingung mau menjawab apa. Apa aku harus berbohong?

"Kak, kok diem aja, sih?"

Aku pun menengok dan melempar senyum canggung pada ibu, "Ara gak konsen, nih, bu. Nanti aja nanyanya, ya. Bentar lagi selesai, nih."

Ibu pun berdecak sebal, "Yaudah, selesain dulu, deh. Kalo ada yang pecah, kan sayang. Mahal, beli pake duit, kan."

"Nah, itu dia kan, bu." Aku pun tertawa pelan.

Semua piring pun telah ku cuci, aku langsung mengelap piring agar kering sembari pikiranku yang merambat kesana kemari. Memikirkan hubunganku dengan Aris.

Ris, kita nggak akan lama kan kayak gini? Tanyaku dalam hati, gusar.

BUNYI dering ponsel pertanda chat masuk membuyarkan lamunanku. Aku segera mengecek ponsel yang tergeletak di meja.

Haris Aryadi
Sayang, nanti siang nonton, yuk?

Setengah hatiku bersorak senang, setengahnya lagi ingin memaksa Aris untuk cepat-cepat mendatangi rumahku, menemui keluargaku. Kenapa Aris masih tenang-tenang saja disaat hubungan kami terus bersembunyi bagai buronan.

Zahra Rabbani
Hm, nggak ah, Ris.

Tak lama Aris pun menelponku. Aku langsung mengangkatnya setelah mengembuskan napas dalam-dalam agar dapat menjawab pertanyaannya dengan logis.

"Halo, sayang."

Jujur, meskipun hubungan kami lumayan lama, tetapi panggilan sayangnya masih berefek besar pada hatiku. Hatiku terasa menghangat dan darahku pun berdesir.

Ya, maklumi saja. Ara memang norak.

"Iya, Ris?" Jawabku pelan.

"Kenapa gak mau, hm?"

Aris dan segala to the point-nya.

"Gapapa, kok. Pengen dirumah aja," jawabku ragu.

"Kenapa sih, sayang? Cerita aja. Aku kenal kamu bukan baru setahun dua tahun, Ra."

Choco Berry [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang