HARI minggu. Hari libur yang biasanya digunakan Velin untuk bersantai, tanpa beban dengan pelajaran di sekolah. Waktu untuk Velin tidur tanpa diganggu dengan bunyi alarm pada jam wekernya.
Tetapi, harapan hanyalah harapan, saat dia masih bergelung di balik selimut. Devin, cowok itu membangunkan Velin secara paksa, menariknya dari alam mimpi. Seketika itu juga Velin merengut kesal, dan menolak untuk ikut lari pagi.
Ya, lari pagi. Devin membangunkannya hanya untuk mengajaknya lari pagi. Jika saja dia tidak menginap di rumah cowok itu, Velin pastikan Devin akan dia tarik sampai keluar kamar, lalu menutup pintu dengan kencang, tepat di depan wajahnya.
Dan di sinilah Velin sekarang, berada di taman perbatasan komplek perumahannya dengan komplek perumahan rumah Devin.
"Lo lama banget sih larinya!"
Mendengar itu, Velin lantas berhenti meneguk minuman di botol. Lalu menatap kesal ke arah cowok yang berdiri tidak jauh darinya.
"Aku tuh udah capek lari terus dari tadi. Kamu nggak ngerti banget sih, Dev," ucap Velin. Devin benar-benar kebangetan sudah memaksanya untuk berlari pagi, setelah itu memarahinya.
"Dih, kok lo jadi marah-marah," Alis Devin tertaut.
"Nggak tau ah, males aku sama kamu." Velin mencak-mencak sembari berjalan menuju salah satu bangku taman. Duduk disana.
Melihat Devin yang berjalan ke arahnya, Velin melengos malas kemudian ingin kembali meneguk minumannya. Namun, ternyata botolnya sudah kosong.
"Minuman lo habis?" Devin bertanya, ia sudah berdiri tepat di depan Velin.
Velin menunjukan botolnya ke arah Devin lalu mengangguk.
"Tunggu sini ya, gue beliin minuman dulu," kata Devin lalu berjalan menuju penjual minuman.
Belum lama Devin meninggalkannya. Sebuah tangan terulur dengan botol minuman di tangannya. Posisi Velin yang menunduk, terpaksa mendongak untuk melihat orang yang menyodorkan botol itu.
Bola mata cokelat yang pertama kali Velin lihat saat mendongak. Ia menatap orang itu tidak percaya, kenapa cowok itu bisa disini?!
Alfar tersenyum ke arah Velin masih dengan menyodorkan botol minum yang ada di tangannya.
●●●●
Devin memberikan uang sepuluh ribuan ke penjual minuman tersebut.
Saat berbalik, Devin langsung dikejutkan dengan tiga makhluk astral--alias sahabatnya. Dia menatap ketiga cowok itu dengan alis terangkat.
Sahabat Devin terkekeh melihat reaksi Devin kecuali Rafael dia hanya diam memerhatikan.
"Ngapain lo disini?" tanya Devin.
"Astaga, Dev." Farel menunjukan wajah konyolnya. "Ini tempat umum, siapa aja boleh kali kesini."
Devin memutar matanya malas. "Itu gue juga tau!"
"Lo jogging sendiri?" Eza bertanya.
Devin melirik ke arah cowok dengan rambut agak kecoklatan. "Enggak gue sama Velin."
"Dimana dia?" Devin kira yang akan bertanya seperti itu Farel. Tetapi malah Rafael yang bertanya.
"Lagi nungguin gue beli minum." Devin membalas tak acuh. Sejak mengantar Velin ke rumahnya, Rafael semakin terlihat menunjukkan ketertarikannya pada Velin.
Devin berjalan kembali menuju bangku yang Velin duduki, diikuti ketiga sahabatnya. Namun, ketika jarak Devin dan bangku yang membelakanginya sudah dekat. Dia berhenti melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Velina My Love ✓
Teen Fiction[SELESAI] [follow terlebih dahulu untuk membaca] Menceritakan tentang persahabatan antara Devin 'si cuek' dan Velin 'si cerewet'. Bermula dari janji dan masa lalu yang mengubah kehidupan mereka berdua. •Karena janji, Velin meninggalkan Devin selama...